webnovel

Bukan Salah Rasa

Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. ( Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
280 Chs

Meledek

Sedangkan Refan sendiri malah merasa tidak suka saat Lucy menekankan kata 'pacar', ia hanya memutar bola matanya dengan malas.

"drama memuakkan, dah lah gw ke kelas dulu." putus Reisya akhirnya, melangkah akan meninggalkan kedua orang itu.

Refan yang merasa tidak nyaman langsung menggenggam tangan Reisya, membuat Reisya berbalik dan menghentikan langkahnya.

"apa?" tanya Reisya ketus.

"lo marah?" balas Refan mempertanyakan.

"gak." jawab Reisya singkat.

"tuh kan lo marah." tukas Refan tidak percaya.

"gak Refan." tekan Reisya.

"lo marah Sya." kata Refan yakin.

"serah lo deh, dah ah lepasin!" balas Reisya, sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Refan pada tangannya.

"gak, lo harus berhenti marah dulu." paksa Refan pada Reisya.

"gw gak marah Fan, udah deh. Lo gak liat tuh!Cewek lo melototin gw terus dari tadi, makanya lepasin!" balas Reisya seadanya, lalu Refan pun melepaskan genggamannya pada Reisya.

Entah kenapa Refan merasa kosong saat tangannya terlepas, ia merasa menggenggam Reisya adalah benar. Refan merasa janggal saat melihat wajah Reisya yang kesal, dan sedikit rasa dalam hatinya tersenyum dengan hal itu. Bisakah ia berharap, jika Reisya akan menyukainya?

"bener yah lo gak marah?" tanya Refan lagi memastikan.

"iya Refan, bawel ih." balas Reisya sebal.

Refan terkekeh mendengar balasan dari Reisya, lalu Lucy mengatakan sesuatu yang dimana hal itu membuat kekesalan Reisya bertambah.

"dih, biarin aja si yank dia pergi. Jal*ng kaya dia ganggu tau kalo ada disini!" celetuk Lucy sinis.

"jal*ng kok teriak jal*ng, malu-maluin aja." balas Reisya santai.

"jaga ya mulut lo!" tukas Lucy kesal.

"apa gak suka?" tantang Reisya.

Lucy terdiam, emosi mulai menguasai dirinya. Jujur saja ia ingin sekali menampar Reisya saat ini juga, tapi itu tidak mungkin. Ia bisa di skors nanti, karna ada Nando dan Simon disini yang akan jadi saksi jika ia menampar duluan.

"gak beranikan? Lo kan emang bisanya ngomong doank, gak guna!" tekan Reisya.

Reisya langsung meninggalkan Refan dan Lucy tanpa mengatakan apapun lagi, tak lama kemudian di susul oleh Simon dan Nando yang merasa bosan dengan drama memuakkan itu.

"maksud lo apaan si ngomong gitu?" tanya Refan dengan kesal.

"loh, emang salah? Kan emang dia ganggu kita, yang pacar kamu itu aku bukan dia. Kok kamu malah belain dia sih?" balas Lucy emosi.

"cih, dah lah gw mau ke kelas." ucap Refan lalu meninggalkan Lucy dengan rasa marahnya.

"cih, sialan. Awas aja lo jal*ng, bakal gw aduin lo ke papi dan mami. Gw jamin lo gak akan bisa senyum lagi, mulai saat itu." gumam Lucy dengan senyum liciknya.

.

.

.

Jam istirahat berbunyi, seluruh siswa pun mulai memadati kantin. Berbeda dengan Refan, Nando, dan Simon yang malah ke lapangan untuk bermain basket. Tentu saja mereka menjadi tontonan menarik bagi para gadis di sekolah itu.

"oper donk" teriak Nando meminta operan dari Simon.

Simon mengoper bola pada Nando, lalu nando mulai membaginya pada Refan. Refan kembali mengoper pada Nando, dan Nando akhirnya sampai di dekat ring.

"dunk" pinta Simon pada Nando.

Nando memasukan bola ke dalam ring dengan lompatannya, permainan pun berakhir.

"good job" puji Nando pada kerja sama timnya.

