Sejak awal Endra memang sudah tahu, betapa kecantikan Sarah mampu membuat siapapun yang melihatnya terpesona, layaknya seorang bidadari yang selalu menjadi dambaan para kaum adam. Endra tidak meragukan itu. Tapi hari ini, saat ibunya terus memaksa Endra untuk melihat penampilan Sarah setelah selesai dirias, Endra kembali dibuatnya takjub. Kebaya putih yang dipakai Sarah, dengan polesan make up minimalis dan tatanan rambut yang dicepol ke atas dengan bentuk lilit kepang. Lalu, sisi depannya diberi mahkota sulur benar-benar makin membuat kecantikan Sarah menguar kemana-mana. Endra sampai dibuatnya melongo.
"Tolong itu mulut dikondisikan yah, jangan melongo kayak kebo gitu," komentar ibu Endra telak. "Tadi aja masih sok-sokan malu, giliran sekarang udah kembali ke jati diri sebagai kucing garong."
Sial, Endra khilaf. Dia buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Kayaknya sekarang udah mulai sore ya, Bu?"
"Iya udah mulai sore, makanya kamu buruan ganti baju biar nggak malu-maluin disandingin sama Sarah."
"Ya udah, Bu. Ibu sama Sarah tungguin di depan aja, biar nanti Endra ganti baju sendiri."
"Lah iya dong kamu ganti baju sendiri, masa iya masih kayak bayi aja minta di pakein baju segala," jawab ibu Endra acuh tak acuh.
Endra melirik ke arah Sarah yang sedari tadi lebih banyak tertunduk. Endra tahu, selagi masih ada ibunya, Sarah akan bersikap layaknya putri malu yang tidak banyak tingkah. Dia tahu sekali, hanya saja yang Endra tidak tahu adalah suasana hati Sarah sekarang. Apakah nantinya Endra akan mendapat cacian atau justru cekikan karena hari ini keduanya akan disandingkan dan disaksikan oleh banyak orang. Tapi untungnya, Sarah dan ibu Endra bersedia berlalu dari kamar. Membiarkan Endra hanya ditemani sang penata rias.
Tak berapa lama kemudian, Endra sudah berhasil berganti baju. Dengan memakai jas berwarna cream, dipadukan kemeja berwarna putih dan celana senada dengan jas, juga dasi hitam dan hiasan bunga di sebelah kirinya, membuat Endra tampak begitu menawan. Penata rias yang masih berusaha merapikan setelan yang dipakai Endra juga ikut mematut penampilan Endra di depan cermin sembari berkata, "Kalian berdua emang serasi banget yah. Yang cewek cantik, yang cowok ganteng."
Endra tersenyum ramah mendapat pujian itu. Dia jadi ikut mematut dirinya di depan cermin. Melihat bayangan penampilannya yang tampak rapi. Ya, setidaknya dia merasa nyaman memakainya. Endra lantas keluar dari kamar, melangkahkan kaki menuju keluar. Sarah pasti sudah duduk di atas pelaminan lebih dulu. Baiklah, Endra akan menyusulnya.
Tapi tanpa Endra duga, begitu dirinya melewati pintu keluar, ternyata sudah semakin banyak orang yang datang. Dan yang paling membuat Endra canggung adalah para ibu yang berpapasan dengannya. Ada yang mencolek dagu Endra gemas, mencubit pipinya dan banyak juga yang memuji penampilan Endra yang begitu menawan.
"Pantesan dari dulu nggak mau sama gadis-gadis di kampung kita, eh nggak taunya dapet yang lebih cantik," kata seorang ibu-ibu pada Endra.
Endra hanya tersenyum menanggapi ucapan ibu-ibu itu, meskipun dirinya juga merasa tidak enak mendengar ucapan tadi.
"Iya bener, dari dulu juga anak saya naksir banget sama Endra lho, tapi Endra-nya malah nggak mau."
"Jangankan anak Bu Sari. Noh, anaknya Pak Jaya di kampung sebelah yang malah udah bangun pabrik di kota, Endra aja tetep nolak kok."
"Eh, nggak tau-nya dapet istri kota yang beneran cantik yah."
"Udah ah Ibu-Ibu, bukannya ngucapin selamat, malah kita ngegosip gini."
"Eh, iya juga ya, ya udah kalau gitu, selamat ya Endra."
"Iya, selamat ya, Ndra."
"Semoga cepet dikasih momongan."
"Iya, ya. Pengen tau ntar anaknya gimana, kalau bapak-ibunya sama-sama cakep gini."
Endra benar-benar terjebak dalam kerumunan ibu-ibu yang semakin tertarik melihatnya. Dan Endra tidak tahu bagaimana dia harus keluar dari sini. Sampai kemudian, telinganya mendengar sebuah panggilan panjang, "Endraaaaaaa ... buruan kesini!"
