webnovel

Bukan Salah Rasa

Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. ( Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
280 Chs

Kecewa

Heri akan menampar Reisya, namun sebuah tangan lain menahan tangannya. Heri menatap tajam pada orang yang menahan tangannya itu, lalu orang itu langsung menghempaskan tangan Heri ke bawah.

"jangan pernah om sakiti Reisya lagi, atau aku akan memutuskan hubunganku dengan Lucy saat ini juga." ancam orang itu yang tak lain adalah Refando.

"nak Refan, astaga maafkan om. Baiklah, om akan pergi dari sini. Tolong jangan sakiti Lucy, teruslah bersamanya ya?" pinta Heri pada Refan.

Reisya yang mendengar permintaan Heri hanya tersenyum pahit, ayahnya itu benar-benar telah melupakannya. Ia hanya memikirkan Lucy dan Meri, Reisya sudah terbuang sejak lama dari pikiran dan hati ayahnya itu. Padahal Reisya selalu berharap, setidaknya sedikit saja ayahnya memperhatikannya. Namun harapan itu hanya angan-angan saja, yang tak akan pernah menjadi nyata.

"kalau begitu, lebih baik om pulang sekarang. Dan jangan pernah datang ke dalam kehidupan Reisya lagi, biarkan Reisya hidup dengan caranya sendiri. Om tidak boleh mengusiknya, ataupun menemuinya jika hanya untuk menyakitinya." titah Refan dengan tegas.

"baiklah om akan pergi, sampai jumpa lagi nak Refan." pamit Heri pada Refan.

Heri meninggalkan apartement Reisya dengan perasaan lega, setidaknya Lucy tidak jadi kehilangan kekasihnya. Dan lagi, Refan sudah berjanji tidak akan memutuskan hubungannya dengan Lucy selama ia tidak mengganggu Reisya. Berbeda dengan Reisya yang benar-benar hancur sekarang, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan sakitnya itu lebih jauh lagi. Semua harapan tentang dang ayah kini benar-benar berantakan, hati Reisya mulai tertutup dari nama sang ayah.

"lo gak apa-apa Sya? Om Heri belum mukul lo kan?" tanya Refan dengan khawatir.

Reisya melepaskan tangan Refan yang menyentuh pipinya, lalu ia berlari masuk ke kamarnya dan mengunci diri di sana. Reisya menangis, ia menumpahkan emosinya dalam diam. Hatinya benar-benar hancur berantakan, sang ayah kini telah membuktikan jika diri Reisya sudah tidak lagi penting untuknya.

Di sisi lain Refan benar-benar merasa khawatir pada keadaan Reisya saat ini, tapi ia tau jika Reisya butuh waktu untuk menenangkan hatinya yang terluka. Refan hanya bisa membiarkan Reisya sendiri untuk saat ini, tapi Refan mencoba untuk berbicara dengan Reisya sekali lagi.

"maafin gw Sya kalau aja tadi gw gak biarin lo pulang sendiri mungkin lo gak akan merasakan kehancuran hati kayak gini. Gw bener-bener nyesel Sya, maafin gw karna gw udah buat lo semakin sakit kayak gini." ucap Refan di depan pintu kamar Reisya.

Melihat Reisya yang tidak juga membuka pintunya, Refan pun membiarkan Reisya sendiri dan ia memilih untuk meninggalkan apartement Reisya. Refan akan memberi waktu untuk Reisya, agar gadis itu bisa menata hatinya kembali setelah di hancurkan oleh ayahnya sendiri. Di sisi lain Reisya sebenarnya mendengarkan semua perkataan Refan, namun ia malas untuk menjawabnya. Suaranya hilang entah kemana, hanya ada air mata yang terus saja mengalir bersama isakkannya yang memburu.

Reisya merasa ia benar-benar hancur, hatinya sangat terluka dan berdarah. Entah sampai kapan ia akan menangisi lukanya itu, nyatanya rasa sakit itu tetap terasa dan menguasai hatinya. Reisya terus menangis sepanjang malam, ia menyesalkan hatinya yang tidak bisa membenci sang ayah. Hatinya selalu merasa jika sang ayah tidak bersalah, ayahnya seperti itu karna hasutan dari perempuan jahat itu. Tapi tetap saja Reisya merasa kecewa pada sang ayah, yang tidak pernah mau mendengarkan apapun perkataannya.

