Saat itu, Apo menyumpah-nyumpah di depan Mile. Dia juga melakukan usaha gampar meski mendapatkan kegagalan. Tapi di apartemen alis bertautnya hilang. Apo yang kasar itu hanya tampilan luarnya. Dia ambruk di ranjang dan menutup mata dengan lengan, tampak menyesali keisengan beberapa hari terakhir. "Gila, aku tak mau hubungan resmi," katanya. "Awas saja kau merecoki hidupku, dasar orang kaya sombong."
Apo yang sopan di depan Abby juga hilang. Tersisa dia yang hanya peduli ego, lalu menelpon seorang teman. "Halo, Flo," katanya. "Bisa aku meminta bantuan? Kubayar setengah harga motor incaranmu lengkap dengan bayar pajaknya nanti."
***
Flo Erdenick Prajustrongbert. Asli Thailand tapi memang orangtuanya kerja di daratan barat. Setiap anak dalam keluarganya dinamai dengan sentuhan Eropa, apalagi kediaman tiap anggota keluarga terpisah-pisah.
Dia tampan. Hidup mandiri dan mengenal Apo dari jaman kuliah, tapi hubungan masih baik meski sudah hidup terpencar. Alasannya satu: mereka tahu kapan saling menguntungkan. "Oke, jadi? Ada Tuan Muda yang mengejarmu? Bagus lah. Dia juga kaya raya. Tinggal buka kaki saja untuknya setiap hari."
PLAKH!
"Kau gila?"
Flo malah tertawa-tawa saat digeplak Apo malam itu. Sebenarnya Flo ini juga bukan teman sembarang teman. Dia kadang main seks dengan Apo, gantian atas dan bawah. Tapi hanya sekedar itu. Mereka tahu kapan harus memiliki batasan, dan melangkah dalam kehidupan masing-masing. Tidak ada rasa khusus, kecuali saling peduli, bahkan Apo pernah disiram jus buah musuh Flo demi membela lelaki itu. Karenanya, permintaan Apo kali ini bukan masalah yang besar.
Menjadi pacar bohongan Apo? Flo fair-fair saja bahkan untuk seks di depan Mile--ralat. Lebih tepatnya membuat potongan video seks beberapa detik untuk dikirimkan ke bungsu Romsaithong.
Sekalian enak-enak kan pada malamnya? Ha ha ha. Stress!! Menghancurkan perasaan Mile harusnya memang semudah ini.
[Memang paling enak makan penis teman. HA HA HA! FUCK YOU!]
[Video seks 69 selama 7 detik diputar]
DEG
Dengan bola mata yang melebar, Mile sampai nyaris melempar ponselnya ke lantai. "Shit!" desisnya pelan sampai sang asisten menoleh.
"Tuan Direktur? Ada apa?"
Ya, Mile memang dijadikan Direktur Pemasaran sementara waktu. Ayahnya belum turun takhta sehingga Mile bertugas di bawah pimpinan. Maka dia tidak diperbolehkan kacau apalagi baru masuk.
"Ah, tidak ada. Bukan masalah," kata Mile yang segera mengunci kembali layar ponselnya. Padahal dia berharap chat Apo lumayan berarti, tapi sepertinya itu sudah cukup berlebihan. "Hanya ada kabar kucingku sakit. Maaf membuatmu cemas."
"Ah, kucing?" tanya si asisten bernama Jea. Wanita itu pun langsung khawatir, sebab dia juga pecinta kucing. "Jadi Anda pelihara kucing juga? Kupikir seseorang yang OCD tidak suka binatang ...." Mile hanya tersenyum segan mendengarnya. "Ah, maaf. Bukannya bermaksud menyinggung itu. Tapi, Tuan. Memang kucingnya lagi sakit apa? Saya bisa sarankan obatnya kalau Anda mau."
"Oh, tidak usah. Tidak perlu. Sudah ditangani kok oleh Nanny-nya," kata Mile beralibi. "Dia cantik tapi bukan sakit badan."
"Eh?" bingung Jea.
"Hanya agak bermasalah di sini ...." kata Mile sambil mengetuk pelipis kirinya.
Meski masih agak bingung, Jea pun mengendalikan ekspresinya. "Oh, oke, baik," katanya lantas tersenyum manis. "Kalau begitu semoga cepat sembuh kucingnya. Saya benar-benar berdo'a."
"Ya, ya. Terima kasih."
Mile pun menghela napas setelah Jea keluar. Dia memijit kening dan memutar video itu sekali lagi, dimana Apo menampakkan wajah binal dan penuh hasrat karena analnya dijilati. "Ahh! Annh ...." desahnya.
Mile tidak mau fokus kepada Flo karena bukan lelaki tampan itu yang dia pedulikan. Mile hanya ingin merekam wajah Apo dengan video sama panjangnya, maka tinggal kapan-kapan direalisasikan saja.
Usai seks, Apo dan Flo masih berciuman dengan candaan beberapa kali. Mereka berguling-guling setelah saling menusuk, lalu mandi dan makan malam. Tidak ada yang aneh kecuali Flo yang mendadak bilang, "Po, seks-nya terlalu enak. Ha ha ha. Kapan terakhir kali kita begini sih? Lupa. Beberapa bulan lalu. Jadi abaikan saja soal setengah harga motornya. Aku puas."
Apo pun terkekeh-kekeh di depannya sambil menggigit pizza. "Aku tahu skill-ku sudah bertambah. Kau pikir pinggangmu saja yang perkasa? Aku juga workout sering beberapa bulan ini."
"Hohoho," kata Flo. "Jadi bisa menunggangi si Tuan Muda dong kapan-kapan?"
"Uhuk!"
Flo pun tertawa keras karena Apo sepertinya sangat sensitif dengan Mile. Bukannya membantu total, tapi malah menggodai. Flo agaknya butuh ditoyor penis kalau mulutnya sampai bicara asal lagi.
"Bukan! Tidak akan!" kata Apo. "Dia itu egois meski caranya halus. Kutanya mau switch atau tidak jawabnya bisa tapi tetep inginkan bot total. Cih ... siapa juga yang mau jadi bottom-nya? Maaf saja ya. Aku juga lelaki besar dan panjang!" katanya sambil menggebuk dada sendiri.
Namun, baru saja Flo akan tertawa lagi, tiba-tiba bel pintu apartemen mereka dipencet.
Ting tung!
Oke?
Ting-Tung!
Ting-Tung!
Ting-Tung!
BRENGSEK! Siapa sih yang menganggu malam-malam begini?! Apo kan mau tidur pelukan dengan Flo sampai pagi! Tidak tahu apa Apo sudah sengaja tidak keluar?
CKLEK!
"Siapa--"
"Aku, kenapa?" Wajah Mile muncul di balik pintu.
Jantung Apo seketika heboh, tapi dia mau menutup pintu malah diganjal kakinya Mile.
"Minggir! Minggir! Minggir!" kata Apo. Flo bahkan sampai ikutan keluar, tapi kerah lelaki itulah yang dijambak Mile hingga terhempas sebelum sang bungsu masuk ke dalam.
"Arrrgh! Brengsek!" maki Flo. Sayang keluhannya malah disambut bantingan pintu.
BRAKH!!
"Kau yang harusnya minggir dari milikku," kata Mile sambil melonggarkan dasinya. Sekonyong-konyong dia mendekati Apo yang tampak sedikit panik, apalagi baru kali ini Mile melihat sosoknya yang menggunakan piama kucing--
DEG
"Tunggu, Mile--"
"Mau membuat video kotor?" sela Mile sambil menggoyangkan ponselnya. "Aku benar-benar tidak keberatan ...."