webnovel

31. Two Male Lions (1)

Mr. Tonny menarik kerah bajunya dengan kasar. Membawa tubuh pria di depannya untuk bangkit dan mendekat. Tatapannya tajam, menelisik seakan ingin membunuhnya dengan brutal. "Jaga ucapanmu!" Dia menegaskan. Semakin memperkuat cengkeraman jari jemarinya dari kerah baju milik pria di depannya. "Aku tidak segan-segan meledakkan kepalamu dengan pistol di dalam saku jasku. Jangan lupa kau sedang berbicara dengan siapa!" Mr. Tonny mendorong tubuhnya. Jatuh terpelanting di atas sofa.

Semua orang yang menatapnya kembali beraktivitas. Perkelahian dua pria dengan adu jotos mungkin akan terlihat begitu keren. Namun, tidak dengan adu senjata api. Itu akan memekak di telinga dan memuntahkan apapun yang ada di dalam perut sebab bau anyir darah yang keluar dari lubang tubuh sebab peluru melubanginya.

"Semua orang di sini juga tahu siapa yang datang ...." Halwart tersenyum kuda. Menampilkan deretan gigi putihnya. Dia merentangkan tangan. "Mr. Tonny Ayres. Putra satu-satunya dari pemilik Hawtorn yang bekerja sebagai pemimpin Black Wolf. Organisasi pemimpin dari segala macam bentuk organisasi di pasar gelap!" Halwart bertepuk tangan. "Tentu kau ahli di bidangnya." Dia bangkit. Menarik dadu di depannya. Meraih tangan Mr. Tonny dan memaksa pria itu untuk menerima apa yang dia berikan.

"Tonny, kau ahli dalam pencurian, peradangan ilegal, perkelahian, seni bela diri, kerajinan pembunuhan dan pembantaian. Aku yakin kau juga ahli dalam dunia perjudian. Kasino bukan hal yang asing untukmu lagi."

Mr. Tonny hanya diam, menatap bajingan sialan di depannya itu.

"Mainkan satu putaran saja," imbuhnya. Terkekeh kemudian. Menepuk dada Mr. Tonny dengan keras.

Tak ada kesabaran lagi, nyatanya dia memilih untuk tetap di tempatnya. Mr. Tonny memandang Halwart dengan penuh kecewa. "Setidaknya kau mati saja," katanya tiba-tiba. Membuat pria itu tersinggung bukan main.

Halwart menoleh. Berdecak kemudian. "Jangan sok keras. Aku tahu seperti apa dirimu, Tonny. Jangan sok keras. Duduklah. Kita bermain satu putaran."

"Apa maumu?" tanyanya lagi. Halwart yang baru saja ingin duduk kembali berdiri. Berjalan mendekati Mr. Tonny.

"Sudah aku katakan, aku ingin kembali ke Las Vegas. Aku ingin berlindung atas nama Hawtorn. Kau punya banyak koneksi, Tonny. Aku tak ingin mati di negara orang sebagai teroris atau semacamnya. Aku hanya ingin kembali ke Las Vegas sebagai pahlawan."

Mr. Tonny tertawa lepas. "Luapkan tentang itu. Aku bilang tak akan ikut campur pada duniamu lagi, Halwart. Aku tak ingin terlibat apapun jika itu menyangkut namamu."

Mr. Tonny berpaling. Menatap ke sekitarnya. "Tempat ini cocok untuk bersembunyi. Jadi berdiam diri saja, seperti waktu itu." Dia menutup kalimatnya. Menepuk kasar pundak Halwart. Berniat untuk pergi meninggalkan dirinya.

"Aku tahu gadis itu ...." Halwart mengejar dengan kalimatnya. Tak ingin membiarkan Tonny Ayres pergi begitu saja. "Rumi Nathalia, itu namanya."

Mr. Tonny diam. Tak mau menoleh. Hanya menundukkan pandangan matanya seakan sedang memendam sesuatu di dalam hatinya. Dia benci orang yang ikut campur dalam kehidupannya, mengancam dengan cara yang murahan.

"Bagaimana jika dia tahu bahwa ayahnya mati tanpa vonis yang benar? Kau yang membunuhnya." Dia mengimbuhkan. Terkekeh aneh kemudian. "Tonny ...." Halwart berjalan mendekat. Ingin meraih pundaknya, tetapi Mr. Tonny tiba-tiba saja berbalik. Menempelkan moncong pistol tepat di atas dahi Halwart.

"Wow!" Halwart terkejut. Menaikkan kedua tangannya bersamaan. Seakan meminta pria di depannya untuk kembali tenang. "Turunkan pistolnya, Tonny."

Mr. Tonny melirik ke sekiranya. Semua orang mengangkat senjata saat tahu bos mereka dalam bahaya. Di sini dia hanya bersama dua pengawal. Jika peluru lepas dari dalam pistol, maka bisa dipastikan hidupnya akan berakhir sia-sia.

"Menyebut nama itu lagi, kau tak akan pernah kembali ke Las Vegas." Dia mengancam. Menurunkan pistolnya dengan perlahan-lahan. "Jangan ganggu urusanku. Pergilah besok pagi," ucapnya tak berbasa-basi.

Halwart tersenyum. "Aku akan menunggu helikopter untuk ...."

"Kau akan naik kapal. Sebagai imigran gelap."

"Are you crazy?" Halwart menepuk kasar pundaknya. Menarik tubuh Mr. Tonny untuk kembali menatapnya. "Jarak Las Vegas dari Indonesia bukan dalam hitungan menit atau jam!"

Mr. Tonny menatapnya. Inilah yang dia benci dari Halwart. Kecerobohan dan kebodohan!

"Setidaknya kau harus keluar dari Indonesia. Jika sudah pergi dan aman, akan akan mengatur tiket pesawatnya. Jadi berhentilah merengek seperti bayi. Kau mirip dengan ayahmu!"

Halwart tertawa. Menganggukkan kepala. "Haruskah kita mengenang masa lalu yang suram sekarang?"

"Jangan berharap, tak ada kontrak kerja sama di antara kita lagi. Hawtorn dan J.B tidak berada dalam satu level yang sama. Ingatlah kau adalah bawahanku."

Halwart tersenyum miring. "Itu sebabnya ayahmu membunuh ayahku?"

"Dia seorang pengkhianat, bodoh! Seharusnya kau bersyukur jika aku masih melindungi mu sekarang. Jangan melunjak."

... Bersambung ...