webnovel

Trauma

Hari ini Mosa baru saja pulang dari sekolah.

"Sa, Ibu mau pengajian kamu di rumah atau ikut?" tanya Mina.

"Aku di rumah saja, Bu. Cukup capek hari ini jadi mau istirahat saja," jawab Mosa.

"Ya sudah. Itu di dapur sudah ada makanan. Kamu bisa makan saja, Ibu berangkat dulu, Assalamualaikum," lanjut Mina, pamit.

Mosa cukup merasa lelah. Hari ini jam mengajar full dari pagi sampai sore hari. Belum lagi ada kegiatan sore sebelum pulang.

Setelah membersihkan diri, Mosa merebahkan dirinya di atas ranjang. Ia merasa senang meskipun sendiri tetapi tidak ada beban.

Di sekolah Mosa sudah banyak yang mendengar jika dirinya sudah bercerai karena kabar yang simpang siur sehingga Mosa akhirnya menjelaskan jika dirinya sudah bercerai dengan baik-baik.

Mosa kemudian mengambil makanan karena sudah lapar. Ia melihat menu ayam kecap di atas meja. Ia memang menyukainya. Ia jadi teringat masakan yang ia masak di rumah Roni adalah ayam kecap. Tetapi Roni tidak sedikitpun mau menyentuh masakan.

Mosa jadi sedih jika mengingat itu. Ia berhenti sejenak sebelum makan. Beberapa kali ia menghembuskan nafas beberapa kali untuk menenangkan diri.

"Ya Allah, kenapa dada ini terasa begitu sesak?" guman Mosa.

Setelah merasa cukup tenang, ia berdoa sebelum makan. Mosa mencoba menyiapkan sesuap demi suap. Ia merasakan saat makan ayam kecap di rumah Roni.

Setelah selesai Mosa kembali tenang. Seperti ada trauma saat makan ayam kecap itu. Tetapi Mosa sadar semua sudah berakhir sehingga dirinya menjadi tenang. Hanya saja untuk makan ayam kecap kembali ia agak sedikit sesak.

Beberapa saat kemudian terdengar panggilan telepon di ponsel Mosa. Ia mencoba melihat panggilan dari siapa. Ternyata panggilan dari Raisa.

Telepon terhubung.

"Assalamualaikum, Raisa,"

"Waalaikumsalam, Mosa. Aku rencana setelah magrib mau main ke rumah kamu karena suamiku ada undangan di dekat rumah kamu. Apa kamu di rumah?"

"Iya. Main saja, aku di rumah kok,"

"Ya sudah sampai nanti, ya,"

Telepon terputus.

Setelah magrib Raisa tiba.

"Suami kamu ada undangan apa?" tanya Mosa.

"Itu ada undangan makan malam katanya temannya naik jabatan cuma para suami saja. Jadi daripada aku sendirian di rumah kan mending aku ke sini," jawab Raisa.

"Iya sudah. Kamu sudah makan belum? Atau aku pesankan makanan apa gitu. Di rumah sih ada ayam kecap buatan ibuku. Apa kamu mau?" balas Mosa.

"Boleh kalau nggak merepotkan," sahut Raisa.

Sembari menunggu Raisa makan, Mosa menceritakan perasaannya saat makan tadi.

"Ya Allah, yang sabar Mosa. Kamu memang orang baik. Jadi kamu nggak pantes sama dia. Dia lebih pantes sama orang yang sama seperti dia. Aku yakin jodoh kamu masih disimpan sama Allah. Semoga segera dipertemukan, ya," ucap Raisa.

"Amin. Cuma aku nggak yang berharap sekali. Intinya aku masih ingin memperbaiki perilaku mungkin selama ini aku masih banyak kekurangan jadi Allah menguji dengan ujian yang menurutku cukup berat," sahut Mosa.

"Sabar, Mosa. Kamu orang baik jadi pantasnya memang untuk orang baik. Aku yakin itu. Setiap pernikahan memang ada ujian tapi kalau memang tidak memungkinkan untuk bersama ya jalan sepertimu itu adalah terbaik. Aku menikah sudah 2 tahun masih belum dikaruniai anak tapi tetap bahagia. Meskipun banyak komentar miring aku tetap happy saja," jelas Raisa.

"Iya. Semoga saja kamu juga segera diberikan momongan," Mosa mendoakan Raisa.

"Amin. Enak sekali ini ayam kecapnya. Ibu dan anak sama-sama pintar memasak. Cuma kalau kamu memang trauma dengan ayam kecap sebaiknya kamu menghindari saja. Nanti kalau sudah sembuh dari trauma kamu mulai makan atau masak lagi, Mosa," saran Raisa.

"Iya, sepertinya memang harus seperti itu. Aku sih nggak berharap macam-macam. Kalau misal Mas Roni mau menikah aku doakan dia bisa menjadi orang yang lebih bisa menghargai istri dan bisa mengambil keputusan sendiri. Nggak apa-apa kata ibunya," harap Mosa.

"Halah. Nggak usah dipikirin tuh manusia. Intinya sekarang kamu fokus saja sama diri kamu. Terus berbenah juga agar jodoh kamu juga berbenah diri, saat dipertemukan kalian sudah sama-sama mantap," sahut Raisa.

Iya, semoga bisa lebih baik lagi ke depannya," ucap Mosa.

