Setelah selesai Nathan pun duduk di kasur yang akan menjadi tempatnya beristirahat, setelah merasa lelah beraktivitas. Nathan tersenyum melihat kamarnya sudah sangat bersih, sehingga dia merasa jauh lebih nyaman lagi.
Nathan mengambil sebuah notebook pribadinya, dia akan menuliskan semua targetnya selama seminggu ini dan kehidupannya setelah ini. Nathan mengambilnya dan duduk di meja kosong disana, dia harus bisa memiliki target selama seminggu ini dan selanjutnya.
"Kuliah masih akan di mulai sekitar dua bulan ke depan, jadi Nathan masih memiliki waktu delapan Minggu untuk berfikir bebas. Sewa rumah ini hanya seminggu saja, otomatis minggu kedua Nathan harus mencari tempat yang baru. Tempat yang baru pasti harus memiliki biaya yang banyak juga, atau setidaknya sama dengan tempat sekarang. Kuliah juga harus memiliki banyak biaya agar berjalan lancar, jadi intinya sekarang hanya uang penyelesai masalah sekarang hanya dia. Uang tidak akan datang sendirinya, tetapi harus bekerja keras untuk itu. Nathan harus memiliki pekerjaan mulai besok, agar memiliki uang dan menabungnya serta menggunakannya untuk biaya hidup selama seminggu ini," ucap Nathan dengan memperhitungkan rencananya sendirian.
"Kerja tetap, kuliah berjalan juga. Target lulus kuliah hanya sekitar tiga setengah tahun, jadi harus lulus sebelum umur menginjak dua puluh tiga tahun. Tidak perlu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yang harus ada hanyalah skill dan bisa digunakan untuk bekerja dan menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga dan semua orang."
"..."
"..."
"Bismillah semoga berhasil, semangat terus Nathan. Tunjukkin pada papa kalau kamu bisa tanpa bantuannya, mari tunjukkan jika kesuksesan bukan berasal dari bantuan keluarga tetapi dari diri sendiri. Bismillah, bantu Nathan ya ma. Bismillah!"
Setelah semuanya dipikirkan oleh dirinya, Nathan merasa lelah dan memilih istirahat untuk sehari ini dan akan mulai mencari pekerjaan besok hari. Nathan benar-benar habis menguras tenaga dan pikirannya sehari ini dan maka dari itu dia akan benar-benar menghabiskan rasa lelahnya tersebut dan akan bersemangat lagi di esok harinya.
••••
Nathan baru saja bangun dari tidur yang cukup panjang tersebut, Nathan bangkit dari sana dan mengerjakan aktivitas yang seharusnya di lakukan pada Tuhannya dan lainnya. Nathan mengerjakannya sesuai waktu, lalu menyiapkan sarapan untuknya.
Nathan mengambil berkas-berkas penting yang bisa dia gunakan untuk mencari pekerjaan, Nathan tidak berharap pekerjaan yang memiliki banyak gaji, namun harus cukup untuk kehidupannya beberapa minggu dan bisa di tabung juga.
Nathan membawa tasnya, lalu keluar dari rumahnya dengan senyuman. Bukannya langsung pergi, Nathan malah lebih dulu meminta izin pada pemilik rumah sewaan tersebut layaknya meminta izin pada ibunya.
Nathan memang anak yang begitu sopan, sehingga dengan mudah mengambil hati mereka dan sangat senang menjadapatkan salam hangat dari Nathan tersebut. Nathan bahkan langsung bisa dekat dengan keluarga tersebut, walaupun dia tahu keluarga tersebut sedang tidak baik-baik saja.
••••
Nathan melangkah dengan keseriusan di matanya, dia terus mencari-cari lowongan pekerjaan yang pasti bisa dia lakukan. Setelah bebarapa jam ini, belum ada satupun yang bisa menerima dirinya, karena mereka tahu jika dia adalah putra tunggal dari tuan Andriansyah pengusaha terkenal di kota tersebut.
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak sanggup memberikan jabatan yang sesuai dengan status keluarga Andriansyah, walaupun Nathan sering mengatakan bahwa ia rela menjadi apapun disana asal pekerjaannya halal.
"Jika tahu begini, bisa saja Nathan tadi menyamar aja sekalian supaya tidak ada yang mengenal bahwa Nathan anaknya Andriansyah," celetuk Nathan pada dirinua sendiri.
Nathan kembali melangkah tidak tentu kemana, namun pandangannya langsung tertuju pada sebuah papan nama sebuah cafe, dimana di dinding tersebut terpajang jelas bahwa ada lowongan disana.
