webnovel

Chapter 41~ Wheelchair

~Andrea ~

Sudah beberapa bulan semenjak aku resmi menjadi kekasih Rafa. Sampai saat ini aku masih tidak menyangka jika semua ini benar terjadi. Hari ini adalah hari yang spesial bagiku, terutama untuk Rafa. Tepat pada hari ini dirinya genap berusia 17 tahun. Kedua orang tua Rafa merencanakan untuk mengadakan pesta ulang tahun untuknya nanti malam. Namun Rafa berencana untuk meninggalkan pesta bersamaku. Sudah sedari tadi dirinya membujukku untuk kabur saat acara tersebut dimulai. Dia begitu membenci pesta ulang tahunnya.

"Ayolah Dre. Untukku....." Pinta Rafa masih memohon dari telephone. Saat ini dirinya sedang di bawa oleh ke dua orang tuanya untuk mempersiapkan pesta nanti malam.

"Sudah berapa kali aku bilang Raf. Aku tidak akan merubah jawabanku!" Seruku kesal. Walaupun begitu dirinya masih terus saja merengek seperti bayi besar.

"Hufft! Baiklah. Akan kulakukan kemauanmu. Namun sehabis itu kau harus memberikan sesuatu sebagai balasannya." Desaknya. Pada akhirnya aku harus menyerah kepada dirinya. Dia benar-benar seperti seorang bayi besar yang keinginannya harus diikuti.

"Baiklah-baiklah. Terserah dirimu saja!" Balasku pasrah, aku bisa membayangkan saat ini Rafa tersenyum puas mendengar jawabanku. Aku mendengar beberapa pertengkaran kecil antara Rafa dan juga ibunya.

"Bye bubblegum. Aku harus menangani mom." Serunya sebelum mematikan sambungan.

Belakangan ini Rafa selalu memanggilku bubblegum. Setiap dirinya memanggil bubblegum, entah mengapa perutku rasanya seperti dihinggapi beribu kupu-kupu. Terdengar aneh, namun itu nyata! Aku sempat berpikir untuk memberikannya nama panggilan. Aku ingin dirinya merasakan perasaan yang sama saat aku memanggilnya dengan nama panggilan. Namun aku sama sekali tidak dapat menemukan nama panggilan yang cocok untuknya.

Aku menggelengkan kepalaku pelan sambil tersenyum mengingat tingkah laku Rafa tadi. Dirinya membangunkanku dari tidur nyenyak, hanya untuk memintaku kabur dari pesta ulang tahunnya. Such a weird boy. Aku bersiap turun dari tempat tidurku dan mendorong kursi roda menuju kamar mandi. Sebentar lagi Kyla akan datang kemari untuk bersiap-siap menuju pesta. Dirinya meyakinkanku untuk tampil cantik dengan menggunakan gaun. Dia akan marah besar jika menemukanku belum beranjak dari tempat tidur.

Dua hari yang lalu saat aku dan Kyla berbelanja gaun untuk ke pesta, aku memanfaatkannya untuk mencari hadiah yang pantas untuk Rafa. Aku hampir menghabiskan waktu mengelilingi mall hanya untuk mencari hadiah ulang tahun yang pantas untuknya. Ini pertama kalinya aku membelikan hadiah untuk teman laki-laki sekaligus pacarku. Biasanya aku hanya membeli kaset game terbaru untuk kakak. Namun kali ini aku ingin membelikan sesuatu yang spesial untuk Rafa. Sesuatu yang tidak akan pernah dilupakannya seumur hidup.

Entah mengapa pilihanku jatuh kepada sebuah cincin hitam polos dengan sebuah ukiran R.A di dalamnya. Aku tahu jika memberikan cincin kepada seorang pria terdengar sedikit aneh, namun entah mengapa aku ingin Rafa mempunyai suatu benda yang mengingatkannya mengenai diriku. Kupikir cincin merupakan hal yang bagus, karena setiap hari dirinya akan melihatnya di tangan.

