Alex menyimak setiap grafik di depan layar proyektor, seorang pemuda sedang menerangkan stuktur pekerjaan yang sudah disepakati oleh klien untuk kerja sama. Salah satu proyek yang akan di survei adalah Kota Sumatera.
Kota itu yang akan dijadikan target Alex, meskipun awal dia mengurus proyek itu. Tanah itu yang akan dijadikan tempat cabang usaha untuk masyarakat tinggal di sana. Mungkin, bisa pula dibangun sebuah gedung penginapan, atau gedung supermarket besar.
"Di sini kita bisa lihat stuktur dari lingkaran ini. Tempat ini akan kita bangun sebuah food court atau stand market. Bisa juga dijadikan tempat terbuka untuk pengunjung lainnya. Kenapa bisa saya katakan seperti ini. Pengunjung tidak mungkin datang ke satu tempat lain hanya untuk duduk bersantai. Pastinya mereka akan bosan, jadi ... saya berunsur ..."
Tiba-tiba sebuah seseorang mengangkat tangan tinggi-tinggi, orang yang hadir di ruang rapat itu pun menoleh arah di mana pemuda itu menjelaskan tentang proyek barunya.
Alberto ingin menahan tapi Alex malah mengalihkan tidak suka. "Iya, silakan Pak Alex, ada yang mau di tanyakan?" sambut Pemuda itu pada Alex.
"Kalau kau rencanakan satu bangunan di sana, hanya khusus untuk tempat sajian makanan ringan sebagai duduk bersantai. Sama saja kau menerkam para masyarakat mengangkat kaki dari kota itu," ucap Alex sangat menusuk sekali.
"Tuan ..." Alberto mencoba untuk menghentikan tindakan Alex, Alberto takut Tuan Mudanya mengacaukan rapat ini.
"Tidak, Pak. Proyek ini nanti akan tetap diminati oleh masyarakat, bahkan ..."
"Bahkan, kau akan mendapat keuntungan lebih besar daripada masyarakat yang tinggal di sana," sambung Alex semakin seram saja kalimatnya. Para manager yang hadir pun terdiam saat mendengar perdebatan mereka berdua.
Pemuda itu terdiam, dia kalah telak untuk menjelaskan pada Alex. Sesaat kemudian Alex bangun dari duduknya, dan memilih keluar dari rapat itu tanpa melanjutkan lagi hingga selesai. Alberto malah panik berusaha untuk membujuk tapi ruang rapat sudah menjadi aura mencengkram.
"Tuan! Tuan!" Alberto mengejar Alex, sebelum itu dia membungkuk meminta maaf atas kelakuan Tuannya.
Alex membuka jas hitam dan menarik dasi yang mencekik itu. Alberto berlari kecil, dia berhasil mengejar Alex sedang berdiri menunggu lift datang menjemputnya.
"Tuan!" Alberto mengatur napasnya dulu, baru dia akan melanjutkan untuk beri teguran.
"Tuan, seharusnya Tuan tidak boleh mengatakan seperti itu. Bagaimana jika mereka nanti membatalkan kontrak kerja sama. Bisa-bisa Ibu Marika ..."
"Ibu sihir itu juga tidak akan bisa berbuat apa-apa. Kalau diterima sama saja menendang masyarakat di sana," jawab Alex acuh, lalu dia masuk lift yang sudah buka lebar untuknya.
"Iya, tapi ...." Alberto buru-buru masuk ke lift juga.
Lift berhenti dan terbuka, Alex tidak mengindahkan omongan Alberto. Dengan cepat dia keluar dari gedung ini. Mobil sudah terparkir di depan gedung tersebut. Alberto berlari kecil membukakan pintu untuk Alex.
Alex masuk kemudian Alberto pun menjalankan mobil tersebut. Dalam perjalanan, Alex memandang sekitar luar jalan.
"Tuan, setelah makan siang nanti akan ada pertemuan lagi dengan klien di ....".
"Apa? Sudah siang?" Alex langsung melihat jam arloji di tangannya.
Pantas saja perut dia sudah berbunyi dari tadi, ternyata sudah pukul sebelas lewat sudah menuju pukul dua belas. Alberto menarik napas dalam-dalam, dia harus sabar setiap apa yang dia ngomong selalu saja dipotong oleh putra majikannya.
