webnovel

BOUND BY PROMISE

Sepasang sahabat yang tidak pernah bermimpi akan menjadi pasangan kekasih. Mereka hanya percaya pada apa yang mereka jalani selama ini, termasuk hubungan dekat sebagai seorang teman. Rainold Faya adalah anak tunggal dari Fadly dan Raya. Laki-laki itu sering sekali menyangkal pertanyaan dari Papanya sendiri yang mengatakan tentang bagaimana perasaannya terhadap seorang gadis yang selalu bersamanya sedari kecil. Raina Martha adalah anak tunggal dari Amar dan Mitha. Gadis itu sudah memiliki kekasih yang begitu sangat posesif terhadapnya sehingga membuat mereka sering bertengkar dan sahabatnya selalu menjadi penengah diantara keduanya. Orang tua mereka adalah sepasang sahabat sedari kecil, sama halnya seperti Rai dan Rain. Entah bagaimana takdir mempermainkan keduanya, berawal dari sebuah perjanjian yang dibuat ketika masih berumur 5 tahun. Persahabatan mereka terikat oleh sebuah janji yang menjadi takdirnya suatu hari nanti. Keduanya tidak bisa menentang hal itu sehingga Rai dan Rain terbelenggu dalam sebuah perjodohan. Entah itu akan berakhir bahagia atau tidak, tanpa disadari bahwa perjodohan menyatukan mereka dan menjadi penentuan dari kisahnya. Lantas, bagaimana kehidupan mereka selanjutnya setelah menikah ? Art by Pinterest

giantystory · Urbain
Pas assez d’évaluations
280 Chs

MENJADI SEDIKIT MANIS

Sejak pelajaran pertama berlangsung hingga bel istirahat berbunyi, Rain tidak melihat keberadaan dari sahabatnya itu membuatnya menjadi bertanya-tanya. Pasalnya sejak tadi pagi pun ia tidak melihat lagi laki-laki itu dan berujung pergi bersama dengan kekasihnya yang sejujurnya dirinya begitu malas.

Gadis itu saat ini hanya terdiam melamun memikirkan Rai yang entah ke mana perginya. Biasanya sahabatnya tersebut akan langsung datang menemuinya seperti biasa dan mengajaknya pergi ke Kantin.

"Rain," panggil seseorang. Sedangkan gadis itu yang mendengarnya pun langsung mendongak dengan sumringah karena mengira bahwa yang baru saja memanggilnya adalah seseorang yang sedang ada di dalam pikirannya.

"Rai?!" sahut Rain yang saat ini langsung terdiam kaku melihat seseorang yang begitu dikenalinya itu sedang berdiri di ambang pintu dengan wajah datarnya itu. "E-eh, Vano."

Laki-laki itu saat ini sedang menatapnya dengan datar sehingga membuat Rain yang melihatnya pun langsung menggigit bibir bawahnya.

"Rai terus, aku Vano bukan Rai!"

"M-maaf Van," cicit gadis itu dengan rasa takutnya yang kembali menyerang ketika mengetahui bahwa kekasihnya akan kembali memarahinya. "Aku gak bermaksud kaya gitu."

"Gak bermaksud apanya? Justru kamu itu lagi mikirin dia terus 'kan seharian ini?"

Deg.

Rain sebenarnya ingin berkata 'iya', akan tetapi laki-laki tersebut saat ini benar-benar sedang dalam emosi yang tidak terkendali sehingga gadis itu memutuskan untuk membohonginya.

"Enggak kok, aku gak lagi mikirin dia sama sekali. Malah aku lagi bosen, soalnya gak ada temen yang mau ngajakkin aku pergi ke Kantin."

"Ya udah," ujar Vano yang kini sudah kembali meredakan emosinya itu. "Aku temenin kamu makan, ayo."

Kedua manik mata dari gadis itu pun kini menatap intens seorang laki-laki yang masih berdiri di hadapannya tersebut dengan senyum tipisnya. "Andai aja kamu kaya gini terus, mungkin aku bakal nyaman sama kamu," ujarnya dalam hati.

Sementara itu Vano yang melihat kekasihnya saat ini sedang menatapnya seperti itu pun membuatnya merasa gemas ingin menerkam bibir manis yang belum pernah dirasakannya sejak pertama berpacaran dengan gadis ini.

"Rain, jangan lihatin aku kaya gitu," peringat Vano yang membuat gadis di hadapannya itu pun tersadar dengan apa yang baru saja dilakukannya tersebut.

"Eh, maaf Vano."

Sungguh, Rain tidak bermaksud membuat kekasihnya itu merasa gugup sehingga membuatnya langsung menyunggingkan senyuman dengan terpaksa. Sedangkan Vano yang melihat hal tersebut pun mengusap puncak kepalanya dengan gemas.

"Kamu udah makan belum?" tanya Vano. "Aku pesenin ya."

Entah ada apa dengan laki-laki itu saat ini sehingga Rain benar-benar dibuat bingung dengan sikap kekasihnya yang begitu sangat berbeda hari ini.