Setelah selesai mandi, aku keluar dari kamarku untuk sarapan. Aku sedikit terkejut saat melihat Kyla yang sedang sarapan bersama-sama dengan keluargaku. Biasanya dirinya akan langsung masuk ke dalam kamarku. Saat Kyla menyadari keberadaanku dirinya langsung melambai dengan senyum di wajahnya dan hal itu menarik perhatian yang lain. Dengan perlahan aku menggerakan kursi rodaku untuk duduk tepat di sebelah Kyla. Sebuah telur mata sapi dan nasi goreng sudah tersedia di meja makan. Aku mulai memakannya dengan perlahan sambil mengamati percakapan antara papa dan mama.

"Kau sudah siap untuk malam ini?" Tanya Kyla sambil berbisik. Aku yang sedari tadi menatap kedua orangtuaku menolehkan mukaku ke arahnya. Aku menganggukan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya.

"Apakah aku diundang?" Tanya kakak secara tiba-tiba menguping pembicaraan kami. Dirinya sudah memancing emosiku di pagi hari seperti ini. Aku menoleh ke arahnya dan memandangnya garang.

"Apa?" Tanyanya bingung dengan reaksi yang kuberikan kepadanya.

"Kau tidak seharusnya menguping pembicaraan kami!" Desisku kesal.

"Bagaimana tidak, aku bisa mendengar perkataan Kyla tanpa bermaksud untuk mendengarnya." Katanya membela diri.

"Seharusnya itu tidak terdengar. Aku mengatakannya sambil berbisik." Seru Kyla.

"Dan kau sebut itu berbisik?" Protes kakak yang ditanggapi dengan tatapan garang dari Kyla. Mereka pun mulai berdebat dengan aku yang berada di tengah-tengah mereka. Aku mulai menyantap makananku dan mengabaikan kegaduhan di sebelahku.

Di hari spesial seperti ini, aku berharap untuk ketenangan sebelum pergi ke pesta Rafa, namun bahkan di pagi hari semua orang memancing emosiku. Rafa membangunkanku hanya karena rengekannya dan sekarang ke dua orang ini mengganggu ketenangan sarapanku.

Aku segera menghabiskan sarapanku dengan cepat dan menarik tangan Kyla sambil mendorong kursi rodaku menjauh dari meja makan. Kyla masih beradu argumen dengan kakak sambil mendorongku menuju kamar. Aku hanya memutar mataku kesal dengan tingkah laku mereka. Belakangan ini kakak dan Kyla sering beradu argumen entah karena apa. Semenjak aku resmi menjadi kekasih Rafa banyak hal aneh yang terjadi di sekitarku.

"Walaupun tampan kakakmu itu menyebalkan!" Seru Kyla sambil menutup pintu kamar.

"Aku harus menghadapinya seumur hidupku." Keluhku.

"Tenang saja, saat dirinya sudah mempunyai istri dia pasti akan pindah dari sini. Atau yang lebih baik lagi, saat kuliah kau pergi saja jauh-jauh dari sini agar tidak bertemu dengannya." Usul Kyla mencoba menghiburku, namun aku tidak menanggapinya dengan serius. Walaupun aku merasa sebal dengan tingkah laku kakak yang menyebalkan, aku tidak bisa hidup tanpa dirinya. Dari dulu aku sudah mengandalkan kakak dalam segala hal dan pergi jauh dari dirinya bukan suatu ide yang bagus menurutku.

"Dimana gaun yang kita beli waktu itu?" Tanya Kyla yang sudah mulai mengacak-ngacak lemari pakaianku. Aku mendorong kursi rodaku supaya aku dapat berbaring di kasur.

"Ada di paling ujung. Kau membawa gaun yang kau beli?" Tanyaku sambil memindahkan tubuhku ke atas kasur.

