webnovel

Chapter 36~Rico

~Andrea~

Tak jauh dari pusat kota, terdapat jalan setapak yang mengarah ke sungai kecil dan juga ladang kosong berpohon liar. Awalnya Rico ingin kita berjalan di sekitar kota, namun dengan cepat aku segera menolaknya dan memilih untuk menyusuri jalan kecil di ujung kota. Dan sampailah aku kepada pemandangan indah ini.

Melihat pemandangan di sekitar daerah yang cukup sepi ini, benar-benar membuatku tenang. Sayangnya seseorang yang sedang menemaniku benar-benar merusak segalanya. Untuk yang ketiga kalinya hari ini, dia tidak berhenti berbicara mengenai kebaikan dirinya sendiri. Dia asyik dengan dirinya sampai tidak menyadari bahwa aku lebih memerhatikan alam di sekitar daripada kata-kata yang keluar dari mulutnya itu.

"Drea? Andrea?!" Seru Rico memanggilku, mengalihkan perhatianku dari dua burung yang sedang terbang ke sana ke mari.

"Eh iya ada apa?" Tanyaku bersyukur akhirnya dia berhenti mengoceh.

"Aku tanya apakah kamu mau bermain air di dekat sungai? Tapi kamunya sedang melamun." Gerutu Rico sambil berjalan mendekatiku.

Aku sangat risih dengan sikapnya dan sekarang dirinya ingin menyuruhku untuk masuk ke dalam air?! Aku benar-benar bingung harus menolaknya seperti apa. Andaikan ia adalah sahabat-sahabatku, mereka pasti dapat mengerti diriku. Aku menghela nafas panjang sambil memutar otak untuk memikirkan alasan menolaknya dan kembali ke pasar.

"Maaf. Tapi Rico, aku gak bawa baju ganti. Lagian aku tidak bisa berenang." Jawabku dengan senyum canggung. Aku benar-benar ingin keluar dari situasi menyebalkan ini. Entah mengapa tadi Kyla harus menerima tawarannya dan menyuruhku untuk pergi dengannya?! Aku benar-benar membenci dirinya karena hal itu.

"Kalau cuman duduk dipinggir dan mencelupkan kaki ke sungai, sambil ngobrol bisa kan?" Tanyanya tidak mau menyerah. Ugh why this guy so persistent!

"Eh... Hmmm.... Boleh deh." Aku menyerah untuk memutar otakku. Aku tidak tahu harus mengelak dengan jawaban apa lagi.

Dengan terpaksa aku mengikutinya dengan sangat-sangat malas. Aku kembali menghela nafas panjang dan pasrah, entah untuk keberapa kalinya dalam hari ini. Bahkan mungkin ini adalah rekorku menghela nafas terpanjang dalam satu hari. Rico benar-benar membuatku frustasi.

Kami pun duduk di pinggiran sungai. Rico duduk di bagian paling depan dan mencelupkan kakinya seperti yang dikatakannya. Sementara aku lebih memilih untuk duduk agak menjauh dari dirinya dan juga sungai itu.

Sebenarnya, saat ini aku ingin sekali bermain air di dalam sungai itu. Aku jarang sekali keluar rumah dan ini pertama kalinya aku melihat sungai sejernih ini. Andai aku ke sini bersama teman-teman yang lain, aku pasti sudah mencelupkan tanganku ke dalam air yang menyejukkan itu dan bermain dengan yang lain.

"Kau tidak akan masuk ke dalam?" Tanyanya yang kujawab dengan gelengan.

"Disini menyenangkan." Serunya berusaha untuk membujukku lagi.

"Tidak, Rico. Terimakasih sudah menawarkan." Seruku dengan nada sedikit kesal. Sepertinya dia menangkap nada kekesalan dalam perkataanku, sehingga dirinya tidak lagi menggangguku dengan menanyakan pertanyaan yang sama.

Keheningan terjadi diantara kami. Rico asyik dengan handphonenya sementara aku yang meninggalkan handphoneku di bis, hanya bisa memandang pemandangan sekitar yang begitu indah. Aku membaringkan diriku dan meletakan tanganku menjadi bantal. Pemandangan di sini benar-benar sangat menyegarkan. Udara yang dingin dan sejuk, kuhirup dalam-dalam dan mengalir ke paru-paruku. Suara aliran sungai yang tenang dan suara beberapa binatang hutan yang tidak aku ketahui namanya, menambah sebuah kesan harmoni indah di telingaku. Aku memejamkan mataku menikmati semua ciptaan Tuhan ini.

