webnovel

Buih Cinta di Bangku SMA

Cerita ini berawal dari persahabatan dua gadis cantik, Chika dan Mayang. Mereka bersahabat sejak masih sekolah dasar, hingga mereka beranjak dewasa. Awal perkenalan Chika dan Mayang terjadi di hari pertama mereka masuk sekolah dasar melalui pertukaran lauk bekal makanan. Sejak saat itu, pertemanan mereka begitu akrab. Semenjak duduk di bangku SMA, keduanya jarang bertemu. Dan, cerita ini dimulai ketika selepas UAS, Nilai mayang yang jeblok di sekolah menyebabkan dia harus ikut bimbingan belajar di sebuah bimbel. Di sana, dia bertemu dengan seorang pemuda berandalan yang tampan, tapi begitu buta terhadap cinta. Raymond nama cowok urakan itu. Pria itu begitu tampan, namun dia seolah tak mengenal cinta. Sejak kehadiran pria itu, Mayang dan Chika mengadakan pertaruhan. Siapa yang bisa membuat Raymond jatuh cinta, mereka akan mendapatkan hadiah. Jika tidak ada yang bisa, maka siapa yang akhirnya mencintai Raymond dinyatakan sebagai orang yang kalah. Chika yang memiliki koleksi topi import akan memberikan beberapa koleksi topi itu pada Mayang jika dia gagal menaklukkan Raymond, sedangkan jika Chika kalah, dia berikan beberapa boneka untuk Chika. Bagaimanakah kisah selanjutnya?” Pada siapa Raymond akan berlabuh? nb : Cerita fiksi ini di adaptasi dari kisah nyata yang pernah dialami penulis. Adapun nama karakter, instansi, serta tempat sengaja dirubah demi menjaga nama baik yang bersangkutan dan juga instansi terkait.

Akhmad_Fajar · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
63 Chs

Rasa Gengsi

Di tengah perjalanan ke lokasi bimbel, secara tak sengaja dia melihat Chika yang tengah berjalan bersama Dandy. Ketika dia berhenti di depan lampu merah, Raymond tak sengaja melihat Chika tengah bercanda dengan Dandy di sebuah angkot. Dalam hati, perasaannya begitu hancur, namun dengan cepat dia berusaha sadar.

"Ah, ngapain sih kok gue musti jealous ama dia? Toh gue bukan yang terbaik buat Chika," katanya dalam hati.

Raymond kembali fokus. Dan, ketika lampu berubah hijau, dia langsung memacu motornya. Namun, tanpa di ketahui Raymond, ternyata diam-diam Chika memperhatikan dari dalam angkot. Ada perasaan sedih ketika melihat Raymond yang benar-benar cuek.

"Jujur, gue ngerasa sakit hati melihat dia cuek. Tapi, apa kata dunia kalau gue tetap larut?" katanya dalam hati.

Sejenak, Dandy melihatnya terdiam. Dia menyentuh lembut pundak Chika. "Hei, kok tahu-tahu bengong sih? Bentar lagi kita sampai lho."

Chika langsung tersadar. Dia kembali tersenyum. "Oh, i—iya. Gue gak apa-apa kok."

Dandy kembali tersenyum. Dan, tak lama kemudian mereka sampai di sebuah toko buku. Setelah membayar tariff angkot, mereka berdua langsung masuk ke toko buku itu dan melihat-lihat buku yang hendak di beli. Di dalam, mereka bertemu Ferry.

"Chika?" sapanya dengan senyum ramah.

"Owh, Kak Ferry? Cari buku di sini juga?" kata Chika berbasa-basi.

"Uhm … Iya. Dan, dia?" balas Ferry sambil tersenyum memandangi Dandy.

"Oh, dia Dandy kak. Kita teman satu bimbel," balas Chika sambil memperkenalkan Dandy.

Ferry memandang Dandy dengan senyum ramah. Mereka sejenak saling berkenalan. Ferry tak lama di sana. Rupanya dia sudah mendapatkan buku yang dia cari. Ferry langsung berpamitan dan meninggalkan Chika dan Dandy.

Sementara itu, di lokasi bimbel, Raymond berusaha mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh. Dia begitu serius mendengarkan penjelasan mentor. Tak terasa, jam istirahat pun tiba. Raymond segera ke warung sebelah. Di sana, dia sempat terkejut ketika pundaknya di tepuk Uji.