Nathan teringat bahwa dia membawa sebuah kaca mata, dia sengaja memakainya agar terlihat lebih culun dari biasanya. Nathan mendekati cafe tersebut dengan santai, lalu menanyakan perihal lowongan tersebut.
"Mas bisa ke ruangan yang ada di sana," tutur seorang penjaga cafe tersebut dengan menunjuk sebuah ruangan yang tidak jauh dari pandangan mata mereka. Nathan mengangguk, lalu berjalan ke arah yang ditujukan oleh penjaga tersebut.
Nathan duduk di kursi yang sudah disediakan oleh mereka, untuk semua pelamar lowongan tersebut. Cukup banyak saingan, namun Nathan tidak akan gagal kali ini. Nathan memang gugup karena ini adalah pertama kalinya dia akan menginjak dunia pekerjaan, di tambah lagi dia tidak memiliki pengalaman apapun di dunia kerja tersebut.
Nathan melirik semua pelamar, namun rasanya Nathan tidak kalah saing dengan mereka semua. Nathan akan diterima dan lulus bekerja disana, demi masa depan apapun Nathan akan usahakan.
Satu persatu pelamar masuk ke dalam sana, namun baru tiga orang yang keluar dengan senyuman. Pelamar lainnya tampak menahan sedih mereka, namun ada juga yang tampak kesal setelah keluar dari ruangan tersebut.
Tinggal dua orang lagi, yakni Nathan dan satu orang gadis yang sepertinya Nathan kenali. Gadis tersebut masuk kesana, hanya Nathan yang tertinggal dan belum mendapatkan kesempatan interview dadakan tersebut.
••••
Beberapa menit setelah itu, gadis tersebut keluar dengan senyuman yang sama seperti tiga orang sebelumnya tanpa menoleh pada Nathan sedikitpun. Dia terlihat begitu senang, karena mungkin dia lulus dalam pengujian sebelum bekerja disana.
Nathan masuk dan sebelumnya membaca doa singkat, dia berharap dia juga akan tersenyum setelah ini. Dia mengurungkan niatnya mencari tahu siapa dia sebenarnya, karena tujuan utama Nathan sekarang hanyalah bagaimana caranya dia bisa lulus dan segera bekerja.
Nathan menundukkan pandangannya, lalu berdiri di depan ceo cafe tersebut. Nathan dipersilahkan duduk, setelah itu Nathan melakukannya dengan tatapan yang masih menunduk.
"Kita bisa memulai interviewnya?" ucap seseorang tersebut pada Nathan.
Nathan mengangguk. "Siap, pak!" jawab Nathan lugas.
"Baiklah, sekarang saya akan menanyakan beberapa hal penting padamu dan saya harap anda bisa menjawabnya," lanjutnya yang langsung membuat Nathan mulai grogi.
"Ceritakan tentang dirimu!"
Nathan menarik nafasnya lalu membuangnya secara perlahan. " Nama saya Muhammad Nathan Ar-Raihan, saya biasa di panggil dengan sebutan nathan. Saya adalah seorang remaja yang akan segera duduk di bangku perkuliahan, saya adalah anak tunggal dari pasangan suami isteri dari kekyraga sederhana. Orangtua saya-" ucapan Nathan terhenti karena ditahan oleh pewawancara tersebut.
"Saya tidak menanyakan soal orangtua anda! Saya hanya menanyakan perihal diri anda, cukup jawab itu tanpa harus melibatkan orangtua!" tegasnya yang langsung membuat Nathan menunduk.
"Baiklah! Saya adalah seorang remaja yang akan duduk di bangku perkuliahan, karena itu saya ingin mendapatkan pekerjaan ini. Saya hanya sebatang kara di kota ini, sehingga harus memiliki penghasilan untuk bisa menghidupi diri saya dan kuliah saya nanti. Sekarang usia saya adalah sembilan belas tahun, saya adalah anak desa yang datang ke kota hanya ingin mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan bisa lebih mandiri lagi. Sekian dari perkenalan saya, jika masih dibutuhkan tentang biodata diri saya bisa menjelaskannya setelah acara ini berakhir," ucap Nathan dengan jelas dan langsung mengakhirinya.
"Baik. Selanjutnya, apa hal yang memotivasi kamu dalam hidup?" seseorang tersebut mulai bertanya untuk kedua kalinya.
