webnovel

BERMAIN CINTA

Angelin dan Anggara merupakan musuh sejak kecil keduanya bertekad untuk saling bersaing, Angelin bahkan sudah mengklaim Anggara sebagai musuhnya seumur hidup namun berbeda dengan Anggara yang sudah menyimpan rasa sejak dulu kepada Angelin.

Arsitaaa24 · Histoire
Pas assez d’évaluations
12 Chs

KISS

Dengan kaca mobil yang terbuka Angelin menikmati angin malam yang menerpa wajah nya masih dengan setengah sadar karena pengaruh alkohol. Pria yang sedang mengemudi di sampingnya terlihat melirik Angelin sesekali.

Pria itu menjalankan mobilnya tanpa tujuan, meskipun Ia tahu dimana gadis tengah mabuk itu tinggal tapi Ia ingin sedikit berlama-lama dengan Angelin.

Mobil mewah yang di kendarainya itu berhenti tepat di pinggir jalan yang memperlihatkan danau dengan jempatan gantung di atasnya. Jembatan tersebut terlihat sangat indah jika di lihat dari jauh apalagi dengan lampu yang berkilai di pinggirannya.

"Angelin." gadis yang sedangan menikmati pemandangan danau tersebut menoleh dengan senyuman, gadis itu masih terlihat mabuk.

"Kau ingin keluar? Menikmati indahnya danau di luar?" tanya pria itu, Angelin mengangguk.

"Baiklah." Pria itu membuka pintu lalu mengitari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk yang kedua kalinya.

Angelin menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan.

"Angin malam memang mendinginkan tapi aku suka." Angelin bergumam selagi menutup matanya sambil merasakan terpaan angin malam mengenai kulit polosnya. Gadis itu merasakan sebuah jaket menutupi bahunya yang polos Ia menoleh menatap mata coklat pria itu.

"Devan." ucap Angelin dengan mata sayu, pria itu tersenyum.

"Pakailah kau pasti kedinginan." Ucap Devan. Angelin terkejut saat pria disampingnya itu mendekapnya seolah memberikan kehangatan lebih untuknya.

"Kenapa kau bisa berada di tempat itu Angelin?" tanya Devan.

"Tasya yang membawaku."

Devan melonggarkan pelukannya, tangannya meraih rambut bebas Angelin lalu menyelipkannya ke belakang telinga gadis itu. Wajah Anggelin seketika memerah saat Devan menatapnya dengan lekat tanpa ekspresi.

"Kau sangat cantik Angelin." untuk yang kedua kalinya pria itu mengatakan Angelin cantik. Bahkan keluarganya saja tak pernah mengatakan dirinya cantik apalagi teman-teman nya di sekolah tapi Devan, pria yang memeluknya saat ini mampu membuat jantunya berdetak tak normal hanya karena pria itu mengatakan dirinya cantik.

"Apa pusingmu sudah mendingan?" tanya Devan.

"Lumayan."

Anggelin merasakan jika jantungnya sebentar lagi akan meledak apalagi saat Devan mengeratkan pelukannya. Sebelumnya Ia tak pernah berpelukan dengan pria selain Ayah dan Kakaknya, boro-boroberpelukan dengan pria selain keluarganya, berdekatan dengan pria saja Anggelin tidak pernah seintim ini, bahkan Ia bisa marah besar jika ada pria yang mencoba mendekatinya seperti Anggara misalnya.

Tapi kini, danau sudah menjadi saksi bahwa Angelin tak menolak perlakuan Devan terhadapnya, entah apa yang Angelin pikirkan karena bisa dengan mudahnya jatuh dalam pesona pria ini.

"Mau pulang?"

Anggelin mendongak untuk melihat mata coklat yang di miliki Devan.

"Ada apa?" pria itu kembali bertanya karena Anggelin hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Angelin sudah kehilangan akal saat dia memajukan wajahnya berniat mencium bibir pria yang menggodanya sedari tadi, tapi sialnya Devan menahan pergerakannya dengan menempelkan telunjuknya di bibir Angelin.