"Tentu saja. Ada di tasku." Jawabnya membuatku segera mengambil tasnya yang ada di atas kasurku dan langsung membongkar isinya.

Aku mengeluarkan sebuah gaun berwarna hitam yang terlipat rapih. Sebuah gaun dengan bahu yang terbuka dan corak merah di sekeliling bagian lengannya. Gaun itu memiliki sebuah kain panjang di ujung kanan sementara di ujung kirinya dibiarkan terbuka di atas lutut, dan aku yakin jika kaki panjang Kyla yang indah akan terlihat sempurna di gaun ini.

Kyla mengeluarkan gaun hitam polosku. Gaun tersebut tidak memiliki lengan sehingga akan menampilkan lenganku. Aku sengaja memilih gaun yang tidak terlalu terbuka seperti Kyla karena aku ingin menampilkan kesan sopan kepada kedua orang tua Rafa yang akan hadir di sana. Kami sengaja memilih gaun hitam agar kami bisa couple.

"Baiklah mari kita berias!" Serunya yang aku tanggapi dengan pandangan aneh. Acara dimulai pukul 4 sore dan masih banyak waktu tersisa untuk bersiap-siap. Aku tidak akan betah jika berlama-lama memakai make-up dan juga gaun. Itu membuatku risih.

"Butuh waktu yang lama untuk kita berias Dre. Lagian setelah itu kita masih harus mengerjakan rambut kita." Tuturnya menjelaskan saat melihat ekspresi aneh yang kukeluarkan.

"Tapikan, kita masih harus makan siang dan tentu saja hal itu akan merusak make-up kita." Kataku tetap yakin pada pendirianku. Kyla pun memutarkan matanya jengah dengan pemikiranku.

"Terserah padamu. Namun aku akan mulai bersiap-siap mulai dari sekarang." Serunya tetap berkeras kepala. Dia mengambil tasnya dari kasurku dan mengeluarkan isinya yang berisi alat-alat make-up. Semua alat make-up yang dikeluarkannya di bawanya ke meja riasku dan dirinya mulai menghias wajahnya.

Aku memandangnya dengan pandangan kesal, namun pada akhirnya aku memilih untuk mengikutinya. Bagaimanapun aku tetap membutuhkan Kyla untuk menghias rambut dan juga mukaku. Aku tidak semahir Kyla dalam urusan penampilan. Biasanya aku hanya menggunakan lip balm dan juga maskara. Sementara Kyla ahli dalam menggunakan semuanya, mulai dari bb cream, fondation sampai dengan eye shadow.

"Baiklah Kyl, aku akan mengikuti keinginanmu." Seruku pasrah yang dibalas dengan senyum kemenangan dari dirinya.

"Aku akan menyelesaikan make-up ku sementara kau melihat caranya dan mempelajarinya. Setelah itu kau harus mencobanya sendiri." Perintahnya yang hanya dapat ku iyakan. Aku mulai bergerak untuk memindahkan diriku ke kursi roda dan menggerakkannya menuju meja rias.

Setelah beberapa menit aku berjuang untuk menerapkan apa yang kulihat, hasilnya tidak begitu buruk. Aku berhasil memoles wajahku hingga terlihat cantik dan liar. Saat ini aku dan Kyla terlihat seperti seseorang yang terlihat sangat sexy walaupun kami belum menggunakan gaun kami. Aku yakin Kyla akan terlihat sangat sexy dan hot dengan make-up dan juga gaunnya.

"Wow! Kita terlihat sangat sexy." Seru Kyla sambil menatap cermin. Aku terkikik mendengarnya. Smoky eye yang Kyla buat membuat kesan wild kepadaku dan aku sangat menyukainya. Saat Kyla hendak mengambil gaun kami, handphoneku berbunyi. Kyla langsung mengangkatnya tanpa melihat id sang penelphone.

"Hallooo." Serunya. Aku hanya memutar mataku melihat tingkah laku konyolnya itu.