"Semangat ibu saya, dia adalah wanita yang paling saya ingin bahagiakan namun hal itu tidak mungkin, karena dia sudah lebih dulu di panggil Sang Maha Pencipta. Tetapi, karena saya sudah berjanji padanya dan dia juga telah meminta sesuatu hal yang penting pada saya, bahwa saya akan menjadi seseorang yang bisa sukses tanpa bantuan ayah saya. Saya akan menjadi seseorang yang bisa berdiri di kaki saya sendiri, tujuan saya hanyalah bisa menamatkan pendidikan saya dan menjadi seseorang yang berguna pada saya sendiri, orang lain dan juga keluarga saya. Sekian saya bisa menjawab pertanyaan kedua ini," jawab Nathan pula dengan begitu jelas dan mengakhirinya.
"Coba jelaskan minatmu!"
"Saya berminat di bidang bisnis, saya suka jenis karir yang belum pernah orang lain bayangkan sama sekali. Sebenarhya minat saya banyak, tapi rasanya minat tersebut akan datang sendirinya, hanya karena melihat sesuatu yang bisa di kagumi dan pasti bisa di usahakan," jawab Nathan bahkan dengan begitu jelas.
"Apa yang kamu anggap sebagai kelebihan dan juga kekuranganmu?"
"Tidak ada yang sempurna di dunia, tapi saya tahu kekurang saya adalah saya tidak tahu bagaimana rasanya di cintai oleh ayah setulus mungkin. Saya terlalu menganggap saya itu bisa lebih dari ayah saya, walaupun saya tidak tahu bagaimana nasib saya setelah itu. Intinya saya terlalu menganggap diri saya lebih baik," ucapnya lagi tanpa ragu walaupun ini menjelekkan dirinya sendiri.
"Jenis lingkungan kerja seperti apa yang sebenarnya kamu sukai?"
"Saya suka lingkungan kerja yang begitu aktif, tidak ada kata egois dan saling membantu satu sama lain. Bahkan jika perlu, bisa mendengarkan pendapat masing-masing, tanpa harus menjatuhkan pendapat orang ketika ingin menyusun tata kerja usaha yang akan di jalankan tersebut." Nathan bahkan tidak pernah memberikan celah sedikitpun karena bisa menjawab semuanya dengan jelas walaupun hal itu tidak semuanya bisa diterima dan sesuai dengan pertanyaan.
"Apakah kamu lebih suka bekerja secara mandiri atau dalam tim?"
"Saya bisa bekerja secara mandiri, karena manusia di tuntut untuk menjadi seorang pemimpin, waalauoun terkadang tidak semua orang bisa menanggungjawabi tugas pemimpin sepenuhnya. Saya juga bisa bekerja secara tim, dengan memiliki tim kita akan bisa memiliki banyak saran dan saling menasehati satu sama lain, agar tidak ada kesalahan ke depannya. Intinya tergantung dengan situasi yang ada," jawabnya lagi dengan tuntas.
"Apa yang menjadi pencapaian terbesar dalam hidupmu?"
"Belum ada, karena menurut saya pencapaian terbesar saya hanyalah bisa melewati masalah hidup yang mulai menghantam kehidupan saya. Selama ini saya memang sering menjadi seorang juarawan di sekolah saya, tapi menurut saya itu hanya terjadi karena saya memiliki semua fasilitas yang ada sehingga dengan mudah membaca semua bentuk ujian, walaupun butuh waktu untuk memahaminya. Intinya belum ada yang bisa saya capai di dalam hidup saya, karena saya ingin melihat kemampuan saya sendiri setelah semua hal yang aea pada diri saya sebelumnya perlahan hilang dan harus bisa berkembang dengan usaha diri sendiri, bukan karena bantuan orangtua saya," ucap Nathan lugas dengan mengkahir semua pertanyaan tersebut.
"Baiklah, semua pertanyaan sudah anda jawab. Untuk ini saya memastikan Anda harus datang lagi besok hari untuk melihat hasilnya. Selamat beraktivitas dan semoga berhasil!" kata CEO cafe tersebut yang semulanya tampak tidak peduli dan berubah menjadi sebuah senyuman indah di sudut bibirnya Dnegan memberikan jabatan padanya.
Nathan menjabat tangan tersebut dengan senang hati, lalu keluar dari sana dengan rasa lega karena melewati semuanya dengan mudah. Nathan tidak menyangka dia mendapatkan senyuman dari seorang CEO tersebut dan rasanya Nathan sudah berhasil melewati tahap tersulit tersebut.
#to be continued