Semua berawal ketika seorang gadis pindahan yang sukses membuat ketua geng jatuh hati namun enggan untuk mengatakannya terlebih dahulu. Gengsi? Mungkin. Di awal pertemuannya selalu saja ada pertikaian diantara mereka berdua. Apakah Si ketua geng bisa mengungkapkan perasaannya? "Ehh, sorry? Gue nggak sengaja" "Sorry-sorry, kalo jalan tuh pake mata!" Seseorang yang terus memperjuangkan cintanya. Karena ia tahu bahwa semuanya masih bisa di perbaiki, semuanya masih bisa untuk bersama karena semuanya masih belum berakhir.
Jam dinding sudah menunjukan pukul 6.30 wib. Suara kicauan burung dan bunyi kendaraan yang berlalu lalang sudah terdengar namun, itu tidak mengusik tidur seorang gadis yang masih bergelung di bawah selimut, di tempat tidur.
Suara ketukan dari luar juga tidak mengusiknya. Orang yang berada di luar, di pintu kamar tidak menyerah mengetuk pintu berkali-kali. Hingga kesabarannya mulai habis. Rasanya ia ingin menendang pintu tersebut agar bisa masuk ke dalam.
"Nata bangunn!"
"Woi Nata?! Bangun gak lo? Gue tendang nih pintu?!" teriak seorang cowok yang bernama Barga Sanjaya Miller. Merupakan anak pertama dari Sagara Miller dan Salsabilla. Ia terus mengetuk pintu, dan bahkan tangannya mulai menggedor pintu dengan kencang.
Nata tersentak dan tersadar dari alam mimpi karena teriakan dari luar yang membuat gendang telinganya bisa pecah. Dengan segera Nata bangkit berdiri, meskipun kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya.
Pintu terbuka. Menampilkan Nata dengan wajah yang masih mengantuk. Gadis itu menguap dan sesekali mengucek mata dengan sebelah tangan. Barga yang melihat itu sedikit kesal dan berkacak pinggang menatap adiknya itu.
"Apaan sih bang?! Lo berisik tau gak! Ganggu orang lagi tidur aja!" Nata berdecak dan memutar kedua bola mata malas ketika mendapati kakak laki-lakinya itu tengah berkacak pinggang. Seperti ibu-ibu berdaster saja.
"Tidur apaan jam segini? Liat jam, noh! Lo jangan sampe lupa kalo sekarang sekolah, dan lo harus ke sekolah baru lo itu!"
"Ck. Itu aja harus berisik. Minggir! Gue mau mandi dulu." Nata memutar kedua mata malas. Ia jengah selalu diingatkan dengan sekolah baru itu. Dengan kesal, ia membanting pintu dan melangkah masuk ke kamar mandi.
Barga yang berdiri di luar terperanjat kaget. "Astagfirullah! Punya adek gak ada akhlak!" Barga geleng kepala dan mengelus dada dengan sebelah tangan. Ia berbalik dan melanjutkan langkah menuju dapur. Menemui mama tercinta.
***
"Mahh!"
"Astagfirullah Barga! Kamu ngagetin mama aja! Kalo mama jantungan gimana?" Salsabilla yang tengah mengaduk nasi goreng terperanjat kaget karena ulah putranya itu.
"Maaf, Mah. Sengaja." Barga cengengesan. "Kalo sampe mama jantungan? Ambil jantung Barga aja gantinya." Ia menjawab asal.
"Kebiasaan!" Salsabilla melangkah mengambil piring. "Gimana adek kamu? Udah bangun?"
"Lagi mandi"
***
Setelah selesai mandi, Nata langsung bersiap memakai seragam sekolahnya yang baru. Nata mematut diri di depan cermin. Ia sangat cocok memakai seragam itu.
"Udah cantik," ucap Nata pada diri sendiri. Ia merapikan baju dan rok yang tengah ia kenakan.
Nata melirik jam dipergelangan tangan. Waktu masih ada, dan mungkin tidak akan membuatnya terlambat untuk datang ke sekolah nantinya. Ia meraih tas yang ada di atas meja. Ia memeriksa tas. Apakah ada yang tertinggal atau tidak. Setelah itu, Nata berjalan keluar dari kamar dan mengunci pintu.
Mendengar derap langkah kaki. Barga dan Salsabilla menoleh ke belakang. Mendapati Nata yang sudah rapi dengan seragam barunya.
Salsabilla tersenyum tipis. Semoga dengan memindahkan putrinya ke sekolah baru, tidak akan ada lagi hal buruk terjadi, seperti waktu lalu.
