Beberapa menit kemudian, Sarah sudah keluar dari kamar mandi dan bersiap menuju tempat tidur yang sudah lebih dulu di isi oleh Endra.
"Kasih pembatas yang banyak di tengah-tengah, gue nggak mau kalau pas gue tidur nanti lo malah cari-cari kesempatan buat macem-macem sama gue," kata Sarah masih tidak bisa percaya sepenuhnya pada Endra.
Endra pun memberikan guling yang tadi dipeluknya untuk dijadikan pembatas seperti yang Sarah mau. "Sekarang udah kan?" kata Endra sambil menatap Sarah.
Sarah tidak berkata-kata lagi dan mulai merebahkan tubuhnya di sisi yang masih kosong. Sarah juga langsung membelakangi Endra.
"Siniin tangan kamu dong. Percuma juga kalau aku nggak megangin tangan kamu," kata Endra kemudian.
Sarah tidak bereaksi, dia tetap pada posisinya dalam membelakangi Endra. "Sarah?" panggil Endra menunggu.
Akhirnya Sarah bersedia juga memberikan satu tangannya pada Endra. Kemudian Endra langsung menggenggamnya erat-erat. "Ya sudah, sekarang kamu boleh lanjut tidur," ucap Endra setelahnya. "Oya, jangan lupa buat baca doa," peringat Endra kemudian.
Sarah diam saja tidak menanggapi ucapan Endra. Namun diam-diam, Sarah jadi tersenyum. Satu tangannya yang sedang digenggam Endra benar-benar membuatnya merasa nyaman. Sarah berharap dengan begini, dirinya tidak akan mengalami mimpi buruk yang selalu mengganggu malam-malamnya selama ini.
***
Endra merasa tidurnya begitu nyenyak saat dia mendengar suara azan berkumandang. Waktu shubuh rupanya sudah datang. Endra bersiap untuk bangun, namun kemudian ingat kalau tangannya masih berpegangan dengan Sarah.
Tiba-tiba saja Endra dibuat terkejut saat menyadari di mana tangannya berada. Matanya membulat sempurna tak bisa mempercayai penglihatannya itu.
Satu tangan Endra yang dipakainya untuk menggenggam tangan Sarah rupanya berada di atas dada Sarah. Pasti secara tidak sadar Sarah membawa tangannya ke atas dadanya sendiri. Sementara tangan Endra yang berada di bawah tangan Sarah yang secara tidak langsung jadi bersentuhan dengan dada Sarah benar-benar membuat Endra tak bisa berkutik.
Tentu saja Endra harus segera melepaskan tangannya sebelum Sarah sampai terbangun. Dia tidak tahu akan semarah apa Sarah nanti kalau sampai Sarah tahu di mana keberadaan tangan Endra sekarang.
Pelan sekali Endra berusaha menarik tangannya, namun rupanya tangan Sarah juga begitu erat menggenggamnya sehingga saat Endra masih berusaha melepaskan tangannya, tiba-tiba saja Sarah terjaga.
Endra tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya apalagi saat tatapannya masih tertuju pada tangannya yang masih berada di atas dada Sarah. Yang secara otomatis membuat Sarah ikut mengarahkan tatapan ke tempat di mana Endra mengarahkan pandangannya.
Tiba-tiba saja ...
"Aaaaaaaaaaaakkkkk!!!!" Sarah berteriak histeris saat mengetahui keberadaan tangan Endra yang lancang sekali menyentuh dadanya seperti itu.
Seketika saja Sarah langsung melemparkan tangan Endra dan segera bangun untuk kemudian menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Nggak, bu-bukan, ma-maksudku nggak seperti itu, sama sekali nggak seperti yang kamu pikirin." Endra dibuat panik dengan kesalahpahaman yang terjadi. Dia benar-benar bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Sarah yang sudah telanjur berprasangka buruk padanya.
"Keluar dari kamar gue sekarang juga. Cepet keluaaaaaaar!" perintah Sarah yang masih dibuat syok dengan apa yang baru saja terjadi.
Endra masih ingin membela diri, tapi Sarah juga tidak mau dengar dan makin waspada pada Endra. Akhirnya, Endra pun menyerah dan memutuskan turun dari ranjang dan beranjak meninggalkan kamar Sarah dengan perasaan tidak menentu.