Hal itu tidak lama terjadi karena aku mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut Rico. Awalnya aku membiarkannya saja, karena sejujurnya aku tidak mau menukar kenyamanan ini dengan seseorang yang menyebalkan seperti dirinya. Namun, setelah mendengar sebuah suara percikan air, aku segera membuka mata dan melihat ke arahnya. Ternyata Rico menceburkan dirinya ke sungai dan dirinya seperti sedang mencari suatu hal. Air di sungai ini cukup dalam sehingga akan sangat susah untuk mencari benda yang dicarinya. Aku memilih untuk menghampiri dan membantunya.

"Apa yang sedang kau cari Ric?" Tanyaku sambil melihat ke dalam air.

"Handphoneku terjatuh ke dalam air." Serunya frustasi.

"Akan aku coba carikan." Ucapku menahan tawa. Aku benar-benar ingin mengatainya tapi itu adalah suatu hal yang akan kusesali nantinya.

Setelah cukup lama mencari, akhirnya kami menemukannya. Selama ini aku mencarinya dari pinggir sungai saja dan untung saja Rico tidak memprotesku. Karena baju Rico yang sangat basah, dia menjadi kesulitan untuk berjalan ke luar dari sungai. Aku pun menawarkannya bantuan dengan menjulurkan tanganku. Dia pun menerimanya dengan senang hati, namun yang terjadi setelahnya benar-benar membuatku marah. Rico menarikku kuat-kuat sehingga aku terjatuh ke arah sungai.

"Hahahaha... Akhirnya kau bisa masuk ke dalam air juga." Ucap Rico diringi tawa. Saat itu juga kemarahanku memuncak.

"Apa kau gila!" Teriakku frustasi. Seketika Rico terdiam.

"Sudah kubilang berkali-kali bahwa aku tidak mau masuk ke dalam air! Tapi kau dengan sengajanya menarikku masuk! Kau..! Kau sangat menyebalkan!" Raut muka Rico menunjukan rasa penyesalan dan dirinya segera menghampiriku untuk membantuku keluar dari sungai yang dingin ini. Setelah itu dia membiarkanku berjalan di depannya, namun hal itu tidak lama terjadi karena aku tidak kuat untuk menopang tubuhku sendiri. Dengan terpaksa Rico harus menggendongku.

Aku merasa kesal dan frustasi dengan Rico, ditambah ini adalah hari pertamaku sehingga emosiku diluar batas normal. Aku menangis sekeras-kerasnya sambil memukul Rico yang sedang menggendongku. Aku berkali-kali mengata-ngatainya dengan bahasa yang kasar untuk pertama kali.

"Aku benci kau! Benci! Benci...." Aku mulai lelah memukulnya dan akhirnya menangis dan menyembunyikan kepalaku di tengkuk lehernya.

Saat ini aku ingin sekali berada di tempat tidur dan meringkukkan kakiku ke dalam selimut. Bagian terbaiknya melupakan segala hal yang terjadi dengan pergi ke alam mimpi. Tapi aku bisa apa? Yang kuharapkan sekarang adalah bertemu dengan teman-temanku di tengah jalan sehingga aku bisa terlepas dari laki-laki br*ngs*k ini.

Sepertinya doaku terkabul. Tidak lama setelah berjalan, Rico berhenti di tempat. Aku mendengar suara Rafa yang terlihat begitu marah dan saat aku mendongakkan kepalaku, aku dapat melihat jelas emosi yang ada di mukanya.

"Apa-apaan ini!" Seru Rafa marah dan segera merebutku dengan kasar dari gendongan Rico. Aku yang kaget dengan gerakannya tiba-tiba hanya bisa mengalungkan tanganku di leher Rafa. Saat ini Rafa sedang menggendongku dengan gaya bridal style. Aku yang malu dengan situasi ini segera menyembunyikan kepalaku di dada bidangnya.

"Kau tidak apa-apa Drea?" Tanya Kyla yang berada di sebelahnya. Aku baru menyadari selama ini Kyla dan Alex berada tak jauh dari Rafa.

"Apa yang terjadi sehingga dirinya bisa basah kuyup seperti ini?!" Seru Rafa marah kepada Rico. Aku bahkan bisa merasakan getaran di tubuhnya akibat teriakan kemarahannya itu.

"Eh.. Itu.." Ucap Rico gugup. Entah beruntung atau apa, Aldo dan Tio datang menghampiri kami. Rafa yang menyadari itu langsung menyuruh Aldo untuk membawaku kembali ke bis tanpa mengalihkan pandangan dari Rico.

"Do, tolong bawa Drea kembali ke bis." Perintah Rafa sambil menyerahkanku kepada Aldo.

"Do... Aku bisa jalan sendiri!" Pintaku yang malu karena sedari tadi aku berada di gendongan Rafa.

