webnovel

24. Bad guy : Mr. Mafia

Plak! Tamparan mendarat di sisi wajah Mr. Tonny. Perlawanan yang Rumi beri seakan tak ubahnya seperti menabur garam di atas laut lepas, tubuhnya terlalu lemah untuk melawan pak tua bertubuh kekar ini. Setidaknya tamparan sudah mengakhiri penderitaannya.

Mr. Tonny diam. Masih dalam posisi memalingkan wajahnya sebab tamparan keras dari Rumi. Gadis itu menangis kemudian. Mendorong tubuh Mr. Tonny yang menindih dirinya. Membuat pria itu jatuh di atas lantai. Rumi tak peduli, bahkan jika kepalanya terbentur lantai pun, Rumi tak mau menggubris itu. Salah siapa melakukan hal biadab ini padanya sekarang? Dia merusak kemeja termahal yang Rumi punya.

"K--kenapa ...." Dia gelagapan. Sesekali jari jemarinya mengusap air mata, tanda ketakutan luar biasa ada di dalam hatinya sekarang. Rumi sendiri, bahkan jika dia berteriak, tak akan ada yang datang. Pun jika ada, semuanya hanya akan memperkeruh suasana saja.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Rumi, tatapannya penuh amarah. Menangis sebisa mungkin, tetapi Mr. Tonny Ayres tak akan pernah mau menunjukkan sikap baiknya. Mungkin sabarnya sudah habis untuk Rumi.

"Kau sendiri yang bilang padaku bukan?" Dia bangun dari posisinya. Mengelap telapak tangannya yang kotor sebab lantai belum dibersihkan. "Jangan berpura-pura." Ia tersenyum aneh di bagian akhir kalimat. Seakan menegaskan inilah Mr. Tonny Ayres, seorang pemimpin Black Wolf yang berkerja di bawah asuhan Hawtorn. Sebuah organisasi gelap yang bergerak di dunia ilegal.

"Aku ingin memperkosamu, apalagi memangnya?" Pria itu tertawa. Duduk di ujung meja kayu, membenarkan kemejanya. "Lalu aku akan menikahmu."

"Pria gila ...." Lirih Rumi sembari terus menyela air matanya. Jari jemarinya kuat meremas kerah kemejanya yang sudah tak berkancing lagi. Lepas, entah kemana. Untung saja, itu tak robek. Rumi tak punya seragam selain ini.

"Lagian kau tak akan hamil semudah itu. Kau tak belajar pasal itu?" Ia tampak begitu tenang. Tak punya kesalahan apapun, seakan yang baru saja dilakukan adalah hal terpuji. "Kecuali aku melakukannya berkali-kali. Aku hanya akan memberi tanda saja." Katanya tertawa.

Rumi menatapnya. Terus menatapnya. Ia tak berbicara sepatah katapun sekarang. Bibirnya gemetar, rasanya ingin merapalkan semua jenis mantra untuk mengutuk pak tua satu ini. Namun, dia tak punya kuasa. Tuhan sedang berpaling dari hidupnya sekarang.

"Aku tidak membencimu, Rumi." Dia terus berbicara. Ngawur, entahlah. Seharusnya Rumi yang bilang kalimat itu jika memang dia bisa memaafkannya. Namun, Rumi membencinya sekarang.

"Aku sudah berbuat baik. Lunak, memperlakukan dirimu layaknya seorang pemuda biasa. Aku sudah memberi kode sinyal saat itu. Aku minta dipuaskan."

Ingatan Rumi dibawa kembali di dalam markas Black Wolf. Saat dia sentuh oleh pria ini untuk pertama kalinya. "Kau tak suka bermain dengan lembut?"

"Diam!" Rumi menyentak. "Pergilah." Gadis itu mengusirnya. Tak mau lagi melihat wajah pria satu ini. "Aku bilang pergi dari sini!"

Mr. Tonny mengangguk. Sekeras apapun Rumi berteriak, sekencang apapun dia menangis dan merintih minta ampun, Mr. Tonny tak ada hati yang kosong untuk mengkhasihani gadis ini. Dia hanya butuh keturunan dari rahim Rumi. Tak lebih. Dia tak bisa menua dalam keadaan resah dan gelisah sebab tak punya penerus.

"Aku akan tetap menikahimu. Apapun alasannya." Pria itu berjalan mendekat. Rumi mundur, tetapi tak bisa jauh. Dia berada di atas ranjang. Duduk bersimpuh, melindungi harga dirinya. "Aku akan menjemputmu mau atau tidak." Pria itu menarik dagu Rumi dengan kasar. Membuatnya mendongak. Menatapnya. "Aku benci air mata, Rumi. Jangan cengeng."

"Kau ..." Rumi melirih. "Kau punya hati?" tanyanya. Menatap pria yang ada di depannya. "Aku bertanya padamu, ada hati dan perasaan di dalam dirimu, Mr. Tonny?"

Pria itu tertawa. "Bagaimana menurutmu?"

Rumi menatap ke dalam matanya. Dia membuat tatapan yang intens dengan Mr. Tonny sekarang.

"Kau hanya bajingan gila yang bergerak dengan menggunakan ego." Rumi menyeka kembali air matanya. Genta benar, pria ini tak waras! Menikah dengannya hanya akan membuat hidup Rumi semakin hancur saja. Dia akan hidup dalam sebuah tekanan yang luar biasa hebatnya.

"Apapun alasannya ... aku tidak akan menikahi pria kasar seperti dirimu. Aku tidak akan melahirkan keturunan untukmu."

Rumi menghela napasnya panjang. Berusaha mengatur napasnya. "Aku lebih baik mati ketimbang harus hidup sebagai istrimu. Kau hanya sampah yang tak tahu diri, Mr. Tonny."

... To be continued ...