webnovel

Terjatuh Dalam Godaan

Mila mendekat dan mencium bibir Bara. Membuat laki laki itu membelalakan matanya. Ia tidak menyangka jika Mila akan berbuat seperti ini.

"Apa mungkin Mila juga punya perasaan yang sama kayak aku?" pikir Bara.

Mila melepaskan tautan bibirnya, tapi dengan segera Bara menyambarnya kembali. Seolah tidak ingin hal ini cepat berakhir. Dia bahagia setidaknya wanita yang ada di depannya sudah lebih dekat dengannya.

Salahkah jika kini ia menuntut hal lebih untuk bisa memiliki wanita itu seutuhnya? Mila menunduk malu setelah apa yang ia lakukan barusan. Setan apa yang sudah merasuki dirinya hingga ia berbuat demikian.

Mungkin karena kesepian? Dia seorang istri yang tidak pernah terjamah oleh suaminya mungkin wajar jika dia menginginkan sentuhan-sentuhan lembut dan romantis seperti ini. Hal yang mungkin bisa ia dapatkan dari Bara bukan dari Vian.

"Noona.." gumam Jaehyuk. Awalnya ia ingin melihat Mila yang belum juga keluar dari sana karena khawatir. Dia juga penasaran dengan apa yang terjadi antara Mila dan Bara.

Namun kini dia harus melihat pemandangan menjijikan seperti itu. Sungguh ia tidak habis pikir. Selama ini dia selalu menganggumi Mila dan menganggapnya seperti kakaknya sendiri. Tapi setelah kejadian ini mungkin hal itu tidak akan terjadi lagi.

Jaehyuk segera pergi dari tempat itu karena tidak ingin terlibat dengan perbuatan tidak benar mereka. Dia hanya akan berpura pura tidak tahu mengenai masalah ini. Namun setelah kejadian ini membuat dirinya ingin cepat menyelesaikan skripsinya dan kembali ke negaranya. Karena merasa sudah tidak betah jika harus bersama dengan orang-orang seperti mereka.

"Di mana Mila?" tanya Sinta saat Jaehyuk sudah kembali ke konternya.

"Gak tahu," jawabnya singkat.

"Aku kira tadi kamu mau memeriksa mereka?"

"Gak jadi." Karena tidak ingin mendengar pertanyaan lebih banyak lagi tentang Mila, akhirnya Jaehyuk pergi meninggalkan Sinta yang masih bingung.

"Kenapa dia jadi jutek begitu?" gumam Sinta tak mengerti.

***

"Tolong bawain moccacino es ke ruanganku ya," perintah Mila pada Jaehyuk, "Kayaknya aku harus mendinginkan isi kepalaku," gumamnya lalu masuk ke dalam ruangannya.

Tangannya ia letakkan di wajahnya karena tak kuasa menahan rasa malu. Sungguh Mila tidak mempunyai keberanian untuk bertemu lagi dengan lelaki itu. Tapi peristiwa tadi benar benar terus membayangi pikirannya saat ini. Dia tidak bisa melenyapkan sosok Bara dari ingatannya.

TOK TOK!

Terdengar bunyi pintu yang diketuk.

"Oh, masuk," ucap Mila dari dalam ruangannya.

Jaehyuk lalu masuk dengan membawa minuman yang diminta oleh Mila tadi. Dia masuk dan langsung menaruh gelas itu di meja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bahkan wajahnya tidak seperti biasanya yang selalu di hiasi dengan senyum manisnya.

"Makasih Jaehyuk," ucap Mila sambil tersenyum pada lelaki yang ada di depannya itu.

"Hmm," jawab Jaehyuk singkat. Lalu berniat keluar dari ruangan itu.

Namun Mila sepertinya menyadari perubahan sikap Jaehyuk. Biasanya dia akan banyak berbicara padanya. Bahkan dia akan bersikap sangat manis, tapi kenapa tiba tiba berubah jadi dingin seperti itu? Pikir Mila.

"Kamu lagi ada masalah Jaehyuk? Kayaknya kamu gak seperti biasanya," tanya Mila sehingga Jaehyuk menghentikan langkahnya.

"Gak ada," jawabnya singkat tanpa memutar tubuhnya untuk menatap Mila yang mengajaknya bicara.

"Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita sama aku. Bukannya kamu bilang, kamu udah anggap aku kayak kakak kamu sendiri? Mungkin aku bisa ngurangin beban kamu."

Kali ini Jaehyuk memutar tubuhnya dan menatap ke arah Mila.