"Maaf, tapi lebih baik kalau kau kugendong." Kata Aldo sambil menggendongku dengan gaya piggy back dan mulai berjalan meninggalkan Rafa dan Alex yang menatap garang Rico.

"Do, aku ikut!" Teriak Kyla mengejar kami.

"Sebaiknya kamu tetap di sini Kyl. Kau harus tetap mengawasi Revan, karena aku tahu pasti bahwa mereka akan menjadi liar setelah aku membawa gadis ini pergi." Ucap Aldo sambil terkekeh pelan sementara aku menatapnya garang.

"Baiklah-baiklah." Seru Aldo mengalah begitu melihat tatapanku. Sementara Kyla hanya tertawa pelan dan menganggukan kepalanya.

Kami pun melanjutkan perjalanan yang cukup panjang ini. Untung saja saat di bis masih sepi karena semua anak masih sibuk berbelanja. Aku meminta Aldo untuk meletakan diriku di kursi dan menyuruhnya untuk keluar sehingga aku bisa mengganti bajuku.

Setelah selesai melepaskan semua baju yang lengket dan basah ini dari tubuhku, aku segera memakai baju yang diberikan Aldo tadi kepadaku. Aku sama sekali tidak tahu Aldo mendapatkan baju ini dari siapa, namun setidaknya aku beruntung karena bisa terlepas dari baju lengket ini. Aku segera menyuruh Aldo masuk setelah semua pakaian ini telah kupakai.

"Kita pergi sekarang?" Tanyaku ke Aldo yang sudah duduk di seberang kursiku.

"Lebih baik kita di sini. Aku yakin kau butuh istirahat sekarang. Mau menceritakan apa yang terjadi?" Tanya Aldo sambil menghadapkan badannya ke arahku. Aku menghela nafas panjang.

"Rico mengajakku jalan-jalan. Kami menemukan jalan setapak yang membawa kami ke sungai. Rico bersikeras menyuruhku untuk masuk ke sungai sementara aku terus menolaknya. Endingnya, handphone Rico jatuh ke dalam sungai. Dia mencarinya dibantu olehku. Saat kutawarkan tanganku agar dia bisa keluar dari sungai, dirinya menarik tanganku dengan keras sehingga aku terjatuh ke dalam air." Tuturku secara singkat dan jelas karena terlalu malas mengingat apa yang baru saja terjadi.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Aldo khawatir dan aku bisa melihat dirinya mengepal tangannya dengan kuat. Sepertinya dia sangat marah kepada Rico saat ini.

"Entahlah. Sebaiknya aku mengecek kaki palsuku sekarang." Aku membuka kaki palsuku secara perlahan. Sebenarnya dari tadi aku bisa merasakan sengatan-sengatan listrik itu kembali, namun rasa maluku mengalahkan rasa sakitku.

"Aku masih tidak bisa mengerti bagaimana cara kaki palsumu bekerja. Bisa kau jelaskan?" Pinta Aldo kepadaku. Aku menyanggupi permintaannya dan dia terlihat sangat bersemangat untuk mendengar penjelasanku. Aku membuka kaki palsuku dan memperlihatkan titik atau jaringan syaraf yang menyala karena aliran listrik.

"Kau lihat ini? Ini adalah titik syaraf yang seharusnya menggerakan kakiku. Namun karena kecelakaan yang kualami saat aku TK, menyebabkan syaraf-syaraf kakiku tidak dapat berfungsi. Ini adalah baterai yang bisa dibilang menggerakannya. Papa membuatkan baterai tipis ini sebagai energinya yang tidak pernah habis. Walaupun dia masih menyempurnakannya, dan om Jason membuat rancangan kaki palsuku." Aku mengambil nafas sebentar dan memastikan apakah Aldo mengerti perkataanku atau tidak.

"Jadi, fungsi listrik itu untuk apa?" Tanya Aldo sambil memeriksa kaki palsuku bagian kiri.

"Kau tahu pengobatan yang dipakai kepada orang stroke? Salah satu pengobatan mereka adalah menggunakan listrik untuk menstimulasi syaraf mereka. Prinsip yang sama yang digunakan dalam kaki palsuku. Hanya saja tegangan listrik yang diberikan lebih besar. Oleh karena itu papa membuat baterai spesial ini." Tuturku.

"Kurasa aku pernah mendengar pengobatan dengan listrik seperti yang kau bilang. Kalau tidak salah namanya functional electrical stimulation sistem, kan?" Tanyanya. Dari ekspresinya dia seperti sangat bersemangat dalam hal ini.

"Aku kurang tahu, tapi dari namanya sepertinya iya." Jawabku sambil terkekeh pelan.

