webnovel

Rindu Ujang

Seiprit perkenalan tentang diriku.

Sebut saja namaku RINDU, gadis mungil yang sudah tidak muda lagi.

Di usiaku yang sudah mendekati kepala tiga, ku akui aku terlalu nyaman dalam kesendirian.

Pria bukan lah segalanya, dan juga bukan yang paling utama.

Menikah bukan cita-cita terbesar ku.

Perjalanan cintaku yang tidak pernah mulus membuatku berfikir tidak normal seperti ini, aku tidak ingin menyalahkan diri, juga mereka yang pernah mengajarkan ku sakit hati.

Cukup puas bagiku menikmati hingga rasanya aku tak sanggup lagi membuka hati. Cinta tidak lagi kuanggap serius, sayang hanyalah bunyi nyaring  dari mulut rombengan para pria.

Awal aku mengenal cinta di usia 15 tahun, masih muda dan masih polos. Dan rasa sakit yang pertama kali kuterima adalah penghianatan.

Perjalanan cinta ku yang kedua juga mengajarkanku bahwa mencintai seseorang terlalu dalam juga memberi luka yang sangat dalam. Semenjak itu aku sulit untuk percaya dengan ucapan manis para pria.

Entah layak disebut sebagai trauma aku tidak tau.

Aku sudah dibentuk dengan begitu keras,  mandiri, dan harus bertanggungjawab pada diri sendiri, setiap hari sibuk untuk diri sendiri sampai lupa dengan masalah hati.

Aku terbiasa bebas, tanpa kekangan dari siapapun.  Dan jika suatu saat kehadiran seorang pria membuatku meninggalkan duniaku yang begitu seru, kupikir aku harus memertimbangkannya kembali.

Yahh,,, anggap saja pola pikirku seperti anak-anak, tapi aku masih menikmatinya hingga saat ini.

Manusia memang diciptakan berpasangan, tapi jika pasangan mu justru tidak memberimu hidup, lalu buat apa?.

Memang benar setiap nasib manusia itu berbeda-beda, tapi justru itulah yang membuatku belum siap.

Karena aku tau menikah bukan hanya sekedar punya keluarga kecil, lalu bahagia. Tidak sesimple itu gengsss. Aku belajar banyak hal dari orang-orang di sekitarku. Menikah tidak selalu tentang cinta dan dana tapi persiapan mental paling utama. Karena dunia pernikahan jauh sangat berbeda dari apa yang pernah kita bayangkan.

Aku bukan menghindar karena sering terluka, tapi aku menghindar karena tidak ingin lagi terluka.

Sedikit kisahku di 2022...

Bertemu seseorang yang berani menerobos benteng yang sudah kujaga selama 5 tahun lamanya.

Tidak semuanya runtuh hanya saja celah yang begitu tipis itu justru berpengaruh besar pada diriku.

Hingga pada akhirnya,,,,,,,

Kehadirannya yang pada awalnya adalah tawa berubah menjadi luka.

Aku tau aku yang salah sejak awal, bermula karena sebuah rasa peduli membuatku lupa diri.

Yah,,, hal yang tidak kusuka dari diriku adalah rasa tidak enak hati, mudah luluh dan kurang tegas.

Meski sejak awal sudah kutau ini tidak mungkin, tapi logika ku memaksa untuk harus tetap mencoba dengan alasan " sampai kapan menutup hati? ".

Kujalani, kujalani dan kujalani.

Awalnya terasa sangat indah, sampai aku berfikir inikah cinta yang selama ini ku nanti?.

Tidak lupa aku mengucap Syukur ku kepada Tuhan karena telah menghadirkan dirinya. Namun di sisi lain logika ku berperang dengan hati.

Kenapa???

Ada perbedaan yang begitu nyata.

Aku pernah bertanya entah kepada siapa pertanyaan tertuju, kira begini isinya " kenapa Tuhan tidak menciptakan versi kamu di agamaku?".

Dan aku tau, aku tidak akan pernah menemukan jawaban.

Jujur saat itu hatiku telah berlabu padanya, tulus dan ikhlas. Namun kupersiapkan juga hatiku untuk terluka.

Bukan aku tidak yakin kepadanya, tapi justru aku lebih tidak yakin pada diriku sendiri.

Setiap hari terasa berbeda, hampir membuatku ketergantungan akan hadirnya.

Yah kuakui ini adalah bucin pertama untuk ku. Meski dulu aku pernah menjalin hubungan, tapi aku tetap bisa mengontrol ekspresi dan perasaan.

Setelah 5 tahun lamanya aku kembali di patahkan oleh harapan sendiri.

Tidak begitu lama kebahagiaan itu bertahan, kalo kata orang-orang hanya seusia jagung manis.

