"Ikut aku," kata Azazel. Dia keluar dari kamar, membiarkan pintu tetap terbuka. Dia pergi tanpa menunggu Nana. Meskipun begitu, Nana tak lagi marah kepadanya, dikarenakan gadis remaja sangat lapar. Tak ada lagi energi yang tersisa untuk marah terhadap sang Iblis.
Nana dengan patuh mengikuti jejak Azazel sembari memegangi perutnya yang terus berbunyi. Apalagi terakhir kali dia makan adalah di pagi hari sebelum berangkat. Juga tepat sebelum maut menjemput.
Seharusnya aku meminta makanan kepada Malaikat itu saat berada di Balai Penghakiman Surga dan Neraka ... aku benar-benar sangat lapar sekarang. Apakah di dalam mansion tua ini tidak ada makanan sama sekali? pikir Nana.
"Aku akan membawamu ke suatu tempat." Azazel yang berjalan dan menghilang lebih dulu malah berada di belakang Nana sekarang. Nana sedikit gugup karena dia dan Azazel baru saja berkenalan tak lebih dari satu hari. Selain itu, mansion yang mereka tempati bagai mansion berhantu karena tak berpenghuni. "Kau tak perlu takut. Aku memberimu sebuah permen untuk menerjemahkan bahasa yang kau dengar menjadi bahasa yang biasa kau dengar. Kemudian, menerjemahkan ucapan yang keluar dari bibir manis itu di ke dalam bahasa orang-orang yang hidup di Prancis Kuno pada Abad Pertengahan."
Akhirnya Nana mendapatkan jawaban yang diinginkannya. Walau begitu, saat menjelaskan pun wajah Azazel sangat dingin. Lebih dingin dari Kutub Utara.
"Kamu kira dirimu adalah Doraemon? Dasar ...!" Nana menggembungkan pipinya. Itu terlihat lucu di mata Azazel, tapi tetap tidak bisa membuatnya tersenyum atau tertawa. Iblis itu hanya tertarik, tidak lebih.
"Aku pikir Iblis itu murah tertawa, walau hanya dalam kepalsuan. Tapi, kamu malah terlihat sangat serius. Sangat membosankan ...," kata Nana. Dan, Azazel tidak mengindahkan perkataan itu.
Nana dan Azazel keluar dari dalam mansion. Sebuah kereta kuda telah menunggu mereka di depan gerbang mansion. Seorang kusir melompat turun dan membungkukkan badan. "Duke and Duchess of Fleur? Kalian pasti adalah pemimpin baru di sini," katanya dengan sopan.
Nana tidak mengerti tentang apa yang terjadi di sana. Namun dia bisa mengetahui dari raut wajah Azazel yang berkata bahwa dia akan menjelaskannya ketika kereta kuda sudah bergerak.
Si kusir membuka pintu kereta untuk Nana dan Azazel. Mereka berdua masuk ke dalam dan pintu pun ditutup. Kusir melompat naik ke atas kereta. Dia memacu kereta kuda itu pergi meninggalkan mansion. Dia tentu saja sudah mengetahui tempat apa yang harus dikunjungi pertama kali.
"Duke and Duchess of Fleur, mereka adalah bangsawan yang dipenggal kepalanya oleh Kekaisaran Versailles karena melakukan tindakan yang dapat membahayakan Prancis," kata Azazel. "Hukuman penggal mereka dilaksanakan tadi malam. Itu sebabnya aku tidak ingin kau pergi kemana-mana. Kau adalah tipe yang tidak bisa mendengarkan orang lain jika kelaparan merasuk ke dalam dirimu."
"Versailles dan hukuman penggal, ya ...?" Nana menyingkap sedikit kain yang menutup jendela kaca kereta kuda. "Marie Antoinette, Ratu terburuk dalam sejarah. Jika saja dia bermurah hati dan memberikan sedikit makanan kepada rakyatnya, rezim revolusi tidak perlu ada. Dia dan suaminya akan selamat dari hukuman penggal. Ironis sekali hidup manusia itu."
Nana menurunkan kembali kain jendela kereta. "Tidak perlu dipikirkan. Aku hanya berbicara kepada diriku sendiri. Lagipula, ini adalah Prancis kuno di tahun 1201. Cerita Revolusi Prancis dimulai pada tahun 1789, dimulai dari pertemuan Etats-Généraux."