"Apa tidak ada efek radiasi atau semacamnya dari baterai yang ayahmu ciptakan?" Tanya Aldo khawatir.

"Sejujurnya, aku juga sama sekali tidak mengetahuinya. Oleh karena itu papah selalu mengingatkan agar memakai kaki palsu ini seperlunya saja. Selain itu diadakan pengecekan 3 bulan sekali untuk mengamati perkembangan kakiku." Tuturku sambil menghela nafas panjang dan menyenderkan tubuhku ke kursi. Aku kembali mengingat beratnya tes fisik yang harus aku jalani.

"Kalau seperti itu lebih baik selama ada kami, sebaiknya kamu melepas kaki palsu itu. Misalnya selama istirahat di sekolah. Kami akan mencarikan tempat sepi dan kita bisa makan di sana, sementara kamu tidak perlu untuk mengenakan alat tersebut." Ucap Aldo sambil memikirkan rencana-rencana yang dibuatnya agar aku dapat melepaskan kaki palsuku sebisa mungkin.

"Kau tidak perlu melakukan sampai sejauh itu Do. Aku akan baik-baik saja." Balasku tidak mau merepotkannya.

"Aku memaksa. Jika aku menceritakan ini ke yang lain mereka pasti akan setuju." Serunya mengancam.

"Baiklah-baiklah. Aku menyerah." Aku tertawa pelan akibat dirinya yang begitu keras kepala. Aku benar-benar beruntung memiliki teman-teman yang sangat peduli padaku dan tidak menganggap remeh diriku hanya karena aku seorang cacat.

"Kau harus memerhatikan dirimu sendiri Drea. Lihat, akibat terkena air, kakimu menjadi kemerah merahan seperti ini kan." Seru Aldo memarahiku yang kujawab dengan senyuman terpaksa.

"Kau tidak apa-apa kan Dre?" Tanya Kyla yang tiba-tiba muncul dengan cepat dihadapan kami.

"Ya, bisa dibilang begitu. Di mana yang lain?" Tanyaku penasaran.

"Mereka akan segera kemari. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Eh, itu mereka sedang berlajan ke mari." Jawabnya sambil menunjuk ke arah jendela kaca bis. Benar saja mereka bertiga sedang berlari menuju ke pintu bis.

"Drea kau tidak apa-apa kan?!" Tanya Rafa cemas dari pintu bis. Aku tertawa pelan melihat dirinya yang begitu khawatir. Semua perhatian kecil dari mereka membuatku geli.

"Hei, tenang saja Raf. Aku tidak apa-apa." Seruku sambil tertawa kecil. Dirinya segera menghampiriku dan duduk tepat di sebelahku.

"Tapi kau baru saja basah kuyup seperti itu!" Teriaknya khawatir sambil melihat kulit kakiku yang kemerahan akibat tersengat listrik. Aku menangkup wajahnya dengan kedua tanganku dan mengangkatnya agar dirinya melihat ke arahku.

"Aku baik-baik saja Raf. Tenanglah." Ucapku lembut. Dirinya seperti menghela nafas lega. Aku sedikit terekejut ketika dirinya mengangkatku dari kursiku dan mendudukanku dipangkuanya. Dia memelukku erat.

"That *ssh*l*! I wish I can make him suffer." Rafa mengumpat dengan perlan, namun aku masih bisa mendengarnya. Aku membiarkannya mengumpat untuk kali ini karena badanku yang merasa nyaman akibat kehangatannya.

Sebenarnya dari tadi badanku sangat kedinginan. Dengan rambut basah dan hanya menggunakan pakaian luar tanpa baju dalam, aku yakin sebentar lagi aku akan masuk angin. Tapi setidaknya dengan kehangatan yang dipancarkan dari tubuh Rafa, aku bisa merasakan sedikit kenyamanan saat ini. Yang kuinginkan saat ini adalah tidur. Akibat semua kekacauan dan emosiku yang tidak terkendali, tubuhku sangat kelelahan sekarang.

Aku mendekatkan diriku semakin dekat dengan tubuh hangat Rafa. Menyembunyikan wajahku di dadanya dan menutupkan mataku. Akan lebih enak jika aku membawa selimut tebal dan hangat saat ini, maka semuanya akan semakin nikmat. Tubuhku tidak akan terasa dingin dan aku bisa tertidur dengan nyenyak.

Aku tertidur saat mendengar teman-temanku berbicara entah tentang apa. Karena mereka, aku bisa tertidur dengan nyenyak dan tidak perlu memikirkan hal-hal aneh lainnya. Dan juga tubuh besar dan hangat milik Rafa.