Untuk beberapa saat mereka terdiam saling bertatapan penuh arti. Detik berikutnya Angelin menutup matanya saat Devan mendekatkan wajahnya dan mencium pipi kirinya. Cukup lama untuk sebuah ciuman di pipi sampai Angelin merasakan bibir lembut Devan turun kelehernya.

"Dev..."

Angelin membuka mulutnya mengeluarkan erangan yang terdengar merdu di telinga Devan. Bahkan Angelin bisa merasakan Devan tersenyum di sela-sela ciumannya. Tak peduli lagi dengan orang-orang yang berlalu lalang melewati mereka karena jalanan yang memang terlihat sepi, Angelin mengalungkan kedua tangannya pada leher Devan sehingga membuat ciuman pria itu semakin dalam hingga menuju bahunya. Angelin tak tahan lagi menahan panas yang tubuhnya rasakan sebuah rasa panas yang begitu nikmat.

Dia menginginkan itu, menginginkan bibir lembut Devan menyatu di bibir mungilnya.

"Devv... Please..."

Devan menjauhkan wajahnya lalu menatap Angelin dengan tatapan yang sama-sama bergairah. Ia kemudian menyatukan keningnya tatapan mereka masih sama.

"Kau sangat cantik." ucap Devan

Angelin benar-benar tersiksa jika Devan tak melakukan keinginannya.

Angelin melihat bibir pria itu tersenyum meskipun Angelin tidak tahu maksud dari senyuman misterius Devan hingga punggungnya membentur mobil perlahan Angelin menutup matanya saat Devan mulai mendekatkan wajahnya.

Devan mengangkat tubuhnya dengan sigap Angelin mengaitkan kedua kakinya di pinggang pria itu, hingga akhirnya sesuatu yang Angelin tunggu terjadi.

Bibir Devan menyapu bibirnya, keduanya berciuman dengan liar dan cepat seolah tak ada waktu lagi yang tersisa, erangan desahan mereka keluarkan  menyalurkan segala hasratnya yang sempat tertunda.

***

"Aku boleh pinjam jaketmu lagi?" Angelin bertanya dengan pelan takut jika Devan akan marah, mengingat belezernya yang Ia buang begitu saja membuat Angelin lagi-lagi merutuki kebodohannya seharusnya Ia tak minum-minuman itu.

Apalagi jika dia tak memakai jaket Devan maka bercak merah di bahunya akan ketahuan mengingat kejadian tadi membuat wajahnya kembali memerah.

"Pakai saja." Jawab Devan.

Angelin tersenyum senang, Ia hendak membuka pintu mobil tapi Devan menahannya.

"Biar aku saja."

Angelin menutup mulutnya rapat-rapat untuk tidak berteriak kegirangan.

"Silahkan." Anggelin tersenyum selagi mengucapkan terima kasih.

"Mau berkunjung?" tanya Angelin.

"GAK PERLU!"

Angelin maupun Devan langsung menoleh ke sumber suara,  dimana untuk kedua kalinya mereka berada di posisi yang sama.

Anggara pria itu yang baru saja berteriak mengatakan kata 'gak perlu'.

"Anggara apa yang kau lakukan? Haruskah kau setiap hari ke rumahku?" Angelin berkata selagi berdecak kesal, Ia pun pamit kepada Devan. Lalu melewati Anggara dengan begitu saja tanpa menghiraukan panggilan musuhnya itu.

"Anggelin!"

Melihat Angelin yang pergi begitu saja dan menghiraukan panggilannya Anggarapun mengalihkan pandangannya pada Devan yang tengah berdiri dengan bersandar pada mobil mewahnya itu.

Sama seperti sebelumnya tatapan mereka seperti siap untuk berperang dan saling membunuh.

Tak ada satu katapun terucap dari kedua bibir mereka, Anggara jelas dapat melihat senyum smirk pria yang berdiri beberapa meter darinya itu.

Melihat Devan yang sudah pergi, Anggarapun menendang apapun yang berada di dekatnya dengan keras selagi berteriak.

"BRENGSEK!"