Ponsel Nay bedering pertanda ada panggilan masuk, Nay melihat layar ponselnya dan tertera "Sekretaris Ridho calling".
"Ada apa ya tumben sekretaris Ridho nelepon pagi-pagi gini?" Monokamug Nay.
Segera dia menjawab panggilan itu.
"Hakamu, assalamualaikum." Ujar Nay.
"Waalaikumsalam, Nona Naya saya ingin memberitahu bahwa Ayah Anda masuk rumah sakit."
Nay terkejut, setahu Nay ayahnya tak memiliki riwayat penyakit yang serius. Tetapi bagaimana bisa ayahnya tiba-tiba masuk rumah sakit.
"Nona, Anda baik-baik saja?" tanya Sekretaris Ridho.
"Ayah kenapa?"
"Ayah Anda terkena serangan jantung dan sekarang di rawat di rumah sakit Anda bekerja."
"Ayah sekarang di mana?" Ujar Nay menahan tangis.
"Di ruang Bugenfil nomor 1080."
"Aku ke sana sekarang." Ujar Nay lalu mematikan teleponnya.
Dengan buru-buru Nay berlari ke ruangan tempat ayahnya di rawat. Dia sangat takut kehilangan ayahnya. Bagi Naya, ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sesampainya di depan lift ternyata liftnya penuh dan karena sudah sangat khawatir pada ayahnya ia memutuskan untuk menaiki tangga. Dia berlari dan hal ini membuatnya beberapa kali terjatuh. Setelah sampai di lantai yang ia tuju, ia mencari kamar ayahnya dan melihat sekretaris Ridho sudah menunggunya.
"Bagaimana keadaan ayah?"
"Sekarang beliau sedang beristirahat dan syukurnya kondisi beliau sudah membaik."
Nay memasuki ruangan dan melihat orang terkasihnya terbaring di ranjang. Nay tak bisa menahan tangis melihat ayahnya sakit.
"Ayah Nay di sini, ayah jangan pernah tinggalkan Nay. Ayah harus selalu sehat."
Karena mendengar suara putrinya, ayah Nay terbangun dan mengelus kepala putrinya itu.
"Ayah nggak akan ninggalin kamu sayang, jangan nangis lagi. Ayah nggak papa kok." Ujar Ayah Nay
Nay memeluk ayahnya, begitu pula sebaliknya.
***
Di ruangannya Rendra menghubungi Nay, tetapi tak ada jawaban dari Nay. Rendra merasa cemas kalau-kalau Nay pingsan lagi di tempat yang entah di mana. Rendra bahkan menanyai Reyhan tetapi Reyhan juga tak tahu Nay ada di mana. Dengan wajah cemas Rendra dan Reyhan mencari Nay.
Setelah cukup lama mencari Nay, akhirnya mereka melihat Nay berjalan ke arah mereka. Nay tertatih-tatih dan terlihat kurang bersemangat. Bahkan matanya terlihat sembab.
"Nay, dari mana saja kamu? Kamu bikin aku khawatir tahu nggak?" Ujar Reyhan
"Aku habis lihat ayah, ayah masuk rumah sakit Rey." Ujar Nay dengan mata berkaca-kaca.
Reyhan terkejut dan berusaha menenangkan Nay.
"Dokter Rendra, maaf saya tidak meminta izin Anda."
"Nggak papa, bagaimana kondisi ayah kamu?"
"Alhamdulillah ayah sudah lebih baik."
"Syukur kalau begitu, sekarang ikut saya!"
Nay pamit pada Reyhan dan mengikuti Rendra. Nay berjalan sangat pelan karena ternyata kakinya sedikit bengkak akibat jatuh sewaktu menaiki tangga tadi. Tak berapa lama mereka sampai di ruangan Rendra. Rendra memberikan tugas kepada Nay dan mempersilakan Nay untuk melakukan tugasnya. Sewaktu Nay hendak pergi dari ruangan Rendra, Rendra menghentikan langkahnya.
"Tunggu!"
Nay menoleh dan menatap Rendra.
"Kamu obati dulu lukamu sebelum bekerja!"
Nay tak habis pikir jika Rendra akan peduli padanya. Nay menjawabnya dengan anggukan kemudian berlalu pergi. Naya melanjutkan pekerjaannya setelah pergi dari ruangan Rendra. Reyhan juga menemuinya dan membawakan sarapan untuk Nay. Bahkan Reyhan juga baru saja kembali dari ruangan ayah Nay. Ya, ayah Nay sudah mengenal Reyhan sejak lama. Karena hanya Reyhan yang sering mengantar dan menjemput Nay ketika mereka kuliah. Ayah Nay bahkan sudah sangat percaya pada Reyhan dan tak segan menitipkan Nay pada Reyhan untuk ia jaga.
"Makasih Rey."
Reyhan tersenyum.
"Ya udah kamu sarapan dulu, aku masih ada kerjaan lain. Aku tinggal ya!"
"Oke Rey, semangat!"
Reyhan meninggalkan Nay di taman rumah sakit. Nay memakan sarapan dari Reyhan sambil membaca buku. Tiba-tiba seseorang menghampirinya.
"Kalau makan jangan sambil baca!"
Nay mengangkat wajahnya dan melihat siapa yang telah menegurnya. Ternyata Rendra, Nay hampir tersedak karena melihat Rendra.
"Dokter."
"Ini!"
Nay melihat Rendra memberikannya salep untuk lebam. Nay menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Setelah memberikan salep Rendra pergi tanpa sepatah kata.
"Sepertinya Dokter Rendra nggak sejahat yang aku kira." Monokamug Nay.
Entah kenapa Nay tersenyum setelah mengatakan hal itu.