Aku tidak tau dan tidak mengerti awal dari segalanya, memanglah aku orang yang tidak peka, selalu memikirkan segala sesuatunya dari sisi positif tanpa kusadari bahwa pikiran yang ku anggap benar ternyata melukai orang lain.

Mungkin benar adanya akulah yang salah, tidak punya effort besar dalam hubungan ini, seperti tidak ada usaha untuk berjuang. Tapi seharusnya kau juga tidak boleh lupa kalo aku sudah lama lupa cara mengekspresikan rasa.

Sudah terlanjur melekat dalam hatiku bahwa cinta tidaklah segalanya dalam hidup. Seharusnya kau membantuku untuk mematahkan stetment itu bukan justru menawarkan ku perpisahan.

Bisa jujur  ????

Sebenarnya saat itu aku tidak mampu berfikir jernih setelah membaca pesanmu yang begitu panjang.  Selama 3 jam aku memikirkan apa yang harus kubalas.

Tidak,,,, aku tidak menyalahkanmu sedikitpun. Justru aku sibuk mencari kesalahan pada diriku.

" Kenapa terulang lagi??? "

" apa yang salah kali ini? "

" apa aku melakukan sesuatu yang menyinggungmu? "

Dan bla bla bla segala pertanyaan muncul dalam otakku. Dan kau tau betapa capeknya aku saat itu?.

Di sela-sela pekerjaanku yang harus mengutamakan mood, konsentrasi dan ide baru, otakku di hantam habis-habisan dengan memikirkan semua isi pesanmu.

Ku akui aku lelah secara mental, bila di awal aku tau akan seperti ini alangkah baiknya jika aku tidak menjadi pendengar yang baik untukmu kala itu.

Dan,,,

Pada akhirnya kuputuskan untuk mengikuti kemauanmu. Dengan segala rasa yang berkecamuk ku usahakan untuk tidak menuntut penjelasan darimu.

Seperti katamu " UNTUK KEBAIKAN ",

meski hanya baik untukmu .

Dan apa yang kupikirkan sebelumnya telah terjadi.

Aku melukai diriku lewat lukamu.

Aku membantumu untuk sembuh dari luka, tanpa sadar aku telah mengukir luka baru untuk diriku.

Aku telah menjadi obat untuk mu tapi kau menjadi goresan untuk ku.

Bukan aku tidak mampu untuk melepas, tapi kau taukan gimana rasanya melewati yang namanya proses?.

Bukan hak ku juga menyuruhmu menetap, karena aku pun tidak mampu memberikan kepastian akan masa depan yang katanya sungguh ada.

Satu hal yang tidak kumengerti, kenapa setelah kau menawarkan perpisahan kau justru mempermasalahkan sifatku yang mudah akur dengan lelaki ?, bikan kan sejak awal aku sudah menjelaskan bagaimana diriku. bagaiama circle pertemananku ? bagaimana aku menyikapi orang-orang yang dekat dengan ku?. Kenapa kau membuat suatu pernyataan seolah akulah penyebab dari perpisahan ini?.

katamu kau tidak marah jika aku harus tetap berteman dengan mereka, kau juga tidak pernah melarangku, setiap kali aku bertanya " apa aku menyinggungmu atau tidak menghargaimu? " kau selalu bilang tidak apa-apa, aku juga punya teman wanita, kau juga meyakinkanku bahwa hadirmu belum layak untuk menggantikan mereka yang sudah lama menemaniku.

lantas kenapa ???

Tapi aku mencoba realistis saja.

hadirku hanyalah sebagai virtual, sebanyak apapun rasa peduliku akan tetap kalah dengan seseorang yang bisa menggenggam tanganmu.

aku hanya bisa memanjakanmu lewat suara sementara yang kau temui disana bisa mengelus kepalamu saat kau bersandar di bahunya.

kuterima segala apa yang seharusnya kuterima, dan ku ikhlaskan kau dengam segala alasan apapun yang membuatmu bahagia.

Satu rasa yang harus kau tau.

AKU BERSYUKUR atas hadirmu, setelah bertahun-tahun aku tidak membuka hati kepada yang namanya pria, tapi hadirmu mampu membukanya walau hanya sementara.

Terimakasih sudah pernah hadir walau hanya singgah, terimakasih sudah mengingatkaku untuk luka yang kedua kalinya bahwa diriku tidak layak untuk siapapun. Terimakasih sudah memperkuat prinsipku bahwa lelaki tidak sehebat cerita di novel dan drama.

Dan maaf jika hadirku membuang waktumu, maaf jika hadirku memberimu kecewa yang tidak aku sadari.

aku pergi, kuharap kita tetap bisa berteman lagi.

jika kau kembali akan kusambut dengan senang hati tapi tidak untuk kisah yang terulang lagi.

U_R

Cerita ini akan hadir dalam beberapa versi dengan kisah yang hampir mirip tapi dengan orang dan waktu yang berbeda.

Nababancreators' thoughts