webnovel

ALASAN

Suara seorang wanita yang bertanya membuat tubuh Ryan menegang. Dia tahu betul siapa yang berbicara di belakangnya. Pria itu meneguk salivanya gugup, lalu dengan perlahan memalingkan wajah.

"Eh, Sayang ... kamu, kok, enggak bilang-bilang kalau mau datang?" tanya Ryan cengengesan. Tangannya menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.

"Kenapa aku harus bilang? Kenapa kamu sangat gugup?" Malika berusaha mengulik alasan dibalik perubahan sikap kekasihnya itu yang seolah-olah sangat tidak mengharapkan kehadirannya.

"Kamu pasti sedang merencanakan sesuatu dengan Kak Rendra, 'kan?" imbuh Malika dengan tatapan penuh curiga.

Tentu saja hal itu membuat Ryan terkejut. Rupanya wanita memang dilahirkan dengan intuisi yang sangat tajam.

"A-aku ... enggak, kok. Siapa yang mengatakannya?" kilah Ryan tidak ingin jujur. Bisa jadi nanti akan timbul masalah bagi Rendra jika dia mengungkapkan kebenarannya.

Malika menatap tajam sang kekasih. "Oh, jadi begitu? Ok. Rupanya aku datang di waktu yang tidak tepat." Malika meninggalkan ruangan Rendra dengan raut kecewa.

Niatnya ingin memberikan kejutan pada Ryan dengan mendatangi lelaki itu diam-diam, nyatanya malah kecewa yang dia dapatkan.

Hari ini mood wanita itu memang sedang buruk. Perasaannya mudah sekali tersinggung dan sedih. Mungkin juga karena efek tamu yang rutin datang setiap bulan, yang membuat naik turunnya hormon estrogen dalam tubuh wanita itu.

Sementara itu Ryan kalang kabut karena sang kekasih yang meninggalkannya bgitu saja. "Ah, shit! Kenapa jadi sperti ini." umpat Ryan. Dia kemudian mengejar Malika.

"Hei, mau kemana, kamu?" Rendra tertawa lepas melihat kesalah pahaman pasangan itu. Sungguh sikap yang tidak patut untuk dicontoh.

Tawanya kemudian terhenti dan berganti senyum yang terukir indah di wajahnya. Dia tengah membayangkan bagaimana nanti sikap Aleeta andai mereka sudah menjadi sepasang kekasih?

Aleeta dan Ryan pasti akan menjadi pasangan kekasih yang paling sempurna. Wanitanya sangat cantik dan si pria juga begitu menawan. Mereka pasti bagaikan pasangan dari surga.

Rendra akan berusaha untuk selalu menyenangkan dan membahagiakan Aleeta.

"Selamat pagi, Sayang," ucap Rendra mengawali aktivitasnya di kantor. Setiap hari pria itu akan mengawali hari dengan menyapa Aleeta kekasihnya. Setelah tiba di kantor pun pria itu akan langsung menelepon kekasihnya.

"Selamat pagi juga, Sayang. Apakah hari ini kamu sibuk?" tanya Aleeta dengan suara yang lembut. Wanita itu memang selalu menanyakan jadwal sang kekasih. Jika memungkinkan, mereka akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk berdua.

"Hm, sayangnya hari ini aku sedikit sibuk, jadi aku enggak akan bisa makan siang bersamamu. Sorry." Rendra menyesali kesibukannya hari ini. Ah, padahal dia ingin selalu bersama Aleeta, tetapi sialnya semesta seolah-olah tidak merestuinya. Jika bukan Aleeta, maka dirinya yang sibuk.

"Jangan sedih, Sayang. Hari ini aku enggak sibuk. Jadi, aku akan datang ke kantormu dan kita bisa makan siang dan menghabiskan waktu bersama. Bagaimana?" Aleeta memberi sebuah usul yang sangat brilian. Membuat wajah Rendra menjadi cerah seketika.

"Tentu saja aku mau," seru Rendra kegirangan.

Namun, tidak dengan Ryan. Pria itu kesal karena harus menunggu lama sampai Rendra selesai berbicara dengan kekasihnya. Hampir satu jam dia menunggu hanya untuk sebuah tanda tangan dari atasannya itu.

Ah, khayalannya bahkan sudah sejauh itu, padahal Aleeta saja belum memberi jawaban atas perasaanya.

Rendra lalu berdecak kesal mengingat kenyataan pahit itu.

"Pergi sana, kalian jangan pacaran di sini," teriak Rendra tidak senang kepada pasangan kekasih itu.

"Eh, tunggu! Selesaikan dulu pekerjaanmu, Ryan!" Rendra lagi-lagi berteriak tidak senang ketika menyadari ide yang diusulkan Ryan belum dia dengar sepenuhnya.

Ryan yang telah pergi sedari tadi tentu saja tidak mendengar perkataan Rendra dan masih sibuk mengejar kekasihnya. Untuk sekarang prioritasnya adalah membuat Malika senang, hanya itu.