"Iya, Bu." Syukurlah. Akhirnya Endra punya alasan untuk terbebas dari para ibu yang asyik saja menggosipinya. Dia dari tadi hanya bisa tersenyum-senyum menanggapi celotehan para ibu yang entah bagaimana membuatnya menyesal.
Benar kata ibu-ibu tadi, Endra sudah banyak menolak para gadis yang bahkan terang-terangan menyatakan cinta padanya, hanya karena Endra menginginkan gadis impiannya yang berasal dari kota. Meski kini impian itu terwujud, tapi justru ia merasa terzalimi. Gadis idamannya ternyata tidak membuatnya bahagia sama sekali. Kalau saja bisa, Endra ingin kembali ke masa lalunya, dan menikah dengan gadis yang ada di kampungnya saja, yang terpenting dirinya bisa bahagia lahir dan batin.
Tapi berapa kali pun Endra menyesalinya, waktu tetap tidak akan berputar ke belakang. Dia sudah mengambil keputusan bodoh, jadi dia harus menanggung konsekuensinya. Kali ini, Endra bergegas menghampiri ibunya yang tadi sempat memanggil namanya.
Rupanya, ibunya juga sedang dikerumuni ibu-ibu lain yang tampak asyik mengucapkan selamat dan bergosip ria di atas pelaminan. Dengan Sarah yang juga berada di sekitar mereka.
Sarah tampak ramah dan terus saja menyunggingkan senyuman menanggapi ibu-ibu itu. Entahlah, Endra dibuatnya terheran-heran. Endra tahu, ibunya itu adalah ratu gosip di kampung ini. Tapi Sarah? Jangankan bergosip, berbicara benar saja seringkali mendapat omelan. Jadi melihat raut wajah Sarah yang tampak ceria menghadapi para ibu yang memuji dan menanyainya, tentu saja membuat Endra tak habis pikir. Sarah seperti orang yang memiliki kepribadian ganda.
"Nah, ini dia pengantin laki-lakinya dateng," sambut ibu Endra melihat kedatangan putra sulungnya. Endra kembali menampilkan senyuman ramah. "Ya udah, Ndra, sini buruan kamu berjajar di samping Sarah," perintah ibunya.
Endra menatap Sarah, dan ekspresi Sarah sama sekali tidak bisa Endra baca. Akhirnya Endra menuruti perintah ibunya. Dan tanpa Endra duga, tangan Sarah menggamit lengannya, dan membuat Endra teramat dekat dengan Sarah. Endra tentu saja dibuatnya grogi. Ini jarak terdekat yang pernah dibuat Sarah bersama dengannya.
"Serasi banget sih kalian berdua," komentar salah satu ibu-ibu yang ada diantara mereka.
"Iya dong, Endra kan pinter milih istri," balas ibu Endra sombong.
"Iya nih, yang satunya cantik, satunya lagi ganteng," timpal yang lainnya.
"Ya udah yuk, kita sekalian ambil foto dulu, rugi kalau nggak foto bareng pengantinnya," lanjut ibu Endra yang langsung disetujui ibu-ibu yang lain.
Akhirnya, Endra dan Sarah jadi model foto-foto para ibu anggota gosip yang diketuai ibu Endra. Belum lagi ibu-ibu yang bekerja di kebun teh, ibu-ibu arisan, juga ibu-ibu yang tergabung ke dalam perserikatan ibu rumah tangga di seluruh kampung. Benar-benar ramai sekali. Endra saja sampai dibuat kelelahan karena harus meladeni banyaknya ibu-ibu yang meminta foto dengannya dan Sarah. Bahkan bukan hanya foto berjajar biasa saja, tapi beberapa kali, ibu-ibu itu juga meminta Endra dan Sarah berpose yang lebih romantis, seperti saling berpegangan tangan, saling merangkul, bahkan yang lebih ekstrim lagi, ibu-ibu itu meminta Endra maupun Sarah bergantian mencium pipi. Dan ajaibnya, keduanya bersedia melakukan itu semua dengan tetap mengembangkan senyuman menawan.
Jangan tanya lagi bagaimana jantung Endra selama menanggapi berbagai permintaan penuh bahaya itu, karena dia sudah pasrah jika nanti Sarah akan menggantungnya di pohon beringin. Bayangkan, Endra bahkan sudah berpegangan tangan dengan Sarah, sudah menyentuh pinggang Sarah, dan yang paling ajaib Endra sudah mencium pipi Sarah. Sesuatu yang benar-benar menjadi pantangan terbesarnya.
Sampai sini gimana ceritanya? Semakin menarikkah? Tolong beri komentar dan review untuk cerita ini yah. Makasih.
- AdDina Khalim