webnovel

Pandangan Yang Berbeda

Setelah menunggu Vian menyelesaikan urusannya mereka lalu kembali ke mobil.

"Aku harap kamu gak keberatan, kalau aku masih sering mengunjungi mendiang istriku," kata Vian saat dalam perjalanan.

"Tentu aja, aku gak keberatan kok," jawab Mila.

"Terima kasih,"

Kata terakhir yang Vian ucapkan sampai mereka tiba di tujuan selanjutnya.

Mila menatap kafe yang kini ada di depannya.

Dia heran kenapa Vian membawanya ke sana. Sepertinya kafe itu belum buka.

Karena sama sekali tidak ada orang di sana.

Vian lalu turun dari mobil dan diikuti oleh Mila.

Dia enggan menanyakan hal itu pada suaminya karena mungkin lelaki itu hanya akan menjawab dengan kalimat yang sama "Nanti kamu juga tahu".

Karena itu Mila lebih memilih diam dan menunggu apa yang akan dilakukan Vian selanjutnya.

"Bagaimana?" tanya Vian.

"Apanya?"

Mila balik bertanya karena tidak mengerti dengan pertanyaan suaminya itu.

Bagaimana dia bisa paham jika ia hanya menanyakan satu kata saja?

Sedangkan kata itu masih terdengar ambigu di telinga Mila.

"Bagaimana kafenya? Bagus kan?" tanya Vian lagi.

"Bagus, lalu kenapa jika bagus?"

Mila masih belum paham dengan maksud suaminya.

"Kamu menyukainya?" tanya Vian kembali.

"Iya aku suka. Lalu?"

Mila benar-benar tidak paham dengan maksud lelaki itu.

"Apa kamu gak ngerti juga dengan situasinya? Aku membelikan kafe ini buat kamu. Kenapa kamu terus bertanya lalu dan lalu??" tanya Vian kesal.

Mila memandang laki laki di depannya itu dengan wajah terkejut.

Bukan karena apa, melainkan itu tadi adalah kalimat terpanjang yang pernah Vian ucapkan padanya selama dia mengenalnya.

"Ternyata kamu bisa mengatakan kalimat sepanjang itu. Tapi apa katamu tadi? Kafe ini untukku? Hah?? Tapi kenapa? Kenapa kamu ingin memberikannya padaku?" tanya Mila tidak percaya.

"Ya udah kalau gak mau. Biar ku jual lagi," kata Vian setelah mendapat reaksi Mila yang tidak sesuai ekspektasinya.

"Ah jangan! Siapa bilang aku gak mau. Tentu saja aku mau," sewot Mila.

"Kalau begitu kamu bisa lihat-lihat dulu. Kalau ada yang gak kamu suka, kamu bilang padaku. Nanti akan ku ganti dengan yang baru,"

Mila mengangguk mengerti.

Dia mulai berkeliling isi kafe itu.

Semua yang ada di sana membuatnya kagum saat melihatnya.

"Wah,, ini besar sekali..wah,, kursi ini pasti mahal,, wah..." gumam Mila sambil terus berkeliling.

Vian hanya melihat Mila dari kejauhan.

Tanpa di sadari sudut bibirnya meyunggingkan sedikit senyuman.

Senyuman yang tidak pernah orang lain lihat lagi selama ini.

Untuk pertama kali dalam hidupnya dia tersenyum karena wanita lain setelah kepergian Delia.

Setelah selesai melihat-lihat Mila kembali lagi ke tempat Vian berada.

Sedangkan Vian saat melihat Mila mendekatinya, dia kembali mengatur ekspresinya agar tidak di lihat oleh istrinya itu.

"Benar-benar luar biasa. Aku sangat menyukainya. Terima kasih," ucap Mila saat sudah berdiri di depan suaminya itu.

"Kalau begitu, besok kamu sudah harus berhenti dari tempat kerjamu. Dan mulai jalankan kafe ini. Aku percayakan semua padamu," ungkap Vian.

"Iya baiklah. Besok setelah aku menyerahkan surat pengunduran diriku. Aku akan segera membuka lowongan untuk karyawan di kafe. Dan karena aku melihat panggung di sana, berarti aku juga harus mencari band atau penyanyi untuk hiburan di kafe ini. Wah aku sudah gak sabar," tutur Mila

"Kalau begitu sekarang kita cari tempat buat makan malam, baru setelah itu kita pulang," ucap Vian.

Setelah itu mereka pergi menuju restoran bintang empat untuk makan malam.