"Sayang, tunggu!" teriak Ryan frustasi karena Malika mempercepat langkahnya menaiki mobilnya. Namun, wanaita itu tentu saja mengabaikannya.

"Shit!" umpat Ryan kesal sembari mengusap rambutnya kasar.

Ryan terus mengemudikan mobil yang dia kendarai. Menyalip beberapa pengendara lain. Pria itu terus mengumpat karena dia masih belum juga bisa menemukan mobil Malika.

"kamu di mana, sih, Sayang?" gumam Ryan frustasi saat tidak menemukan mobil Malika setelah berkendara selama sepuluh menit.

Padahal Ryan segera mengendarai mobilnya, tetapi tetap saja tidak bisa menyusul Malika. Mungkin saja wanita itu seorang pembalap atau semacamnya.

Tidak lupa Ryan juga menghubungi Malika lewat panggilan telepon dari ponselnya. Namun, sepertinya Malika sengaja mengabaikan semua panggilan Ryan. Karena frustasi, pria itu segera melajukan mobilnya menuju rumah sang kekasih.

Tidak butuh waktu lama, Ryan pun tiba di rumah sang kekasih. Seorang satpam menyambut begitu dia tiba di sana. "Selamat malam, Den Ryan. Non Malika baru saja sampai." Satpam yang sudah mengenal Ryan pun segera memberikan informasi terkait majikannya dan mempersilakan pria itu untuk masuk.

Ryan mengembuskan napas lega setelah mendengar kekasihnya telah tiba di rumah dengan selamat.

Gegas Ryan memarkirkan kendaraannya, lalu berjalan ke arah pintu masuk rumah yang kebetulan tidak tertutup.

Namun, baru saja Ryan berada di ambang pintu, seorang wanita paruh baya segera menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.

"Maaf, Den Ryan enggak bisa masuk. Ini perintah Non Malika, Den." Wanita paruh baya itu tampak takut-takut. Tampaknya dia merasa tidak enak kepada Ryan.

"Aku cuma mau berbicara dengan Malika sebentar, Bi. Sebentar saja boleh, ya?" bujuk Ryan dengan senyum memelas.

Wanita itu tampak salah tingkah, tak mampu menjawab pertanyaan Ryan. Sebenarnya ia sangat ingin mengatakan 'iya', tetapi mengingat perintah dari majikannya ia akhirnya menggelengkan kepala pelan sebagai tanda bahwa penolakan.

Ryan kembali mengembuskan napas berat. "Setidaknya izinkan saya masuk untuk minum, Bi. Haus ini."

"Tapi, Den—"

"Hanya minum saja, Bi. Bukan untuk menemui Malika. Bibi tega melihat saya kehausan. Kalau saya pingsan karena dehidrasi bagaimana?" Ryan mengeluarkan jurus andalannya. Ia yakin wanita paruh baya berhati lembut itu akan luluh.

"Baik lah. Hanya minum, ya, Den." Wanita itu kembali meyakinkan.

"Iya, Bi. Iya." Senyum licik terulas di bibir Ryan.

Dengan berat hati wanita paruh baya itu mempersilakan Ryan masuk, lalu segera menuju dapur dan mengambilkan air minum untuknya.

Namun, saat ia kembali ke ruang tamu ruang tamu telah kosong, ia tidak menemukan sosok Ryan. Segera wajahnya menjadi pias.

"Jangan-jangan Den Ryan ke kamar Non Malika. Waduh, alamat bakal kena marah, nih," keluh wanita itu menepuk jidatnya.

Wanita itu menyesal karena telah memercayai perkataan Ryan. Harusnya ia telah menyadari trik licik yang dimainkan pria itu.

Sementara itu Malika yang hendak keluar untuk makan malam dikejutkan dengan sosok lelaki yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Ryan?" Tentu saja Malika sangat terkejut. Baru malika hendak memanggil asisten rumah tangganya, tiba-tiba wanita paruh baya itu datang dengan terpongoh-pongoh, gelas berisi air ditangannya masih erat ia pegang.

"Den Ryan ... ini minumnya."

"Minum?" Malika masih belum mengerti.

Segera Ryan meneguk air dalam gelas dan menghabiskan isinya. "Terima kasih, Bi. Maaf sampai harus diantar ke sini."

"Maaf, Non. Tadi Den Ryan minta minum dulu sebelum pulang, kasian dia kehausan. Makanya bibi ambilkan minum dulu." Wanita itu menjelaskan dengan raut ketakutan.

Malika menatap Ryan yang tengah tersenyum menggoda padanya. Kini dia tahu ini semua hanyalah akal-akalan kekasihnya itu.

Malika tersenyum menyeringai setelah menyadari semuanya.

"Oh, jadi ... kamu ke sini cuma buat minum?" tanya Malika melirik Ryan dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bu-bukan cuma itu, sih. Aku juga ingin bertemu denganmu," ujar Ryan cengengesan, sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Namun, suara bariton seorang pria mengalihkan atensi mereka semua.

"Kamu sudah minum dan bertemu Malika. Jadi, pulanglah sekarang!"