webnovel

5.Rania adalah Mai

"Mairania Zulfa Haq, aku biasa memanggilnya Maira. "

Tak lain tak bukan, perempuan berhijab biru tua yang disebut Ayahnya Rania adalah Mai. Seorang gadis kecil yang telah menjelma menjadi perempuan dewasa yang cantik. Pantas saja Alan merasa wajah Rania terlihat tak asing di matanya. Waktu hampir sepuluh tahun ini benar-benar telah mengubahnya menjadi sosok yang lebih ramah,meski kesederhanaan tetap melekat dalam diri gadis itu. Kebahagiaan Alan membuncah.Sungguh takdir Tuhan sangat luar biasa.

"Alaan,kau masih mendengarku? " teriakan Sabrina mengembalikan kesadaran Alan.

"I... iya Bri,aku masih mendengarmu."

"Sekarang tolong jawab pertanyaanku tadi, darimana kamu dapat foto itu? "

"Foto itu adalah profil dari kontaknya Rania, ehm maksud aku Maira. "Alan meralat ucapannya.

" Jadi benar, sekarang kamu masih berhubungan dengannya, hah? "

"Sebenarnya aku tak pernah menyadari kalau keduanya adalah seseorang yang sama,saat ini aku mengenalnya dengan nama Rania. "Sabrina kembali tertawa, bahkan lebih kencang sampai-sampai Alan menjauhkan ponsel dari telinganya.

" Hei, diamlah... aku benar-benar tak menyadari hal itu, jangan kau tertawakan aku, "pinta Alan.

" Dasar bodoh, hahaha... "Sabrina masih terus tertawa keras.

" Bri, aku bosan dengan tawamu yang terdengar mengejek ketidaktahuanku... Berhentilah tertawa! "

"Aku baru tau Alan, ternyata kamu menggemaskan, coba aja kita deket, aku pasti sudah mencubit kedua pipimu dan menarik telingamu. "

"Dasar cewek sadis, " jawab Alan.

"Yaudah Bri, terimakasih sekali atas informasinya... kamu memang temanku yang sadis dan menyebalkan karena tertawa senang atas kebodohanku. "

Belum sempat Sabrina menjawab, Alan langsung memutus obrolan.

pov. Alan

flashback sembilan tahun yang lalu

Mai, pertama aku melihatnya dia sedang jalan terburu-buru, wajahnya manis, matanya bulat dengan rambut yang dipotong pendek sepundak.

"Mai, apa kau tak tau ini sudah terlambat? " tanya seorang yang membuka kaca mobilnya, mungkin dia teman sekelas Mai. Dari situ aku tau namanya Mai, hanya sebatas Mai saja. Temannya itu pun memberikan tumpangan, dan mobilnya berlalu dari hadapanku. Saat itu aku sedang menunggu Angga yang sedang membeli minuman di kantin. Mata pelajaran jam pertamaku olahraga dan kami semua diminta jalan santai mengelilingi gedung sekolah.

Hari-hari berikutnya aku selalu menyempatkan untuk menunggu dia lewat. Karena aku dan Angga tak pernah terpisahkan waktu itu, Angga jadi tau. Awalnya Angga hanya sering membersamai aku yang sedang jatuh cinta dan lama-lama aku bisa lihat kalau dirinya juga punya perasaan yang sama denganku.

"Apa kau juga menyukai Mai seperti aku? " tanyaku pada suatu siang padanya.

"Bagaimanapun aku menyembunyikan perasaan ini, aku tau kau akan mengetahuinya. Maka aku akui itu. Kita menyukai gadis yang sama Lan. "

"Meski kau tau aku tak mungkin melepaskan gadis itu? "

"Seperti yang kau bilang, aku juga tak akan mengalah sebelum gadis itu benar-benar mengakui dia memilihmu daripada aku, " Angga terlihat serius dengan ucapannya.

"Lalu apa yang akan terjadi pada persahabatan kita yang telah terjalin selama ini? Haruskah berakhir karena perempuan seperti yang banyak terjadi? "

"Sampai kapanpun selama kamu masih mau,aku akan jadi sahabatmu. Untuk urusan Mai, kita akan bersaing secara transparan. "

"Bisakah seperti itu? " aku sebenarnya ragu dengan pendapat Angga.

"Kita yang menjalani, kenapa tidak bisa? "

Jawaban Angga membuatku mengangguk mantap. Deal. Kami akan bersaing secara sehat.