Ini kali pertama bagi Mila makan di tempat mewah seperti ini.

Dia akui setelah ia menikah dengan Vian kehidupannya memang berubah 180 derajat.

Dia tidak perlu memikirkan kesulitan keuangan sekarang.

Semua sudah pasti bisa Vian atasi.

Namun tetap saja, bukan itu alasan Mila mau menikah kontrak dengan Vian.

Dia menerima tawaran lelaki itu karena memang sebagai bentuk balas budinya karena ia telah menyelamatkan hidup ayahnya.

Tiba-tiba Mila memikirkan sebuah ide untuk ayahnya.

Bagaimana jika ia meminta suaminya untuk menaikkan jabatan ayahnya?

Itu tidak keterlaluan kan? Bagaimanapun juga ayahnya juga merupakan ayah Vian. Pikir Mila.

"Ehm, boleh aku minta tolong sesuatu padamu?" tanya Mila sedikit ragu-ragu.

"Minta tolong apa?" tanya Vian.

Tanganya masih sibuk memotong daging yang ada di piringnya.

"Mengenai ayah, apa kamu bisa memindahkannya ke bagian lain?" tanya Mila hati-hati.

"Ke bagian mana?" tanya Vian santai.

"Ke bagian yang lebih nyaman untuknya. Maksudku, hari ini aku melihat ayahku sangat kesulitan harus menjalankan perintah dari banyak orang sekaligus. Dan juga aku mendengar dengan telingaku sendiri, para karyawanmu bergunjing dan merendahkan ayah di belakangnya," ungkap Mila.

Vian menghentikan kegiatan tangannya.

Kali ini bisa menatap wanita yang duduk di depannya.

"Aku bisa saja melakukan hal itu. Tapi apa kamu sudah memikirkan dari sudut pandang ayahmu. Jika tiba-tiba ayahmu naik jabatan ke pekerjaan yang bukan bidangnya apa itu menjamin dia berhenti digunjingkan orang? Lalu apa ayahmu tidak akan kesulitan dengan pekerjaan yang tidak ia kuasai?"

Pertanyaan Vian membuat Mila tertegun.

Dia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya.

Dia hanya melihat dari sudut pandangnya bukan dari sudut pandang ayahnya.

Padahal ayahnya lah yang melakukan pekerjaan itu bukan dirinya.

Semua memang tampak menyedihkan di mata Mila.

Tapi melihat ayahnya yang bekerja begitu rajin tadi, Mila menjadi sadar jika ayahnya memang melakukan pekerjaan itu dengan hatinya.

Dia tampak menikmatinya dan tidak mengeluh sama sekali.

Mila jadi teringat jika selama ini ayahnya selalu dengan bangga menceritakan apa yang sedang dikerjakan oleh tim produksi saat ia sudah pulang ke rumah.

Dia sama sekali tidak mengeluh akan pekerjaannya.

Dan ia juga mengatakan jika dirinya bangga bisa menjadi bagian dari departemen produksi meskipun hanya berperan kecil di sana.

"Bagaimana? Apa kamu masih ingin ayah pindah ke bagian lain?" tanya Vian menyadarkan lamunan Mila.

"Sepertinya gak perlu, maaf aku belum memikirkan hal sejauh itu. Benar perkataanmu yang mengatakan aku hanya melihat dari sisiku bukan dari sisi ayahku. Maaf jika aku sudah lancang dan keterlaluan meminta hal ini padamu," ucap Mila menyesal.

"Gak apa-apa aku mengerti kekhawatiranmu akan ayahmu,"

Mereka kemudian melanjutkan makan malam mereka.

Dari luar Vian tampak biasa saja.

Namun setelah mendengar ungkapan dari Mila tadi, mau tidak mau dirinya jadi berpikir.

Siapa yang sudah berani menghina dan menggunjingkan ayah mertuanya itu?

Dia tidak keberatan jika dirinya yang mereka gunjingkan.

Namun saat mendengar perkataan Mila tadi dia sedikit tidak terima saat mereka mengatakan hal buruk tentang ayah mertuanya itu.

Karena Vian tidak memiliki keluarga lain lagi selain keluarga dari Mila saat ini.

Saat masih bersama Delia, Via n juga memperlakukan ibu mertuanya dengan baik.

Kini tidak ada salahnya jika ia memperlakukan hal yang sama juga pada ayah mertuanya.

Dia akan memikirkan kembali permintaan Mila nanti.