"Ouu.. Birthday Boy!" Serunya riang, dan tentu saja akibat hal itu aku menjadi tahu jika Rafalah yang menelphone.

"Bla...Bla... Here's your girlfriend." Jawabnya setelah dirinya mendengar celotehan Rafa yang cukup panjang dan memberikan handphonenya kepadaku. Aku tertawa melihat interaksi Rafa dan juga Kyla.

"Halo..." Seruku, yang lansung di jawabnya dengan riang. "Bubllegum!" Teriaknya dari seberang sana membuatku memutar mataku, namun tidak dapat menahan senyum yang timbul dari bibirku.

"Ada apa Raf?" Tanyaku yang dibalas dengan keheningan dari seberang sana. Dia sepertinya tidak yakin dengan apa yang hendak dikatakannya.

"Kau ingat mengenai hal yang kuminta jika aku tidak kabur dari pesta ulang tahun ini kan?" Tanyanya dengan ragu-ragu. Aku menjawabnya dengan anggukan dan juga gumaman dari mulutku.

"Aku akan menagihnya nanti di pesta. Maukah kau menggunakan kursi roda ke pesta?" Tanya Rafa dengan perlahan. Pantas saja dirinya sangat ragu saat mengatakannya.

"Tidak." Jawabku dengan ketegasan tanpa meninggalkan celah bagi dirinya untuk memberi bantahan. Aku yakin Rafa sangat kecewa ketika mendengar jawabanku. Dia hendak membujukku namun sebelum dia memulainya aku langsung memotongnya.

"Kau tahukan hampir semua murid di sekolah kau undang? Bahkan seluruh kelas kau undang Raf. Aku tidak bisa begitu saja menampilkan kepada seluruh sekolah jika aku lumpuh." Seruku dengan emosional. Aku dapat mendengar Rafa yang menghela nafasnya, aku yakin jika sekarang dirinya mencoba untuk bersikap sabar terhadap kekeras kepalaanku.

"Dre... Bukankah ini saatnya jika kamu mencoba untuk menampilkannya? Aku hanya ingin kamu untuk percaya diri dengan dirimu. Lagian kau tidak akan selalu menggunakan kaki palsu ajaibmu seumur hidup kan? Percaya padaku jika kau akan baik-baik saja nanti. Aku janji akan selalu bersamamu sepanjang pesta. Setelah itu kita bisa cuddling bersama dan menenangkan dirimu." Bujuk Rafa kepadaku.

"Tapi Raf. Bagaimana ceritanya jika saat pesta aku memakai kursi roda sementara di sekolah aku bisa berjalan? Itu akan mengundang pertanyaan kepada mereka dan tidak mungkin jika aku harus menceritakan semuanya kepada mereka satu persatu. Belum lagi pandangan menilai yang akan mereka berikan kepadaku sepanjang malam. Ini hari bahagiamu Raf, tidak mungkin jika kau harus bersama dengan gadis lumpuh ini dan mencoba untuk menenangkannya saat setiap orang memandangnya." Seruku frustasi, saat ini aku sedang dalam konidsi diujung tanduk. Sedikit saja aku akan menangis dan menghancurkan makeup yang teroles di wajahku.

"Dre aku..." Perkataannya terputus saat Kyla mengambil handphonenya dari tanganku dan berjalan keluar dari kamarku untuk berbicara dengan Rafa. Saat ini aku sedang mengendalikan emosiku untuk tidak menangis. Aku mencoba untuk tidak memikirkan perkataan Rafa. Aku mencoba untuk mengatur nafasku, exhale..., inhale....

Kyla kembali ke kamarku dan memberikan senyum lembutnya kepadaku. Dia berjalan ke arahku dan mensejajarkan dirinya denganku dengan berlutut di depan. Aku tahu apa yang sedang dilakukannya saat ini. Dia akan membujukku agar menggunakan kursi roda. Entah apa yang akan dikatakan Rafa hingga membuat sahabatku dapat menuruti kemauannya itu.