Beberapa saat kemudian suami Raisa menghampirinya.

"Eh suamiku udah selesai. Aku balik dulu, yah. Terima kasih sudah diberi makan, Mosa," ucap Raisa.

"Iya sama-sama, hati-hati di jalan!"

Raisa kemudian meninggalkan rumah Mosa. Bersamaan dengan itu Mina juga tiba di rumah.

"Assalamualaikum," ucap Mina.

"Waalaikumsalam, Bu. Sudah pulang Ibu," sahut Mosa.

"Sudah. Tadi itu siapa?" tanya Mina.

"Itu tadi Raisa. Katanya suaminya ada acara di dekat sini jadi dia mampir sebentar dan sekarang sudah pulang," jawab Mosa.

"Oh, ya sudah. Ibu masuk dulu," Mina kemudian berlalu.

Satu bulan kemudian di tempat lain, Andre sedang melukis sketsa rumah di rumahnya.

"Aduh, Ayah minta dikasih menantu dalam waktu 1 bulan. Siapa yang tiba-tiba mau diajak ke rumah. Sedangkan nggak punya teman dekat," gumam Andre.

Andre kemudian mencoba menghubungi salah satu temannya. Ia bertanya apakah ada temannya yang sedang mencari jodoh. Teman Andre justru juga sedang mencari jodoh. Mereka berdua seperti konyol sama-sama mencari jodoh.

Andre mencoba bertanya kepada teman yang lain, hanya saja tidak ada teman yang sedang mencari jodoh. Andre merasa resah. Bahkan teman-temannya juga sedang mencari jodoh.

Dulu Andre sewaktu sekolah dikenal laki-laki yang cerdas dan supel. Banyak teman perempuannya yang mencoba mendekatinya. Hanya saja Andre tidak ingin berhubungan dekat dengan siapa pun. Apalagi untuk pacaran dia tidak ada niat sama sekali. Ada temannya yang mencoba nekat untuk memfitnah dirinya berbuat tidak baik dengan teman kelasnya. Tetapi melihat cctv guru lebih percaya kepada Andre, karena memang Andre tidak pernah berbuat yang tidak baik.

Bahkan saat kuliah pun Andre banyak sekali yang mendekati karena cukup tampan. Tetapi justru setelah dia ingin mencari justru tidak ada satupun yang mendekatinya.

Saat ini Andre tidak fokus mengerjakan tugasnya. Ia hanya memutar-mutar pensiunan tetapi tidak kunjung menyelesaikannya. Lalu ada pesan masuk ke ponselnya.

[Bro, besok datang ke rumahku. Aku mau ada acara,]

Pesan dari Roni masuk.

"Acara apa dia? Jangan-jangan sudah nikah tuh anak," gumam Andre. "Haduh ya sudah lah besok lagi, kenapa aku jadi mumet gini mikirin permintaan Ayah," keluhnya.

Sementara itu setelah Roni bertemu Andre. Esok harinya Roni melamar Laila. Roni membawa serta Sarni dan Karno untuk melamar Laila. Keluarga Laila cukup sederhana dan orangtua Laila bekerja di sawah.

"Mas, kamu yakin mau menikahi anak saya?" tanya Bapak Laila.

"Iya, saya yakin, Pak. Memangnya kenapa?" balas Roni.

"Tidak, anak saya kan janda apa Mas sudah tahu itu?"

"Iya, sudah. Karena saya pun duda, Pak. Jadi saya kira tidak masalah jika saya menikahi Laila," sahut Roni.

"Ya kalau memang sudah yakin tidak masalah. Kalau memang bisa segera, disegerakan saja. Paling lama 1 bulan lagi. Tapi kalau memang keberatan ya tidak masalah," tutur Bapak Laila.

"Baik dalam waktu 1 bulan saya akan segera menikahi Laila. Keluarga saya juga setuju," jawab Roni.

Sarni nampak sumringah tetapi berbeda dengan Karno yang nampak keberatan.

"Baiklah kalau begitu. Kalau bisa pernikahannya di selenggarakan di rumah Mas saja. Karena keadaan di sini sangat sederhana, jadi sebaiknya diselenggarakan di rumah Mas saja. Bagaimana?" tanya Bapak Laila.

"Baik. Saya akan setuju dan segera mengurus semuanya, 1 bulan lagi saya akan menikahi Laila," jelas Roni.

"Iya, tidak apa-apa kalau diselenggarakan di sana. Nanti juga semua acara di sana saja, Pak," sahut Sarni.

"Baiklah kalau begitu. Kami menerima lamaran Mas Roni," ucap Bapak Laila.

Satu bulan kemudian Roni dan Laila sudah bersiap untuk menyelenggarakan akad nikah di rumah Roni. Andre juga turut di rumah Roni, ia sebelumnya juga tidak tahu jika acara di rumah Roni adalah pernikahan kedua Roni.

Roni dengan semangat akan menikahi Laila. Laila sudah dirias secantik mungkin untuk segera menggelar pernikahannya.

Saat penghulu datang Roni dan Laila duduk berdampingan. Kemudian Bapak Laila sudah bersiap untuk menikahkan anaknya dibimbing penghulu.

Prosesi akad nikah berlangsung cukup cepat. Hanya beberapa menit saja para saksi sudah menyuarakan "sah". Roni dan Laila sudah menjadi sepasang suami istri.