webnovel

MASAKAN ALEETA

"Silakan duduk, Bu Aleeta. Saya akan meletakkan barang-barang ini dulu di dapur." Ryan berlalu meninggalkan Aleeta setelah mempersilakan wanita itu untuk duduk.

Aleeta melihat ke sekeliling ruangan apartemen. Dia cukup kagum dengan desain ruangan itu. Nuansa maskulin sangat jelas terlihat di sana. Semua barang pun tertata dengan sangat rapi.

Aleeta memang sedikit terkejut, bagaimana Rendra bisa tinggal di sebuah apartemen mewah dikawasan elite tersebut sedangkan dia hanyalah seorang asisten dari Ryan. Bukannya wanita itu sedang merendahkan, hanya saja tidak biasanya seorang asisten tinggal di apartemen semewah ini. Kecuali jika apartemen ini adalah milik sang atasan yang memang ditempati oleh asistennya.

"Bu Aleeta, maaf. Sepertinya saya harus segera pergi, tunangan saya sedang mengalami masalah yang cukup serius." Ucapan Ryan berhasil menyadarkan Aleeta dari lamunannya.

"Loh ...." Aleeta terlihat bingung.

"Setelah urusan saya selesai saya akan segera kembali. Mohon maaf, Bu Aleeta. Ini darurat." Ryan mulai memasang wajah sandiwara andalannya.

Aleeta mengembuskan napas kasar, menatap Ryan yang terlihat panik. Sepertinya sandiwaranya kali ini akan berhasil.

"Baiklah, Pak Rendra. Mau tidak mau salah satu dari kita harus tetap di sini. Saya akan menunggu di sini." Akhirnya Aleeta mengalah.

Ryan pun segera berlalu dari tempat itu. Tentu dengan senyum kemenangan yang menghiasi wajahnya.

"Sepertinya aku akan berhasil kali ini," batin Ryan.

Mobil yang dikendarai Ryan melaju cepat ke sebuah pusat perbelanjaan yang tadi ia datangi. Lelaki itu terlihat tergesa-gesa setelah memarkirkan mobilnya.

"Sayang ...." Panggilan Ryan berhasil menghentikan langkah seorang wanita cantik yang tengah berjalan anggun di depannya.

"Kamu tidak apa-apa?" Malika terlihat panik dan menelisik sangat kekasih.

"Ikut aku dulu, yuk." Ryan menarik tangan Malika dan membawanya ke sebuah tempat makan di mall itu. "Makan dulu, aku lapar," imbuhnya sambil terus berjalan menuju salah satu kursi kosong di sana.

"Ih, kok kita malah ke sini. Kamu punya hutang penjelasan padaku." Malika menepis tangan Ryan.

"Sabar, Sayang. Aku akan jelaskan semuanya kepadamu, tapi kita duduk dulu, ya." Ryan menggeser sebuah kursi untuk kekasihnya itu.

"Kita pesan makan dulu, ya. Aku juga butuh tenaga untuk menjelaskan semuanya. Tenagaku sudah terkuras karena mencari barang-barang keperluan kakak sepupumu itu."

Malika terlihat kesal dengan Ryan. "Apa?" Mata malika membulat sempurna mendengar alasan kekasihnya yang sengaja memutus sambungan telepon setelah mengucapkan kata 'sayang tolong aku' beberapa jam lalu. Ryan juga menjelaskan jika semua itu dia lakukan untuk membuat sang atasannya itu bisa semakin dekat dengan wanita pujaannya.

"Ayo, Sayang cepat makannya. Aku penasaran siapa wanita yang berhasil mengusik hati Kak Rendra." Malika tampak antusias. Bagaimana tidak, selama ini yang dia tahu Rendra tidak pernah mendekati wanita. Sebaliknya, para wanita itulah yang selalu mendekati Rendra.

Ryan mengkentikan tangannya yang hendak memasukan sedok makanan ke dalam mulut. "Sayang, kalau kita ke sana sekarang, usaha aku sia-sia saja, dong."

Malika tampak berpikir. "Iya juga, ya. Nanti cewek itu malah pergi lagi."

Ryan tersenyum senang karena sang kekasih bisa memahami rencananya. Ia melanjutkan kembali makannya yang tinggal tersisa beberapa suap lagi.

"Sebaiknya kita manfaatkan kesempatan ini untuk menghabiskan waktu berdua, Sayang." Ryan senyum menggoda pada kekasihnya.

"Ide yang bagus, Sayang." Mata malika berbinar bahagia.

Sementara itu di apartemen Rendra, tampak Aleeta tengah sibuk memotong sayuran dan sesekali matanya melihat ke arah ponselnya.