Hatinya terasa hancur berkali-kali, saat mengingat jika ayahnya itu selalu saja membela orang lain di bandingkan dirinya. Padahal Reisya adalah anak kandungnya sendiri, darah dagingnya yang sebenar-benarnya. Tapi tetap saja, Heri terlalu buta oleh hasutan Meri. Kini Reisya hanya bisa meratapi nasibnya yang menyedihkan dan menderita, ia tidak lagi berharap jika sang ayah akan kembali menyayanginya seperti dulu.

.

.

.

Refan mengendarai mobilnya untuk kembali ke rumahnya, pikirannya terus melayang pada Reisya yang entah bagaimana keadaannya sekarang. Tadinya Refan ingin meminta maaf pada Reisya, karna sudah mengatakan hal yang menyakiti perasaannya. Tapi saat ia tiba di depan pintu apartement Reisya, Refan di kejutkan dengan bentakan seseorang pada Reisya. Dari suaranya, Refan sudah menduga jika orang itu adalah pria. Dan Refan mengenal suara itu, itu suara Heri ayahnya Lucy yang merupakan kekasihnya saat ini.

Tidak, mungkin lebih tepatnya ayah kandung Reisya. Tanpa pikir panjang Refan langsung saja masuk ke dalam apartement Reisya, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Heri akan menampar anak kandungnya itu. Dengan langkah cepat Refan menghampiri Heri, dan menahan tangan Heri yang akan menampar Reisya. Tatapan Refan begitu tajam lalu Refan langsung menghempaskan tangan pria itu ke bawah. Refan benar-benar tidak habis pikir, padahal pria itu ayah kandungnya tapi kenapa ia bisa mengangkat tangan di depan putrinya sendiri.

Lalu setelah itu Refan langsung mengusir Heri dari apartement Reisya, dan untungnya Heri menurut hingga suasana menjadi lebih tenang. Refan pun menghampiri Reisya dan menangkup kedua pipi Reisya, ia bertanya secara lembut padanya. Namun bukannya menjawab Reisya malah berlari meninggalkan Refan, Reisya mengunci dan mengurung dirinya di dalam kamar. Refan tau dan paham, Reisya pasti hancur setelah di perlakukan tidak baik oleh ayahnya sendiri. Refan pun memilih untuk membiarkan Reisya menenangkan dirinya, ia memutuskan untuk meninggalkan apartement Reisya dan pulang.

.

.

.

Pagi hari yang buruk untuk Reisya, ia terbangun dengan wajah sembab karna semalaman menangis. Bahkan saat terbangun dari tidur tadi, ia masih dengan isakkan kecilnya. Kepalanya pun terasa berdenyut sakit, sepertinya Reisya akan izin tidak masuk sekolah hari ini. Reisya pun mengambil ponselnya, dan mengirim pesan pada wali kelasnya jika ia izin hari ini. Setelah itu Reisya meletakkan kembali ponselnya di meja, lalu ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mungkin saja setelah mandi perasaannya akan lebih baik, begitu juga dengan rasa sakit di tubuhnya.

Selesai mandi, Reisya berganti pakaian dengan pakaian santai. Setelah itu Reisya kembali berbaring di kasur, ia bersantai sejenak menghilangkan beban dalam otaknya yang begitu membuatnya tertekan. Pikiran-pikiran tidak baik itu bagai melodi yang terus saja berputar di kepalanya, membuat perasaan Reisya kembali tidak sakit.

Tidak lama kemudian, seseorang datang dan membunyikan bel apartment rumah Reisya. Ia sudah bisa menebak siapa yang datang di pagi buta seperti ini, orang itu pasti pria menyebalkan bernama Refan. Reisya pun melangkah untuk membuka pintu, dan benar saja dugaannya. Refan sudah berdiri tersenyum di depan pintu, sambil membawa dua kantong besar berisi bahan makanan mentah dan mateng.

"selamat pagi" sapa Refan dengan senyum lebarnya pada Reisya, dan ia langsung berlalu begitu saja masuk ke apartment Reisya.

"hm, pagi" balas Reisya dengan malas.