Aurel menatap catatan itu dengan kosong. Dia masih berusaha menerima perubahan perilaku Kevin dari malam sebelumnya.
Bagaimana dia harus bereaksi tentang catatan kecil itu? Haruskah dia mengambilnya? Haruskah dia senang? Merasa beruntung?
Mempertimbangkan keadaan pernikahannya dengan Kevin, bagaimana mungkin dia bisa merasa beruntung?
"Kevin mungkin melakukan ini karena khawatir akan luka-lukaku," Aurel merasionalisasi otaknya sendiri. "Itu tidak mungkin tindakan cinta. Tidak, itu tidak mungkin untuk cinta."
Setelah berpikir sebentar, Aurel merasa terlalu sulit untuk mengetahui niat Kevin yang sebenarnya. Jadi dia menyerah begitu saja. Meski masih ragu tentang niat Kevin, perut Aurel tidak mengizinkannya menunggu lebih lama. Jadi dia mengangkat tutup pancinya dan mengintip ke dalam. Dia tersenyum ketika dia melihat bubur merah panas yang masih mengepul.
Untuk sementara Aurel mengambil sedikit untuk mencicip rasa dari bubur itu.
'Ini sangat bagus! Aku pikir dia membuat bubur biasa. Aku sangat salah!' Bahan-bahannya memang biasa, tetapi buburnya dibuat dengan sangat baik. Bubur itu tidak terlalu manis atau hambar. Itu sempurna.
Upaya yang dilakukan oleh Kevin untuk mempersiapkan bubur khusus itu tidak hanya mengejutkan Aurel, itu juga membangkitkan penghargaannya pada Kevin. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kevin telah melakukan semua pekerjaan dengan baik, baik dengan buburnya, atau dengan perusahaan nya. Perhatian penuhnya akan sesuatu yang dia kerjakan sangat penuh perhatian dan konsisten dan itu yang membuatnya selalu mendapat hasil yang selalu sangat baik di segala hal.
Aurel kagum dengan Kevin. Selama ini, dia menganggapnya keras kepala dan sombong. Ada kalanya Kevin juga bertingkah seperti anak kecil. Aurel tidak akan pernah membayangkan bahwa Kevin juga tahu cara memasak. Yang lebih mengejutkannya adalah bahwa dia telah memasak dengan sangat baik seperti ini untuknya.
Kenangan malam tadi mulai bermunculan di benak Aurel. Kevin, pria yang selalu dingin pada Aurel, sudah menunjukkan kebaikan dan kepeduliannya yang luar biasa ketika dia terluka malam tadi.
Kevin yang lembut dan perhatian seperti itu sangat berbeda dengan apa yang dia lihat di masa lalu. Seolah-olah dia adalah orang yang berbeda.
"Wanita mana pun yang cukup beruntung yang bisa menikahi Kevin di masa depan memang akan sangat beruntung! Pasti, aku yakin."
Aurel berpikir sambil dia duduk di meja makan. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya ke bubur manis tadi lagi.
Aurel melahap bubur itu. Dia benar-benar lupa bahwa dia meninggalkan ponselnya di kamar. Ponselnya berdering beberapa kali, tetapi Aurel tidak bisa mendengarnya.
Sementara itu, di lantai paling atas dari perusahaan megahnya di pusat kota, Kevin tengah berdiri di depan jendela kaca di kantor eksekutif miliknya. Dia mengerutkan kening ketika dia melihat ponsel di tangannya.
'Aku sudah menelepon nya berkali-kali, kenapa dia tidak mengangkatnya? Apa yang sedang dilakukan wanita ini? Dia masih belum sembuh total. Jadi, kemana dia pergi? Mungkinkah papanya yang tidak berperasaan itu memanggilnya lagi dan membuatnya kesal lagi?'
Ketika Kevin mencoba merasionalisasi kurangnya respons Aurel terhadap panggilannya sekarang, arah pikirannya mulai membuatnya khawatir.
Sebelum dia pergi pagi tadu, dia sudah memeriksa kondisi luka Aurel untuk memastikan luka-luka itu membaik. Aurel terluka baik secara fisik dan mental setelah dia pulang ke rumah Nugraha. Jika itu terjadi lagi, Kevin merasa Aurel mungkin akan benar-benar menjadi trauma.
Menyadari betapa berisikonya situasi Aurel, Kevin segera bergegas keluar dari perusahaan megahnya.
***
Di vila, Aurel baru saja selesai mengabiskan semua bubur. Itu sangat enak hingga dia makan dalam porsi yang banyak. Saat dia duduk menatap mangkuknya yang sudah sepenuhnya kosong, bel pintu tiba-tiba berbunyi.
"Apakah itu Kevin?"
"Tidak, jika itu Kevin, dia pasti akan langsung masuk. Dia punya kunci masuk ke vila nya sendiri. Lalu siapa yang ... ?"
"Orangtua Kevin?"
Aurel segera mengusir pikiran ini. Namun, keingintahuannya tentang orang tua Kevin memang sudah sangat terangsang. Meskipun mereka sudah menikah untuk cukup lama, Aurel belum pernah melihat keluarganya.