"Eh, lo. Untung jantung gue kagak copot," katanya dengan nada terkejut.

Uji tertawa renyah. "Hahahah, sejak sang pangeran tak bersama permaisuri sering bengong. Lo masih mikirin Chika ya?"

Raymond hanya nyengir. "Yee, tebakan lo meleset. Kagak jadi dapat doorprize dari gue."

Uji tertawa lepas. Dia langsung memesan kopi dan duduk di depan Raymond.

"Hehehe. Gak apa-apa, Ray. Lo ceria sudah lebih dari doorprize. Btw, lo ada peningkatan di pelajaran nih. Tadi Pak Imam yang bilang," kata Uji.

Raymond keheranan. Dia kembali tertawa renyah sambil mencicipi kopi panas di depannya. "Peningkatan apa sih? Perasaan gue tetep aja paling bontot diantara kalian."

"Yeee, tapi kan tetap peningkatan. Gak perduli lo mau bontot atau gak, yang penting lo ada kemajuan," kata Uji menyemangati Raymond.

"Yah, gue hanya berusaha aja supaya bisa maju. Yang penting bukan maju terus tong sampah tetangga," balas Raymond sambil bercanda.

Mereka berdua kembali tertawa renyah. Dan, tak lama kemudian, tibalah minuman yang di pesan Uji. "Gue penasaran nih ama kopi favorit lo."

Uji langsung mencicipi kopi itu. Sejenak, wajahnya berkenyit karena rasa pahitnya, namun akhirnya dia kembali tersenyum.

"Enak juga lho. Serius," kata Uji sambil kembali mencicipi kopi itu.

Sambil meminum kopi itu, mereka berdua terlibat dalam sebuah percakapan ringan sambil menghabiskan waktu istirahat. Raymond tampak begitu ceria mendengar lelucon yang keluar dari mulut Uji. Tak terasa, jam istirahat sudah habis. Setelah selesai membayar, mereka langsung kembali ke kelas dan mulai mengikuti proses belajar mengajar.

Waktu terus berjalan. Ketika hari mulai petang, Chika yang baru saja tiba di rumah segera masuk dan berganti pakaian. Dia buka buku yang baru dia beli dan membacanya. Namun, tak lama kemudian dia tutup buku itu. dari kamarnya, dia pandangi halaman depan rumahnya.

"Ray. Kenapa lo beneran cuek ke gue? Apa karena gue terlalu keras marahin lo?" tanyanya dalam hati sambil terus memandangi halaman depan rumahnya.

Chika terus memandangi pagar depan rumahnya. Dia seolah berharap Raymond berhenti dan kembali mendatanginya. Namun, hingga hari makin malam, tak ada siapapun di sana. Chika tampak sedih. Di tengah lamunannya, Dandy tiba-tiba mengirim sebuah pesan. Chika mengambil hpnya, dan melihat notifikasi.

"Oh, Dandy," katanya dengan nada datar.

Chika membuka pesan itu dan membacanya. Entah mengapa dia tidak begitu antusias membacanya.

"Yah, kirain nanya apa, ternyata hanya tanya gue ngapain," keluhnya dalam hati.

Namun, dia langsung membalasnya. "Dandy, thanks lo bantu gue cari buku keren. Uhm, lo sendiri ngapain sekarang?"

Pesan itu kembali berbalas, "Gue baru aja ngerjain tugas bio. Gile abis, tugas banyak bener."

Chika kembali membalasnya, "Yah mau gemana, Dan. Namanya makin tahun makin gile aja tuh kurikulum. Tapi kalau gak di sempurnakan ya gemana juga sih."

Pesan kembali berbalas. Dari pesan seputar pelajaran, pesan itu terus merembet pada kegiatan sehari-hari. Mulai hobi, pengalaman lucu hingga masalah pribadi. Tak terasa, malam kian larut. Setelah beberapa jam mereka saling balas pesan, Chika yang merasa mengantuk mengakhirinya.

"Dandy, gue ngantuk berat. Gue mau tidur dulu ya," berikut isi pesan dari Chika.

Dandy membalas pesan itu, "Ok, Chik. Met mimpi indah, ya."

Chika membacanya sejenak, dan langsung menaruh hp itu di meja dekat tempat tidurnya. Sementara itu, Raymond tengah manggung café Bang Rojak. Dia berusaha bermain sebaik mungkin. Dan, setelah pukul 11 malam, aksinya selesai. Bang Rojak segera memberikan upah pada Raymond dan kawan-kawannya.