"Ok, setelah airnya mendidih, masukan ayam, lalu sayur," ucap Aleeta dengan fokus menatap layar ponselnya.

Waktu sudah menunjukan pukul satu siang. Rendra tampak menggeliat di bawah selimut. Cahaya terang yang menyusup masuk perlahan memaksanya untuk membuka mata. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kasur. Memijat tengkuknya yang terasa pegal.

"Syukurlah kepalaku sudah enggak terlalu pusing dan sakit," gumamnya. Rendra kemudian mengusap perutnya yang terasa lapar. Ia kemudian melirik jam yang menempel di dinding kamarnya. "Pantas saja, sudah jam segini rupanya."

Rendra pun melangkah meninggalkan kamarnya, tujuan lelaki itu adalah dapur. Dia sangat yakin, Malika dan Ryan pasti sudah menyiapkan makanan untuknya. Namun, langkah pria itu terhenti beberapa meter dari ruangan yang akan ditujunya. Beberapa kali dia mengerjapkan mata tidak percaya dengan penglihatannya.

"Auw." Lelaki itu mengaduh, lalu mengusap lengannya yang terasa sakit karena cubitannya sendiri. "Ya Tuhan, ini nyata," imbuh Rendra masih tidak percaya.

"Pak Ryan? Anda sudah bangun?" Aleeta menghentikan aktifitasnya yang tengah menyusun makanan di atas meja. Wanita itu lantas menghampiri Rendra. " Anda pasti lapar. Ayo makan dulu," ajak Aleeta dan berjalan kembali menuju meja makan

Rendra mengikuti langkah wanita itu dan kemudian duduk di salah satu kursi di meja makan. Rendra termangu, menatap wanita yang tengah menuangkan sup ke dalam mangkuk itu. Tidak, lebih tepatnya ia sedang menikmati pemandangan indah di hadapannya.

"Silakan di makan, Pak Ryan." Aleeta meletakan nasi dan sup di hadapan Ryan. "Mohon maaf, jika rasanya tidak enak. Saya bukan wanita yang ahli memasak. Bahkan, untuk memasak sup saja saya membutuhkan bantuan dari youCube," sambung Aleeta sambil terkekeh.

"Terima kasih, Bu Aleeta. Apa pun rasanya saya akan memakannya dan menghargai jerih payah Anda." Rendara menyunggingkan senyum manisnya. Lalu, mulai menyuapkan makanan ke dalam mulut. Ia mengunyah perlahan makanan itu, meskipun ada rasa yang sedikit aneh, tetapi ia terus memakannya.

"Bagaimana, Pak Ryan? Ini masakan pertama saya." Aleeta tampak menunggu jawaban dari lelaki di depannya. Namun, Aleeta hanya mendapatkan sebuah senyuman. Karena penasaran, Aleeta memilih mengambil semangkuk sup untuknya dan membawanya ke meja makan.

"Ya Ampun. Pak Ryan stop! Jangan dilanjutkan makannya!" Aleeta mengambil makanan di hadapan Rendra. "Kita pesan saja makanan dari luar. Ini adalah makanan terburuk yang pernah saya makan," sambungnya.

"Untuk seorang pemula, makanan ini tidak terlalu buruk, Bu Aleeta." Rendra kembali menarik piring di hadapan Aleeta.

"Saya khawatir jika Anda memakan ini, Anda malah akan masuk ke rumah sakit, Pak Ryan." Wajah Aleeta memerah karena malu.

"Saya akan masuk rumah sakit jika Anda memasukan racun ke dalam makanan ini, Bu Aleeta. Masakan ini masih sangat layak untuk dimakan." Rendra kembali memasukan makanan itu ke dalam mulutnya.

"Yang terpenting bukanlah rasanya, tetapi bagaimana usaha orang yang membuatnya. Makanan yang lezat sekalipun tidak akan terasa lezat jika kita tidak menikmatinya, dan saya sangat menikmati makanan ini, Bu Aleeta." Rendara tersenyum pada wanita yang tengah menatapnya itu.

Wajah Aleeta memerah mendengar ucapan Rendra. Perasaan malu dan senang karena merasa dihargai telah melebur menjadi satu.

"Anda tidak perlu khawatir Bu Aleeta. Saya juga dulu waktu pertama kali mencoba memasak, rasanya bahkan lebih buruk dari ini. Makanan itu tidak bisa di makan sama sekali karena rasanya yang sangat asin." Rendara terkekeh mengingat hal itu. "Masakan Anda jauh lebih baik."Rendra mengunyah suapan terakhir.

Sepiring nasi dan semangkuk sup yang di sajikan Aleeta, habis tak tersisa. Aleeta terperangah melihat piring dan mangkuk yang sudah tandas isinya itu.