webnovel

Astral : Seed of Chaos

Datangnya Era Mistral menyisakan banyak masalah bagi dunia. ketika kesenjangan antara yang kuat dan lemah semakin jauh, diskriminasi terhadap kaum lemah semakin kuat membuat pemerintah terpaksa meluncurkan pendidikan terhadap para calon Mistral yang baru. Akademi Mistral mulai diberlakukan di seluruh dunia. Setiap Akademi menjadi tempat pembelajaran elit bagi bibit-bibit muda yang unggul. Ronald, seseorang yang tak berbakat dalam Astral namun memiliki impian menjadi seorang Mistral terkuat bertemu dengan Zio, kucing aneh yang sangat sombong. Ronald bersama teman-temannya akan memulai perjalanan mereka dengan berjuang untuk memasuki Akademi Mistral Vandrechia. Dia akan bertemu dengan berbagai orang berbakat lainnya. Bersaing dan memperebutkan tempat pertama. Mengikuti lomba yang mewakili kelas bahkan sekolah dan negara. Tentu saja, ia juga akan tersandung dengan organisasi teroris yang sangat berbahaya. Ini adalah kisah pertumbuhan Ronald dan bermunculannya bibit kekacauan di seluruh dunia.

Agis_Z99 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
200 Chs

Dimulainya pelatihan ini

Ujian masuk Akademi Mistral Vandrechia dimulai sekitar 8 bulan lagi. Setiap calon siswa pasti akan melatih diri mereka sebaik mungkin. Itulah yang dilakukan Ronald.

Atas rekomendasi ibunya, Ronald mendatangi seorang guru yang dulu mengajari ayahnya bagaimana menjadi seorang Mistral.

Berbicara mengenai ayah Ronald, dia sudah meninggal saat menjalankan tugasnya sebagai Guardian.

Guru tersebut bernama Zhao Lee, sama seperti ibunya, dia adalah orang keturunan benua timur. Setiap orang dari benua timur memiliki bela diri yang lebih baik dibanding orang-orang dari benua barat. Hal ini telah menjadi rahasia umum di masyarakat.

Sekarang, Guru Zhao Lee tinggal di sebuah desa di atas bukit. Jarak desa dari kota Vandrechia sekitar 40 km. Ronald pergi ke desa itu dengan menggunakan motor pribadinya. Ia pergi dengan membawa beberapa pakaian dan uang karena ia akan tinggal selama 6 bulan untuk pelatihan di desa tersebut.

Butuh waktu sekitar 45 menit sebelum akhirnya, Ronald sampai di desa tersebut.

Mata Ronald terkagum-kagum melihat hamparan tanaman padi yang sangat luas. Udara sejuk yang jarang ia rasakan di perkotaan juga sangat menenangkan pikirannya.

"Ini benar-benar tempat yang bagus untuk berlatih," gumam pelan Ronald.

Sebuah gerbang yang terbuat dari kayu terpatri tegak menandakan pintu masuk desa. Di atas gerbang itu tertulis nama ' Desa Goricke'. Setelah memasuki gerbang itu, Ronald melihat rumah-rumah yang terbuat dari bambu, anak-anak yang sedang bermain dengan riang gembira, ibu-ibu yang sedang berkumpul, dan hingga akhirnya ia menjumpai sebuah rumah dengan halaman yang sangat luas.

Di halaman rumah tersebut, beberapa remaja memakai seragam yang sama melakukan gerakan bersamaan. Mereka sedang berlatih seni bela diri dengan rapi.

Ronald memasukan motornya ke halaman rumah tersebut dan memarkirkannya di ujung halaman. Ia kemudian membuka helmnya dan menghirup udara pedesaan yang segar.

Seorang pria tua bersama anak gadis terlihat menghampirinya.

"Apakah Anda Zhao Lee–Sensei?" tanya sopan Ronald.

"Iya, ini Den Ronald ya? Duh udah besar aja. Terakhir kita ketemu waktu kamu masih kecil." Ronald dan Zhao Lee bersalaman dengan hangat.

Zhao Lee berkata pada gadis di sampingnya, "Ning'er kenalan dulu sama Den Ronald. Den Ronald ini anaknya om Roman."

Gadis yang dipanggil Ning'er itu terlihat seumuran dengan Ronald. Ia memiliki tinggi sekitar 155 cm yang cukup tinggi untuk seorang gadis berumur 15 tahun. Ia memiliki tubuh ramping dan wajah yang cantik dengan rambut ungunya.

"Perkenalkan nama saya Xiao Ning'er, salam kenal," ucap Ning'er sambil menundukkan badannya.

"Ronald Dreviosch. Salam kenal," ujar Ronald sambil membungkuk juga.

"Ning'er bawa Den Ronald ke dalam, ngobrol-ngobrol dulu nanti Kakek nyusul," ucap Guru Zhao Lee.