Simon dan Refan hanya tersenyum puas, dengan nafas mereka yang sama-sama memburu. Keringat membasahi tubuhnya, dan hal itu membuat para gadis ingin sekali menyentuh bagian berkeringat itu. Fantasi liar mulai menguasai pikiran mereka, sampai datanglah Lucy. Fantasi merekapun menjadi buyar, karna kembali menyadari jika pria tampan itu sudah memiliki kekasih.

"nih minumnya." ucap Lucy sambil memberikan sebotol air mineral dingin pada Refan.

"terima kasih" kata Refan sambil mengambil botol air itu lalu meminumnya.

"kita gak di kasih air juga nih?" sindir Simon pada Lucy.

"beli aja sendiri, gw kan bukan pacar lo." balas Lucy sinis.

"dih, siapa juga yang mau pacaran sama cewek posesif kayak lo." celetuk Nando.

"bodo amat." balas Lucy ketus.

Refan menatap malas pertengkaran mereka, itu hal yang biasa terjadi. Dan mereka memang tidak pernah bosan untuk tidak bertengkar, bahkan Refan sendiri sudah amat sangat bosan melihatnya.

Nando dan Simon menatap jengah pada kedua orang di sampingnya. Bukan karna iri, tapi karna merasa ada yang tidak cocok di antara mereka.

Tiba-tiba Ruri menghampiri Simon bersama dengan Reisya disampingnya yang menekuk wajah sejak tadi, karna ia tau akan bertemu dengan Lucy di tempat itu.

"capek ya?" tanya Ruri pada Simon.

"eh bep, iya nih capek banget." jawab Simon manja.

"nih, aku bawain minum sama makanan." balas Ruri sambil memberikan kantong yang berisi air mineral dan cemilan.

"buat gw ada gak?" tanya Nando penuh harap.

"ada kok, gw bawa buat semua sih tadi. Tapi kayaknya Refan udah punya sendiri yah?" jawab Ruri sambil menyindir Lucy.

"iya tuh, dia udah di bawain sama PACARNYA! Khusus buat Refan doank lagi, yang lainnya gak di anggap. Lo emang yang terbaik deh Ri." balas Nando dengan sindirannya.

Ruri, Simon, dan Nando tersenyum geli melihat wajah kesal Lucy karena di sindir terus. Sedangkan Refan hanya menatap malas hal itu, ia lebih tertarik dengan wajah Reisya yang terlihat kesal sejak tadi.

"Ri, gw balik duluan aja ya?" pamit Reisya pada Ruri.

"loh kok gitu Sya, nanggung kali." balas Ruri tidak terima.

"males gw disini, kek ada hawa panas-panas setan gitu." sindir Reisya pada Lucy.

"hehe, kalo itu si gw tau siapa." tukas Ruri ikut menyindir.

Reisya dan Ruri pun melirik Lucy, lalu mereka tertawa bersama. Lucy yang merasa di katain sama mereka tidak terima, ia pun balik mencerca.

"apaan lo liat-liat gw, biasa aja kali. Gw tau gw cantik, gak kayak lo pada yang kampungan." ejek Lucy dengan percaya dirinya.

"dih, pd tingkat dewa." celetuk Nando.

"astaga, keresek donk mual gw tiba-tiba." sambung Ruri.

"ada suara tapi gak ada wujud, ih serem yah." lanjut Reisya dengan kekehannya.

"sialan lo, lo pikir gw setan?" kesal Lucy pada Reisya.

"lah ngaku toh." balas Reisya mengejek.

Ruri, Simon, dan Nando tertawa mendengar ejekkan Reisya. Berbeda dengan Refan yang masih diam dan menantikan ekspresi apa yang akan Reisya tunjukkan.

"awas lo ya!" ancam Lucy lalu meninggalkan mereka semua dengan perasaan kesal dan marah.

"parah lo Sya, marah tuh anak orang." tukas Ruri masih dengan tawa kecilnya.

"yeuh kan lo duluan yang mulai." balas Reisya sambil menjitak kepala Ruri.

"Aduh, lah iya juga" sambung Ruri mengelus kepalanya yang di jitak Reisya.

"parah si lo Sya, tapi gw suka." celetuk Nando dengan kekehannya.