"Tentu saja aku tahu. Kau kira aku adalah Iblis yang tidak pernah membaca sejarah manusia?" Azazel menatap tajam tepat ke dalam netra coklat gelap Nana. Namun dia tidak bisa menemukan dimana sarang yang menyembunyikan ketakutan si gadis remaja.
"Kamu bahkan lebih sensitif daripada seorang gadis," kata Nana sambil melipat kedua tangannya dan menggembungkan pipinya. Dia melemparkan pandangan ke arah lain.
Cacing-cacing di perut Nana meronta. Gemuruh yang diciptakan oleh perutnya terdengar jelas sampai ke telinga Azazel. Iblis itu tidak peduli sama sekali.
Nana menggeram kecil. Rasanya maag-ku akan kambuh ... sakit sekali ...! Dia memegangi perutnya dan meringkuk bagai udang. Maag-nya kambuh karena tidak makan seharian. Dia menyalahkan dan merutuki Azazel karena tidak memberinya makan sama sekali. Kereta kuda yang bergoyang-goyang memperburuk keadaannya. Selain sakit perut, dia juga merasakan mual yang tidak tertahankan.
Azazel menyentuh tangan Nana, yang langsung ditepis oleh gadis remaja itu. Nana menatap marah ke arah Azazel karena sudah berani menyentuhnya padahal dia lah yang menyebabkan rasa sakit itu padanya.
Nana menggigit bibir bawahnya sendiri hingga tak sadar kalau dia melukai dirinya sendiri. Azazel yang tidak tahan dengan keadaan Nana pun langsung bertanya ke Kusir, "Apakah Restaurant du matin masih jauh, Eduardo?"
Nama Kusir itu adalah Eduardo. Mulai sekarang, dia akan menjadi kusir pribadi Nana dan Azazel yang menyandang gelar Duke and Duchess of Fleur yang baru.
"Tinggal berbelok di pertigaan saja kita sudah akan sampai, Yang Mulia," jawab Eduardo.
Karena kondisi Nana yang sudah parah dengan sakit di perutnya yang tidak tertahankan, Azazel terpaksa mengeluarkan sebuah ramuan. Namun Nana tidak bisa diajak kompromi. Dia terus bergerak acak, tidak ingin meminum ramuan yang akan diberikan oleh Azazel untuknya.
Azazel berdecak kesal dan meminum ramuan itu. Dia menahan tubuh Nana, mencengkram kepalanya agar berhenti bergerak. Sang Iblis meminumkan ramuan itu dari mulutnya ke dalam mulut Nana.
Nana tidak ada pilihan lain selain meminum dan menelan ramuan yang diberikan oleh Azazel melalui sebuah ciuman.
Tepat saat Azazel melepaskan ciumannya dari Nana, kereta kuda pun ikut berhenti. Azazel bisa melihat wajah Nana yang merona, semerah tomat matang. Dia menjilati darah segar Nana yang tersisa di sudut bibirnya. Pintu kereta terbuka. Eduardo membungkuk dengan sopan mempersilahkan Nana dan Azazel untuk keluar. Mereka sudah sampai di Restaurant du matin. Sakit di perut Nana juga sudah hilang. Efek dari ramuan yang diberikan oleh Azazel.
Azazel yang sudah turun lebih dulu dari kereta mengulurkan tangannya kepada Nana untuk membantu gadis remaja turun. Namun Nana mengabaikan uluran tangan Azazel karena marah dengan sang Iblis. Nana mengusap bibirnya menggunakan sapu tangan untuk menghapus eksistensi ciuman Azazel dari sana.
My first kiss! Ciuman pertamaku sudah hilang ditelan waktu ..., pikir Nana. Memikirkannya sudah membuatnya sakit kepala, apalagi saat itu dia benar-benar mengalaminya, kehilangan first kiss-nya yang ingin dipersembahkan saat hari pernikahannya—yang entah kapan digelar—tiba.
"Terima kasih." Nana tersenyum manis kepada Azazel. Azazel tahu senyuman itu adalah senyuman yang amat menyeramkan. Namun yang dilakukannya adalah demi Nana.
Nana mengalihkan pandangannya ke arah Eduardo. "Aku harus mengenalimu seperti apa, Monsieur—Tuan?"
Eduardo sedikit kaget. Dia membungkuk dengan sopan dan berkata, "Maafkan kelancangan saya, Mademoiselle—Nona. Perkenalkan, nama saya Eduardo."