Kevin adalah pria yang cukup misterius.
'Ding dong!'
Bel berbunyi lagi. Aurel punya firasat buruk. Sama seperti ayahnya terus memanggil, bel pintu berdering berulang kali.
Aurel membersihkan meja, lalu bergegas ke pintu.
Namun, ketika dia membuka pintu besar vilanya, kedua wajah yang muncul di depannya sudah akrab namun tetap aneh untuk Aurel.
Frustrasi, Aurel mencoba menutup pintu lagi, tetapi tidak bisa. Tidak ada jalan untuknya kembali.
'Papa? Oh tidak! Dia bukan lagi papku. Dan Kinan Nugraha!'
Aurel menarik napas dalam-dalam dan memaksa dirinya untuk terlihat tenang dan percaya diri. Dia segera memperhatikan bahwa mereka tengah memegang beberapa botol salep di tangan mereka. Tapi senyum palsu mereka sudah terlihat mengkhianati mereka.
'Betapa tidak tahu malunya orang tua ini! Dia muncul di vila ku setelah memutuskan semua hubungan darah denganku di telepon.'
"Kakak Aurel!"
Ketika Aurel mencoba memproses ketidak mauluan dan kekasaran ayahnya, Kinan membuka mulutnya dan menyapa Aurel dengan nada tengah menyenandungkan lagu. Mungkin untuk mempertimbangkan kesopanan ayahnya di hadapan putrinya.
Sikap Kinan berubah begitu tiba-tiba sehingga Aurel nyaris tidak bisa mempercayai matanya sendiri. Kinan bertingkah sangat baik dan berdandan dengan cukup baik juga hingga penampilannya sekarang mungkin dapat melebihi para model dunia.
Aurel tidak menjawab. Sebaliknya dia melihat mereka dengan mata cermat. Ayahnya jelas tidak begitu senang dengan kunjungan ini. Kinan bersikap melodramatik.
Bagi Aurel, pemandangan di depannya sekarang seolah-olah dia sedang menonton pertunjukan drama komedi yang garing.
Aurel juga masih belum jelas tentang apa tujuan kunjungan mereka ini.
"Kakak Aurel, kami datang ke sini untuk menemuimu. Tadi malam semua adalah kesalahanku. Aku seharusnya tidak mengatakan hal-hal yang jahat seperti itu kepadamu. Meskipun kamu salah memukulku, tapi aku yang membuatmu kesal dulu. Aku minta maaf kepada mu. Maafkan aku! "
Kinan berkata dengan tulus seolah dia mengatakan yang sebenarnya. Penampilannya begitu meyakinkan sehingga siapa pun yang tidak tahu kebenaran dari kejadian saat itu akan dengan mudah ditipu untuk berpikir bahwa Kinan lah yang telah dianiaya. Itu juga akan membuat Kinan tampak seperti seseorang yang sangat rendah hati karena dialah yang meminta maaf.
Aurel benar-benar kagum dengan kinerja luar biasa Kinan tersebut.
Aurel masih belum ingin berbicara atau membalas Kinan. Dia sedang menunggu ayahnya berbicara.
"Sayang …" Setelah menunggu lama, ayahnya akhirnya berbicara.
Kata inilah yang hampir membuat Aurel tertawa terbahak-bahak.
Sayang? Sayang? Sayang?
Itu adalah lelucon paling lucu yang pernah didengar Aurel selama hidupnya.
Aurel mengangkat alisnya sedikit dan tersenyum sinis.
"Ha!"
Harris tercengang. Dia tidak tahu mengapa Aurel tersenyum padanya seperti itu.
"Kakak, papa, dan aku datang ke sini untuk meminta maaf atas kesalahan kita. Kami adalah keluargamu. Kenapa kamu bersikap seperti ini?"
"Keluarga yang luar biasa!"
Apakah dia juga menganggap ku sebagai anggota keluarga ketika dia memukul ku dengan sapu saat itu?
Pikiran-pikiran ini mengalir dalam benak Aurel. Dia memelototi Kinan. Terkejut dengan perilaku aneh Aurel, Kinan gelisah. Dia tidak tahu harus berkata apa lagi pada Aurel.
"Apa yang aku lakukan? Apa yang telah kulakukan?"
"Aurel!" Nada suara ayahnya adalah gambaran yang sangat jelas tentang bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Aurel mengangkat dagunya dengan angkuh.
'Ha, dia tidak bisa berpura-pura lebih lama lagi, kan? Bukankah dia memanggil ku sayang barusan? Ini sangat cepat, dia mengungkapkan sifat aslinya!'
Aurel memandang Kinan sebelum melirik ayahnya. Ekspresi di matanya sangat dingin.
Itu adalah hari yang cerah, tetapi entah bagaimana, ayah Aurel merasakan menggigil di sekujur tubuhnya. Seolah-olah seseorang telah menuangkan air dingin sedingin es di atas kepalanya.
"Jadi kenapa kamu di sini?"
Karena ayahnya sudah kehilangan kesabaran dan menunjukkan sifat aslinya, Aurel merasa dia tidak perlu bersikap sopan juga.