"Dre.." Serunya dan aku langsung mengarahkan tanganku kemukanya menyuruhnya untuk memberhentikan niatnya itu.

"Apapun yang kau katakan, aku tetap tidak akan memakai kursi roda ke pesta nanti!" Seruku kesal. Aku dapat melihat Kyla tersenyum geli melihat ekpresi kesalku.

"Hei, siapa bilang aku akan membujukmu. Aku hanya berjanji kepada Rafa untuk memberikan sebuah saran kepadamu dan membiarkan kau memilih. Malah aku ingin kau memakai kaki palsumu agar kita bisa menari hingga gila bersama." Serunya membuatku tersenyum lega.

"Baiklah aku akan mulai menjalankan tugasku." Serunya membuatku terkikik.

"So.... Rafa hanya mau kau nyaman dengan kondisimu. Aku tahu bahwa selama ini, semenjak kau kecelakaan, kau belum menerima dirimu apa adanya. Rafa ingin membuatmu nyaman dengan kondisi fisikmu di hadapan orang lain. Dia ingin mengajarimu jika kau bisa mengabaikan pandangan orang lain kepadamu dan dia berpikir jika pesta ulang tahun mungkin sebuah latihan yang terbaik.

Tidak mungkinkan jika seumur hidup kau akan mendekam di rumah hanya karena kau lumpuh. Sudah cukup masa kecilmu saja yang mendekam di rumah, Rafa tidak ingin jika masa depanmu kau habiskan dengan mendekam di rumah. Dia ingin kau menjadi Drea yang kami kenal bahkan tanpa kaki palsumu. Apalagi setelah Rafa mendengar jika kaki palsumu bisa saja berbahaya bagi dirimu. Kau mengertikan sekarang kenapa dia sangat meminta dirimu untuk datang ke pestanya menggunakan kursi roda?" Tanyanya mengakhiri pidatonya yang panjang. Aku hanya mengangguk sambil mencerna perkataannya.

Aku tahu jika Rafa peduli terhadapku, namun aku tidak pernah menyangka jika Rafa peduli sedetail itu. Aku tidak pernah berpikir sampai ke masa depan. Aku meyakini jika kaki palsuku ini akan selalu ada bersama denganku. Namun buktinya aku salah, semenjak aku sering menggunakannya, kaki palsu ini malah semakin menyakitiku.

Apa yang dikatakan oleh Kyla benar. Sudah cukup, aku tidak dapat merasakan masa kecil yang bahagia karena kondisi fisikku. Aku tidak mau jika nanti aku akan tetap sama seperti ini. Entah kapan aku akan mendapatkan kesempatan seperti ini, namun saat ini aku bisa sepenuhnya mengandalkan Rafa.

Namun di sisi lain, aku tidak mau menghancurkan pesta ulang tahun Rafa hanya karena diriku. Aku benar-benar tidak dapat membayangkan Rafa yang seharusnya berbahagia, bercengkrama dengan yang lain, malah mengurusiku dan selalu ada bersamaku sepanjang waktu. Walau bagaimana pun aku merasa seperti sebuah beban untuk dirinya.

Aku benar-benar tidak tahu harus apa sekarang. Namun yang aku tahu jika aku melakukan hal ini, maka Rafa akan bangga kepadaku. Aku ingin Rafa bangga kepadaku. Aku bahkan bisa membayangkan ekspresi senangnya saat aku datang dengan menggunakan kursi roda. Mungkin hal ini merupakan salah satu hadiah dariku yang dapat kulakukan untuk Rafa di hari ulang tahunnya. Sepertinya mencoba hal ini tidak terdengar terlalu buruk untukku, selama Rafa selalu ada disisiku. Aku akan mencobanya walaupun ini merupakan hal yang sulit untukku.