***
Sepanjang pagi ini, Endra terus saja tampak murung. Sampai Asti yang akan membuat teh manis panas di pantry langsung terheran-heran melihat Endra sedang melamun dengan wajah yang tidak bersemangat.
"Lo kenapa? Masih pagi juga wajahnya udah gitu amat," sapa Asti sembari menyendokkan gula ke dalam cangkir.
Endra melirik ke arah Asti. Keberadaannya memang sedang duduk di pojokan sembari menatap kosong, setelah sebelumnya sempat menyelesaikan semua tugasnya di ruangan Sarah. Dan saat ini Endra sedang merenungi nasib sialnya gara-gara masalah tadi pagi.
Bahkan saat Endra akan berangkat ke kantor, Sarah melarangnya menggunakan mobil. Endra disuruh untuk menggunakan kendaraan umum, dan tidak perlu kembali ke rumah untuk menjemput Sarah, karena Sarah akan berangkat sendiri. Tentu saja, Sarah memberikan perintah itu melalui pesan yang dikirimkan kepada Endra, sama sekali tidak bersedia untuk bertemu langsung.
Sarah benar-benar marah atas kesalahpahaman yang terjadi tadi pagi. Hingga Endra merasa kalau masa depannya kini berubah semakin suram.
"Lo kenapa sih udah kayak orang yang mau dihukum mati aja," celetuk Asti asal.
Endra berdecak kesal mendengar suara Asti yang sama sekali tidak membantu permasalahannya.
"Makanya lo cerita dong ada apa? Kayaknya lo sama Bu Sarah udah mulai akur kan? Terus kenapa sekarang lo jadi gini? Beneran deh, lo udah kayak orang yang lagi nunggu hukuman mati tau."
Endra membuang napas panjang. Sepertinya benar ucapan Asti. Endra memang sedang menunggu hukuman dari Sarah atas perbuatan yang tidak sengaja dilakukannya itu.
"Ya udah lah, capek juga gue lama-lama ngomong sama orang yang nggak bernyawa."
Sialan! Memangnya Endra sudah mati apa?
Asti bodo amat meskipun tadi Endra sempat meliriknya tajam. Dia akhirnya meninggalkan Endra untuk tetap berada di ruangan pantry, sementara Asti kembali menuju ke area kerjanya setelah sempat membawa secangkir teh manis panas untuknya.
Saat ini, Sarah juga sudah ada di lantai bawah. Tapi Endra juga sudah mendapat pesan lanjutan yang menyatakan kalau dirinya ditugaskan untuk tetap berada di lantai dua saja. Membantu pekerjaan karyawan lainnya. Entah melakukan apa saja. Tak lupa juga Sarah mengakhiri pesannya dengan kalimat, 'GUE NGGAK BAKAL PERCAYA SAMA LO LAGI. DAN AWAS AJA KALAU NTAR MALEM LO BERANI NONGOLIN DIRI DI KAMAR GUE.'
Endra benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Padahal seharusnya hubungannya dengan Sarah sudah mulai berjalan baik. Tapi gara-gara insiden sialan itu justru semuanya jadi kacau lagi.
Dan lagi, kenapa Endra malah tidur sepulas itu sampai tidak sadar Sarah membawa tangannya ke atas dada Sarah seperti itu.
Endra menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukan waktunya untuk mengingat betapa empuknya dada Sarah saat tangannya menyentuh bagian itu. Yang perlu Endra pikirkan adalah bagaimana caranya meluruskan kesalahpahaman ini.
***
"Astaga Endra! Lo mending pulang aja deh kalau mau males-malesan kayak gini. Heran gue, udah dua jam tapi masih aja ngelamun nggak jelas gitu." semprot Asti yang kembali mendatanginya setelah beberapa jam lamanya Endra tak jua menampakkan diri.
"Tuh, tadi barusan gue dapet telepon dari perwakilan JK, kayaknya dia mau bahas soal kerja sama yang sempat batal itu deh. Lo buruan gih samperin Bu Sarah, kali aja Bu Sarah langsung disuruh cabut buat ngajak ketemuan langsung," kata Asti memberitahu.
Endra seolah baru tersadar dari kesuraman hidupnya. Mendengar perkataan Asti tadi, mungkin itu bisa dijadikan alasan buat Endra untuk mendatangi Sarah. Kalau benar Sarah harus pergi keluar, secara otomatis, dirinya juga wajib ikut. Dan Endra akan langsung meminta maaf saat itu juga.