"Pagi, Mah?" Nata menghampiri Salsabilla, dan tak lupa memberi kecupan pada pipi bagian kanan. Barga yang melihat itu hanya melongo. Ia ada di sana, tapi tidak disapa.
"Sarapan dulu, ya? Biar semangat berangkat ke sekolah baru." Salsabilla mengelus rambut putrinya yang panjang dengan sayang.
"Iya, Mah." Nata duduk di kursi. Ia mulai mengambil nasi goreng bagiannya. Ia sendok dan mulai melahap nasi goreng itu. Rasanya sangat enak. Nata akui. Mamanya sangat pandai memasak.
Nata celingukan. Di meja makan terasa ada yang kurang. Biasanya mereka selalu berempat, tapi sekarang cuma bertiga. "Ma? Papa mana?"
"Pada udah berangkat dari pagi tadi. Kata papa ada meeting. Makanya berangkat pagi-pagi."
Nata manggut-manggut, dan kembali melahap nasi yang masih tersisa di piring.
"Makanya! Kalo tidur jangan kayak kebo! Gak tau 'kan kalo papa udah berangkat," celetuk Barga dan memeletkan lidah ke arah adiknya itu.
Nata memutar kedua bola mata malas. Pagi-pagi sudah dibuat kesal oleh makhluk yang bernama Barga. Ingin sekali rasanya Nata mengetuk jidat yang lebar Barga dengan garpu. "Suka-suka gue!"
"Awas aja lo! Besok gak bakal gue bangunin lagi! Biar telat! Trus di marahin guru, deh!" Barga tersenyum miring. Ia sangat suka menjahili adiknya itu.
"Apa---"
"Sudah! Jangan adu mulut terus di depan makanan. Gak baik. Cepat habisin, terus berangkat. Nanti bisa telat," ucap Salsabilla melerai keduanya. Jika dibiarkan, tentu perdebatan yang tidak bermutu itu akan terus berlanjut.
"Noh! Denger!" Nata menatap sinis Barga. Setelah menghabiskan nasi goreng, ia langsung meminum susu yang ada di gelas, di depannya. Ia melirik jam tangan sekilas.
"Mah, Nata udah selesai sarapan. Nata mau berangkat sekolah dulu, ya?" Nata bangkit berdiri. Ia meraih tas yang terletak di atas kursi, di sampingnya.
"Barga juga mau berangkat, Mah. Hampir telat nih!" Barga berdiri. Ia meneguk segelas susu, dan mengambil tas berwarna hitam, yang terletak di samping meja.
"Iya. Kalian berdua hati-hati ya?! Jangan ngebut kalo di jalan. Patuhi rambu lalu lintas!" Nasehat Salsabilla seraya berdiri menghampiri kedua anaknya.
Salsabilla menatap kedua buah hatinya yang melangkah ke luar rumah. Hampir saja ia kelupaan sesuatu. Ia berlari kecil keluar.
"Nata? Kamu berangkat sama abang dulu ya? Biar abang yang antar kamu ke sekolah. Belum boleh bawa kendaraan sendiri."
"Iya, Mah," jawab Nata lesu. Ia melangkah menuju Barga yang ada di garasi, yang tengah memanaskan mesin motor.
"Kenapa cemberut?" tanya Barga menatap adiknya yang tengah mendekat ke arahnya.
"Berangkat bareng, gak dibolehin bawa kendaraan sama mama," ucap Nata sedih. Sejak kejadian itu, ia sering diantar jemput. Tidak pernah pergi sendirian.
"Itu aja harus cemberut. Lo mau kejadian waktu itu terjadi lagi?"
Salsabilla menatap punggung putrinya yang naik ke atas motor dengan iba. Ia dan suaminya melarang, tidak memperbolehkan Nata membawa kendaraan. Ia tidak ingin kejadian di waktu itu terulang kembali.
"Jangan sedih sayang. Ini juga demi kebaikan kamu."
Setelah Nata dan Barga melaju dan meninggalkan rumah. Salsabilla berjalan ke depan dan mengunci pagar. Setelah itu, ia masuk ke dalam rumah.
Di sini Nata berdiri. Di depan bangunan besar yang bertuliskan SMA Garuda. Merupakan sekolah barunya. Barga sudah pergi beberapa menit yang lalu. Mereka tidak satu sekolah.
Nata menarik napas dan menghembuskannya dengan pelan. Ia mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam gerbang. Nata sedikit gugup, ketika ada yang menatapnya. Ini hari pertama Nata masuk ke sekolah ini. Tentu mereka merasa aneh, dan berbisik-bisik, seperti yang Nata lihat sekarang.