"Urus aja masalah noona sendiri," kata Jaehyuk lalu keluar dari ruangan itu.

"Ada apa sama dia? Kenapa jadi berubah seperti itu?" gumam Mila tidak mengerti dengan perubahan sikap dari Jaehyuk. Tapi dia tidak mau ambil pusing.

***

Menjelang malam hari seperti biasanya Bara bersiap untuk live performancenya. Kali ini dia tidak sendiri sebab sudah ada band yang mengiringinya.

Mila keluar dari ruangannya sengaja karena ingin melihat langsung penampilan dari lelaki itu. Lelaki yang telah berhasil membuatnya menjadi gila. Gila karena sampai hati menghianati suaminya sendiri.

Mila menyeruput minumannya sambil terus menatap Bara yang sedang sibuk dengan kegiatannya.

"Jangan terus menatapnya seperti itu. Nanti kamu bisa jatuh cinta loh," ucap Sinta yang menangkap ekspresi wajah Mila yang tersenyum sendiri saat memperhatikan Bara di atas panggung.

"Uhuk! uhuk!" Mila tersedak minumannya setelah mendengar perkataan dari Sinta.

"Ih kenapa kamu jadi salah tingkah?"

"Gak!" sangkal Mila.

"Ya udah kalau gak." Sinta lalu meninggalkan Mila yang masih terpaku di sana.

Tak lama kemudian Jaehyuk lalu menghampiri Mila dan berdiri di sebelahnya.

"Boleh aku kasih nasihat ke noona?" tanyanya.

"Apa?"

"Kalau noona bermain api, berarti noona udah siap buat terbakar suatu saat nanti."

"Apa maksud kamu bilang hal itu ke aku?"

"Aku rasa noona tahu apa alasannya." Jaehyuk menoleh ke arah Mila dengan tatapan yang tidak biasa. Biasanya laki laki itu selalu menatapnya dengan lembut tapi kini sudah berubah.

Dan Mila belum mengetahui jika sebenarnya Jaehyuk sudah tahu dengan apa yang terjadi pada dirinya dan juga Bara.

***

Sementara itu di kantor.

Vian keluar dari ruang rapat. Hilda dengan tergesa menyusul langkah kaki lelaki itu. Menurut Hilda suatu keuntungan besar dia bisa menjadi tetangga dari bos nya itu. Mungkin mereka bisa lebih dekat dan Hilda mendapatkan pekerjaan yang enak di kantornya.

"Pak Vian!" panggil Hilda dari belakang membuat Vian menghentikan langkahnya. Begitu juga Arini yang saat itu berjalan bersamanya.

"Ada apa?"

"Gimana kalau nanti pak Vian dan bu Mila makan malam bersama di rumah saya. Rasanya belum pantas karena kemarin saya cuma menyediakan buah semangka buat keluarga pak Vian."

Vian berpikir sebentar. Tadinya ia memang akan mengajak Mila untuk makan di luar karena ia mendapat kabar jika istrinya itu mengalami luka bakar di tangannya. Jadi tidak mungkin jika dia harus memasak untuk makan malam mereka berdua.

"Hmm, boleh kalau kamu gak keberatan. Soalnya istri saya tangannya lagi terluka, jadi gak mungkin memasak buat kami berdua."

"Oh ya? Saya turut prihatin kalau begitu pak."

"Iya, dia bilang udah gak apa-apa kok."

"Ya udah kalau begitu saya tunggu di rumah jam tujuh malam ya pak."

"Hmm." Vian lalu melanjutkan perjalanannya kembali.

"Sejak kapan kamu akrab sama Hilda?" tanya Arini penasaran. Jujur dia tidak menyukai jika Vian dekat dengan wanita selain dirinya di kantor.

"Mungkin sejak dia pindah ke rumah yang ada di depanku."

"Apa? Dia pindah ke rumah yang ada di depanmu?" Arini mengulangi pernyataan dari Vian. Dan lelaki itu hanya mengangguk.

"Lebih baik kamu hati hati sama Hilda. Siapa tahu dia punya maksud lain sama kamu Vian," kata Arini yang merasa kesal.

"Kamu harus berhenti berprasangka buruk ke orang lain Arini. Dan berhenti mengkhawatirkan aku. Aku jadi merasa gak enak karena aku udah beristri," ucap Vian lalu meninggalkan Arini yang masih terdiam.

"Tapi aku gak bisa berhenti mengkhawatirkan kamu. Gimana ini?" gumam Arini sambil menatap punggung Vian yang semakin menjauh.