"K-kamu beneran?" tanya Rain yang benar-benar tidak menyangka ketika mengetahui bahwa kekasihnya begitu berbeda sekarang. "Vano, aku aja deh yang pesenin, kamu 'kan ..."

Dilihatnya laki-laki itu yang saat ini menatapnya tajam yang membuat Rain langsung menciut kembali. Ternyata memang benar, kekasihnya itu tidak akan pernah berubah sama sekali.

Sementara Vano yang melihatnya pun langsung menghela nafas untuk meredakan emosinya yang sempat tidak terkontrol. "Aku pesenin yang biasa kamu makan aja deh, ya? Gak apa-apa 'kan?" tanyanya memastikan.

Rain mengangguk pelan, tidak lama kemudian merasakan sebuah usapan lembut di puncak kepalanya kembali yang membuatnya merasa lebih tenang dari sebelumnya.

"Maaf," ujar Vano pelan.

Setelah itu kekasihnya pun benar-benar pergi meninggalkannya seorang diri di sana. Kemudian berjalan menuju ke sebuah penjual makanan untuk memesan sesuatu yang disukai oleh gadisnya.

Dalam diamnya, saat ini Rain sedang memandangnya dengan berbagai pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.

"Kamu itu kenapa sih, Van?" ujarnya dalam hati.

Di sisi lain seseorang sedang berbincang dengan teman-temannya yang saat ini berada di Kantin. Jaraknya yang tidak jauh dari Rain membuat laki-laki itu menyadari bahwa sahabatnya tersebut sedang berada di tempat yang sama.

"Eh, Rai, itu bukannya si Rain ya?" tanya Denis yang merupakan teman sekelasnya. "Ngomong-ngomong kok lo tumben gak sama dia sekarang?"

Semua teman-temannya yang saat ini berada satu meja dengannya itu pun langsung memusatkan perhatiannya kepada Rai yang sedang memperhatikan gadis tersebut yang sedang menyendiri di sana.

"Kalau mau ke sana, ya samperinlah," celetuk salah satu temannya yang lain, bernama Samuel.

Hal itu membuat Rai langsung menghela nafasnya dan berkata, "Enggak ada apa-apa sih, gue cuma gak mau ganggu dunia dia sama cowoknya."

Pada akhirnya semua teman-teman sekelasnya itu pun langsung tertuju kepada Rain yang kini sedang sendirian, bertepatan dengan seorang laki-laki yang begitu dikenalinya itu baru saja datang bersama nampan yang dibawanya mendekati gadis itu.

"Lha, dia masih sama si Vano?" tanya Denis. "Gue pikir mereka udah ..."

Karena ucapan dari temannya itu pun Rai langsung memandang seseorang yang berada di sampingnya itu dengan kening yang berkerut. Sedangkan Denis mendapat sebuah cubitan kecil dari Samuel yang berada di sisi yang lain.

"Maksud lo apa bilang kaya gitu?" tanya laki-laki itu. "Lo gak lagi sembunyiin sesuatu 'kan dari gue? Awas aja kalau sampe lo tahu sesuatu dan gak bilang sama gue."

Semua orang yang berada satu meja dengan Rai pun langsung terdiam membisu, tidak ada yang berani membuka suaranya sama sekali dikarenakan mereka tahu bahwa laki-laki yang satu ini begitu sensitif jika membicarakan hal yang berkaitan dengan sahabatnya.

Kembali dengan membawa nampan yang berada dalam genggamannya tersebut, ia tersenyum kepada gadis cantik yang sudah memperhatikannya dari jauh itu lalu dirinya mendudukkan diri tepat di hadapannya setelah menyimpan pesanannua di atas meja.

"Nih, aku bawain nasi goreng kantin kesukaan kamu."

"Makasih Vano," ujar Rain dengan senyuman manisnya itu. "Dibawain ini aku jadi laper banget sekarang."

Vano terkekeh, "Emang iya?" tanyanya yang langsung diangguki oleh kekasihnya itu. "Ya udah kalau gitu makan," lanjutnya.

Akhirnya Rain pun menerima nasi goreng tersebut dan langsung memakannya dengan diam. Sedangkan Vano yang saat ini berada di hadapannya diam-diam tersenyum memperhatikan seorang gadis yang berada di hadapannya itu.

"Habisin makanannya ya, pelan-pelan juga nanti keselak," peringatnya.

Gadis itu yang mendengarnya pun langsung menghentikan kunyahannya sejenak sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Kenapa?" lanjutnya lagi yang membuat Rain langsung menggelengkan kepalanya dengan mulut yang penuh. Hal tersebut membuat Vano ingin mengabadikan momennya secara diam-diam sehingga membuat laki-laki itu bisa mengenangnya kapan saja.

Sudah berbagai posisi Vano lakukan untuk mengabadikan gadis itu hingga di mana laki-laki tersebut menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya dengan wajah datar ketika sedang melihat hasilnya.

Kemudian ia pun langsung mengedarkan pandangannya dan mendapati seseorang yang duduk tidak jauh dari dirinya yang saat ini sedang menatapnya dengan tajam.

Vano tahu bahwa Rai sedang mengingatkannya untuk tidak menyakiti sahabatnya itu yang merupakan kekasihnya.