"Ray, lo beneran keren deh mainnya," kata Bang Rojak sambil memberikan sejumlah uang pada Raymond.

"Ah, Abang. Kalau Yusta dan lainnya gak kompak mana bisa gue main sebagus itu" jawabnya sambil tersenyum.

"Nah, Ray. Gue denger lo ada masalah ama gebetan ya?" tanya Romi tiba-tiba.

Raymond terkejut. "Ah, nggak. Kata siape, bro?"

Yusta dan Victor saling pandang sambil tersenyum.

"Udah, Ray. Kita udah tahu kok. Lo cerita-cerita dong kalau ada masalah," kata Victor dengan senyum dikulum.

"Eh, kalian ini ada-ada aja. Kagak, gue gak apa-apa kok," tukasya sambil berusaha menutupi permasalahannya.

Rinda yang selalu mendampingi Romi memandang Raymond. Dia pandangi wajahnya dengan serius. Sambil bergaya bak peramal, dia bercanda, "Kalau dari mukenye, nih cowok nyimpen masalah deh. Dan … sepertinya sudah level dewa."

Raymond terkejut. Wajahnya memerah menahan malu. Bang Rojak berceloteh sambil tersenyum memandangi Rinda, "Ya elah. Kayak main Mobile Legend aja deh lo."

"Iya nih, Bang. Ada-ada aja nih cewek," kata Raymond menimpali.

Yusta menepuk lembut pundak Raymond. "Ray, lo ceritain aja deh permasalahan lo, biar main lo lebih oke lagi. Ayo dong. Kita kan teman, itulah gunanya teman, Ray."

Sejenak, Raymond menghela nafas panjangnya. "Okelah kalau kalian mau tahu."

Di tengah café yang sepi, Raymond akhirnya menceritakan permasalahan yang menimpanya. Mereka semua mendengarkan cerita Raymond. Rupanya, Rinda begitu marah mendengarnya.

"jadi, perkara lo ngisep dia marah? ya elah, tuh cewek belagu banget sih?" katanya dengan nada marah.

"Say, kita jangan ikut campur. Mungkin, dianya memang begitu," kata Romi menenangkan Rinda.

"Gak bisa! Tenang, Ray. Besok gue bakal satroni tuh cewek. Keterlaluan dia," balas Rinda dengan nada marah.

"Uhm … Rinda. Baiknya … jangan deh. Biarkan saja dia. Toh, yang penting dia bahagia dengan cowok lain," kata Raymond berusaha mencegahnya.

Rinda diam sejenak. Dia menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Setelah merasa tenang, Rinda menepuk pundaknya.

"Ray, lo yang sabar ya. Kalau dia jodoh lo pasti dia kembali," katanya menenangkan Raymond.

Raymond kembali tersenyum. "Thanks, Rinda."

"Oke, lo lega kan? Udah nih, buruan kita pulang. Hari udah malam," ajak Yusta.

Raymond mengangguk. Mereka langsung berpamitan pada Bang Rojak dan langsung pulang ke rumah masing-masing.

Setelah sampai di rumahnya, Raymond langsung meletakkan tas sekolahnya dan mempersiapkan buku pelajaran untuk esok harinya. Sejenak, dia kerjakan sisa tugas sekolahnya sebelum tertidur. Ketika tengah mengerjakan tugas itu, dia kembali di kejutkan dengan suara di hpnya. Dia buka hp itu, dan alangkah terkejutnya dia ketika membaca sebuah pesan di what's apps nya.

"Chika?" katanya dalam hati.

Raymond membuka pesan dari Chika. dan, pesan itu ternyata baru saja tiba.

"Ray, maafkan gue yang terlalu mencampuri urusan lo. Gue coba ngelupain lo, tapi kenapa gagal? Dan jujur aja. Gue sakit ngeliatin lo cuekin gue di lampu merah tadi. Gue selalu mengharap lo muncul, tapi hanya rasa sakit yang muncul. Maafkan gue yang terlalu gengsi, Ray. Semoga lo mengerti."

Raymond hanya menggelengkan kepalanya ketika membaca pesan itu. Perasaannya sudah begitu sakit.

"Mending gue tidur aja. Lagian, ngebalas pesan dia juga gak bakal di balas," katanya dalam hati.

Raymond yang begitu lelah akhirnya langsung berbaring dan terlelap.