webnovel

-47-

Sinta berjalan dari halte menuju tempat kos Bima. Di hari Senin sepagi ini, Sinta telah mandi dan pamit berangkat lebih pagi dari biasanya kepada Bunda dan Ayah. Kini, ia telah berada di depan kos Bima, tempat yang Prada beritahu kepadanya di malam hari sebelumnya. Ia bertekat untuk mengetahui kebenaran setelah Bima dan Ruri mengatakan kepadanya sesuatu yang begitu mengejutkan.

Ia melihat ada sepeda motor yang tak asing terparkir di tempat parkir yang ada di halaman depan kos Bima. Sinta mengamati motor tersebut dengan seksama ketika seorang wanita datang menghampirinya dengan membawa sapu taman.

"Mau cari siapa, Mbak?" Tanya wanita yang Sinta duga sebagai pemilik kos ini.

"Saya cari Mas Bima, Bu. Sepertinya teman saya juga sudah datang lebih dulu." Kata Sinta sambil menunjuk ke arah salah satu motor.

"Oh, iya. Memang Bima saat ini kedatangan tamu, baru saja dia datang. Kamu langsung masuk saja, kamar Bima ada di lantai satu kok. Ada angka dua di depan pintunya." Sinta pun mengucapkan terima kasih dan segera berjalan menuju kamar Bima.

Saat Sinta berjalan, terdengar sayup-sayup suara seseorang yang ia kenal. Pintu kamar Bima terbuka lebar, hal itu membuat suara dua lelaki itu terdengar jelas saat Sinta berada beberapa langkah di samping kamar kos Bima. Ia diam di sana.

"Hadapi langsung seseorang yang tak kau sukai. Tak perlu kau memakai orang lain untuk ide burukmu itu. Jangan jadi pengecut, kau tahu aku benci itu." Kata Bima yang dibalas tawa meremehkan lawan bicaranya.

"Itulah kenapa aku di sini. Jauhi Sinta atau aku lakukan hal yang lebih buruk terhadapnya." Sinta merasa tubuhnya kaku, tenggorokkannya tercekat.

"Sudahlah, Sa. Hentikan segala perbuatanmu. Sinta dan Ruri sudah tahu tentang semuanya." Kata Bima dengan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Saka.

"Aku tak akan berhenti, justru kau yang harus berhenti. Kau mendekati Sinta hanya karena ingin menjauhkannya dariku, bukan?"

Bima diam sejenak sebelum menjawab, "Ya, aku memang melakukannya. Tapi kurasa kau telah mengetahuinya." Perkataan Bima membuat Saka menaikkan satu alisnya. Bima pun menambahkan, "Pada awalnya memang aku terjebak oleh semua perbuatan busukmu, tapi kini aku sudah bebas. Sinta membebaskanku dari semua masalah yang kau timbulkan, ia membuatku sadar jika aku tak perlu menghabiskan waktu dengan masalahmu, tapi yang aku butuhkan saat ini adalah fokus pada Sinta saja. Aku yakin kau sudah tahu soal kedekatan kami, Sinta memberitahumu segalanya, bukan?"

"Aku tak peduli meski kau dan Sinta telah saling cinta, aku akan memisahkan kalian."

"Kau akan gagal, percayalah. Segera berhenti sebelum kau menyesal."

"Kau yang akan menyesal. Aku akan membuatmu sama seperti Tama yang kuancam dengan tersebarnya video perundungannnya dan memaksanya untuk mengakui dirinya sebagai pelaku pembuat teror. Ruri percaya akan hal itu dan akan kubuat Sinta juga mempercayainya. Atau Reksa yang kuancam akan kubunuh adiknya. Juga Zizi, dia wanita yang begitu berguna untuk alibiku. Dari sikapnya selama ini yang selalu menjauhkan semua perempuan darimu, Sinta akan dengan mudah percaya jika setiap perbuatan buruk yang Zizi lakukan kepadanya adalah idenya sendiri. Selama aku memiliki video sebagai ancaman supaya Zizi tetap mau melakukan sesuatu yang kusuruh, dia akan dengan patuh melakukannya. Jadi, Sinta tak akan percaya jika sahabat baiknya ini yang menjadi seseorang yang selama ini menggagalkan usaha tiap lelaki yang mendekati dirinya. Termasuk kau. Sinta tak akan percaya padamu, dan akan selalu kubuat begitu."

Bima bangkit dari duduknya dan mendorong tubuh Saka di tembok dekat jendela kamar kosnya. Ia menarik kerah Saka dan berkata, "Tak akan kubiarkan kau melakukan itu, dan asal kau tahu, suatu saat tindakan busukmu itu akan," Suara Bima terpotong ketika ekor matanya menangkap sesuatu. Ada seseorang yang berdiri beberapa langkah di samping kamar kosnya. Ketika ia menoleh, ia terkejut bukan main dan melepaskan cengkeraman tangannya di kerah baju Saka.

Bima berlari keluar yang membuat Saka juga secara panik mengikuti arah pandang Bima. Tubuhnya seakan kehilangan nyawa saat ia melihat Sinta berdiri dan memandang lurus ke arah Bima.

"Sinta." Kata Bima kepada Sinta.

Sinta berdiri dengan perasaan campur aduk. Ia mendengar semua perkataan Saka. Sahabat baiknya. Dan ternyata semuanya benar. Bima benar.

Sinta tak bisa memikirkan apapun saat ini. Pikirannya tak berada di tempatnya, mereka melayang-layang tak tentu arah. Ditambah ketika pandangan mata Sinta menangkap sebuah benda. Bima memakai kalung silver, dengan liontin berbentuk singa yang menghadap ke samping. Surai singa itu menggantung ke bawah, persis seperti gambar singa yang ada di setiap kertas puisi dari seseorang misterius itu. Ingatannya melayang-layang menuju acara ulang tahunnya, di mana Bima menyanyikan sebuah lagu, Lost Stars milik Adam Levine. Ia ingat jika di lirik lagu itu ada satu baris lirik, yesterday i saw a lion kiss a deer. Lalu ingatan itu kembali melayang pada saat Bima memberikan dirinya sebuah kalung rusa.

Saat ini semuanya masuk akal. Sinta datang ke tempat ini untuk mencari kebenaran, dan semuanya langsung ia dapatkan sekarang juga. Kebenaran tentang Saka, kebenaran tentang penulis puisi misterius yang tak lain adalah Bima. Penulis puisi indah itu adalah Bima. Seseorang yang juga tak kalah indah di hidupnya.

Sinta berbalik, meninggalkan semuanya di belakang. Saka, Bima, dan segala perasaan serta kenangan yang berkaitan dengan mereka. Sinta berlari pergi, tak mempedulikan Bima yang berteriak dan mengejar dirinya di belakang.

Selesai?