"Iya, Tuan. Sudah menjelang siang. Apa Tuan mau ...."
"Kita ke pajak hongkong!" potong nya lagi. Kali ini Alberto tidak bisa berkata apa pun lagi.
"Tapi Tuan...."
"Kenapa? Aku minta ke sana! Memang selain pajak Hongkong ada pajak Shanghai?" timpal Alex pada Alberto.
Alex paling tidak bisa dibantah jika dia mau ke suatu tempat ya harus dituruti. Kalau tidak, mulut pedasnya itu susah dilawan. Alberto mau tak mau membelok arah. Karena posisi sekarang mereka menuju ke kantor. Untuk ke tempat diinginkan Alex berlawan arah. Belum lagi macet itu tidak ke tolong banget.
(︶。︶)zzZ
"Sekarang bagaimana? Sudah lebih baik?" Ervan bertanya pada istrinya. Setelah melihat istrinya menangis tiba-tiba. Dia pun memutuskan membawa Fira ke salah satu warung. Sebagai tempat peristirahatan.
Fira mengangguk bertanda bahwa dia sudah lebih baik. Ervan pun merasa lega sekali. Pesanan mereka pun datang. Hari ini Fira pengin makan bakso ayam. Sedangkan Ervan makan gorengan.
"Pelan-pelan di makan, Sayang. Aku senang lihat kamu kuat makan, bawaan anak ini pastinya, ya?" gerutu Ervan, masih tidak lepas memegang perut istrinya. Fira tidak menanggapi dia malah mementingkan makanan di depan matanya.
Mobil hitam Daihatsu Rocky, berhenti salah satu parkiran sebuah warung tertuju rumah makan dengan papan pamflet tertulis Donald's.
"Tuan, sudah sampai," ucap Alberto memberitahu kepada Alex.
Alex pun buka pintu kemudian keluar dari mobilnya. Orang-orang yang ada di sana memperhatikan mobil terbaru yang baru muncul itu sudah nangkring di sini. Semua pada menonton mobil itu bukan orangnya. Alex pun memakai kaca mata hitam tidak kalah juga dengan topi polos. Karena terik matahari sangat panas sekali.
Sebelum tiba di sini, Alex sempat mengganti baju dulu, Alex memang sengaja membawa baju ganti. Takut kayak kemarin, si wanita gila itu tiba-tiba lempar botol minuman masih pakai pura-pura bego lagi. Kali ini dia tidak akan takut jika ada bercak-bercak noda tertempel di bajunya.
"Selamat datang, Pak. Mau makan di sini apa mau di bawa pulang?" tanya penjualnya pada Alex.
Tapi Alex malah main masuk terus dapat tempat duduk ujung depan. Dia pun menarik kursi di sana. Alberto duduk berhadapan dengannya. Tapi Alex malah memasang mata serigala padanya. Alberto pun kemudian pindah duduk di sebelah kirinya.
"Silakan, Pak. Mau pesan apa?" Penjualnya berikan menu andalan pada Alex.
Tapi yang terima malah Alberto, Alex malah mengeluarkan hapenya terus di buka artikel-artikel atau pesan dari teman-teman nya.
"Kami pesan bakso kosong satu porsi, kemudian minuman teh manis hangat jumbo satu, satu lagi air putih biasa, sudah itu saja," ucap Alberto pada penjualnya.
"Kenapa kau tidak pesan?" Alex bertanya pada Alberto.
Alberto senyum, kemudian dia hendak untuk menjawab dari pertanyaan Alex. Tapi keduluan Alex buka suara lagi. "Pesan sana! Jangan salahkan aku kalau tiba-tiba kau pingsan, dikira nanti aku menyiksa orang tua."
Alberto masih sabar. "Tidak kok, Tuan. Jam makan siang saya, jam satu, cukup air putih saja sudah ...."
Alberto mau tak mau panggil penjualnya. "Mbak, pesan bihun bakso, ya, tapi jangan taruh daun sop sama tahu, ayamnya dibanyakin, sudah itu saja," ucap Alberto beritahu pada penjualnya. Dengan cepat penjualnya pun segera buatkan.
"Lain kali tidak perlu gengsi gitu sama aku," kata Alex seakan menyindir. Alberto hanya senyum-senyum saja. Tidak enak didengar sama yang lain.