Setelah hari itu, kami selalu bersama-sama menunggu Mai melewati jalan di depan sekolah. Begitu Mai lewat, kami bersemangat menggodanya dengan sapaan-sapaan khas anak SMP saat itu. Bahkan beberapa dari teman kami menganggap aku dan Angga sangat konyol. Pasalnya kami pernah kena hukuman karena menunggu Mai, tapi kemungkinan Mai nggak lewat hari itu. Kami masuk kelas terlambat, dan hukuman yang kami terima adalah membersihkan kamar mandi sepulang sekolah. Sungguh pengalaman yang membuatku tersenyum sendiri ketika mengingatnya.

Sampai akhirnya aku dan Angga dinyatakan lulus dari sekolah itu, kami belum juga mengetahui apapun tentang Mai. Hingga saat ini kisah cinta yang belum bersambut itu masih kusimpan. Persaingan antara Angga dan aku juga belum mendapatkan jawaban.

flashback end.

Alan terus memandangi foto Rania alias Mai bersama Sabrina. Mai dulu belum memakai hijab, mungkin itu yang membuat Mai nampak berbeda dengan Rania meski mereka satu wajah.

"Apa yang harus aku lakukan untuk mengawali hubungan ini? Bertanya kabar, berbasa-basi, atau aku akan langsung menikahinya seperti kemauan Ayah? Tapi apa Rania bersedia menikah denganku? Sepertinya akan sulit, terbukti dirinya tak pernah mengirim pesan padaku meski sudah tau nomorku. Apa dia marah padaku karena aku sempat menuduhnya akan menikah dengan Ayah? Apa yang harus aku lakukan sekarang, sudah jelas Mai-ku di depan mata, tapi kenapa aku malah bingung seperti ini? "banyak pertanyaan dalam hati Alan. Tingkahnya jadi aneh, dari tadi Alan mondar-mandir dalam kamarnya tak jelas dan sesekali duduk di kasur, memukuli bantal seperti sedang merasa gemas dan bangkit lagi. Jatuh cinta memang membuat orang kehilangan kewarasan. Senyum-senyum sendiri, kadang juga bergumam tak jelas.

"Alan, apa kau masih tidur, apa kau sakit? " panggilan dari Eyang membuatnya kaget.

"Tidak Eyang, Alan baik-baik saja, " jawabnya sambil membuka pintu.

"Apa kau tak ke kandang hari ini? "

"Aku akan pergi Eyang. "

"Sepertinya kau bangun kesiangan, kenapa? " tanya Eyang.

"Iya Eyang, aku bangun kesiangan. Semalam aku tak bisa tidur. Mungkin karena itu... "

"Ya sudah, sarapan dulu sana, habis itu langsung ke kandang. Eyang harap kau tak lupa hari ini ada ternak yang harus keluar untuk dijual, " pesan Eyang sebelum berlalu dari hadapan Alan.

"Kenapa aku jadi seperti ini?" batin Alan yang sudah duduk menghadap meja makan.

Hari ini cukup melelahkan bagi Alan.Ternak yang harus dikeluarkan berjumlah seribu ekor, dari jumlah yang sudah disiapkan masih ada kekurangan seratus dua puluh tiga ekor. Maka dari itu Alan dan beberapa pekerja mencarikan kekurangan dengan jumlah tersebut. Pembeli harus menunggu sekitar dua jam. Beruntung peternakan milik Eyangnya Alan ini cukup besar, jadi masih ada stok yang bisa diambil dari hasil panen berikutnya. Masih lebih muda umurnya, tapi bobotnya sudah memenuhi.

Pulang dari kandang,Alan berencana membersihkan diri meski tadi sempat mandi dulu sebelum pulang. Di rumah, Alan mandi lagi dan memakai air hangat yang direbusnya sendiri. Hari ini dirinya sibuk sekali, ponselnya juga masih tersimpan dalam tas seperti saat Alan berangkat.

Setelah memasuki kamarnya, Alan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, tapi ia bangkit lagi mencari tas karena seharian ini ia telah melupakan benda pintar berbentuk persegi panjang tipis itu. Saat mendapatkannya, Alan langsung membuka kontak Rania untuk melihat foto profilnya. Masih sama dengan yang kemarin. Kerudung warna tulang yang menutupi kepala, senyuman manisnya. Alan tersenyum sendiri.

Di saat yang bersamaan, Angga mengirim foto undangan pernikahan untuknya.

"Apa aku harus memberitahu Angga tentang Rania yang ternyata adalah Mai? " tanya Alan dalam hatinya.