Mengikuti permintaan kakeknya, Ning'er mengajak Ronald masuk ke rumahnya. Ronald mengikuti gadis itu dari belakang. Sesaat setelah Ronald masuk ke rumah Zhao Lee ia disuguhkan dengan pemandangan rumah yang unik yang memiliki gaya khas benua timur.

Perhatian Ronald segera teralihkan pada sebuah foto. Dalam foto tersebut ia dapat melihat sosok ayahnya yang masih remaja, Guru Zhao Lee, dan seorang gadis yang mirip dengan Ning'er.

"Foto ini ...."

"Itu foto Mama, Kakek sama Om Roman. Kata kakek itu foto waktu Om Roman masih muda," jelas Ning'er.

"Apa Ayahku sama Mama kamu deket?"

"Kata Kakek, dulu ibu pernah suka sama Om Roman tapi ditolak."

"Kamu kayaknya kenal banget sama Ayahku."

"Waktu aku kecil, Om Roman sering datang kesini bawa macam-macam hadiah."

"Kalau boleh tau, Ibu sama Ayah kamu kemana?"

"Ibu sama Ayah udah meninggal."

Ronald terkejut mendengar itu, ia segera meminta maaf, "Maaf yah, aku gak tau."

Ning'er menggelengkan kepalanya pelan, "Gak papa kok, Om Roman juga udah ... Gak ada kan?"

Ronald mengangguk pelan.

"Kamu duduk aja dulu disini, aku buat teh dulu," ucap Ning'er.

Ronald dengan melipat kakinya dengan bagian betis dibawah, atau duduk gaya timur seperti yang diajarkan Ibunya.

Tak butuh waktu lama sebelum Ning'er kembali lagi. Ia membawa dua gelas teh di atas sebuah nampan.

Kemudian ia duduk, lalu menaruh satu gelas teh di depan Ronald dan satu gelas lagi di depan dirinya sendiri.

Ronald menyeruput teh tersebut pelan sebelum menaruhnya kembali. "Ning'er, apa kau seorang Mistral?" tanya Ronald penasaran.

Ning'er yang ditanya tersenyum. Ia menjentikkan jarinya dan seekor anak serigala tiba-tiba muncul di atas kepalanya, "Iya, aku juga seorang Mistral. Aku Mistral Amatir, ini adalah Astralku, Xiaobai."

Ronald menatap anak serigala itu dengan seksama.

"Bukankah ini Serigala putih dingin? Kalau tidak salah ini bintang empat kan?"

Ning'er mengangguk, "Betul, aku mendapatkannya dari Kakek. Bagaimana denganmu, Ronald?"

"Punyaku? Zio keluarlah," ucap Ronald.

Segera sebuah bola biru keluar dari tubuh Ronald lalu bola itu berubah menjadi kucing tepat diatas paha Ronald.

"Apa dia Nekomata?"

"Yah begitulah, dia kucing murahan," ujar Ronald dengan nada canda. Awalnya ia pikir Zio akan memarahinya, tapi ia tiba-tiba sadar Zio tak pernah berbicara di hadapan orang lain. Tetapi Ronald merasakan kuku tajam Zio yang semakin menusuk pahanya.

"Hmm sepertinya itu bukan Nekomata biasa," ujar Xiao Ning'er.

"Eh? Kenapa?"

"Karena ...." Ning'er tidak melanjutkan perkataannya melainkan menunjuk pada anak serigala diatas kepalanya.

Ronald seketika menyadari anak serigala itu terlihat menggeram ketakutan ke arah Zio.

"Aku dapat merasakan perasaan ketakutan Xiaobai," ucap Xiao Ning'er pelan.

Ronald yang melihat Xiao Ning'er dapat merasakan keganjilan Zio memutuskan untuk mengubah pembicaraan.

"Jadi, Apa kau akan ikut Ujian Masuk Akademi Mistral Vandrechia?" tanya Ronald penasaran.

"Sepertinya begitu," sahut Ning'er

Akhirnya Guru Zhao Lee datang. Ronald dan Guru Zhao Lee membahas

berbagai hal dengan bersemangat.

***

Keesokan harinya, Ronald bangun ... tidak lebih tepatnya ia dibangunkan secara paksa pada jam lima pagi. Pelaku yang menghancurkan mimpi indah remaja tersebut adalah Xiao Ning'er yang disuruh kakeknya.

Ronald yang masih setengah sadar diseret oleh Xiao Ning'er.

"Ning'er kita mau kemana? Aku masih ngantuk," ucap Ronald dengan nada malas.

"Mandi."

"Tunggu, Mandi? mana mungkin aku mandi bersama whoaa!" Ronald langsung dilempar ke kolam renang.

Ronald yang masih setengah sadar langsung bergelut dengan air sebelum menstabilkan posisi tubuhnya. Ia mengusap wajahnya lalu menatap Xiao Ning'er dengan horor.

"I-ini masih pagi buta. A-apa yang kau lakukan!"

Ning'er menatap Ronald datar, "latihannya dimulai dari jam lima pagi." Ia kemudian melemparkan beberapa baju, celana dan empat buah lingkaran yang mirip gelang ke sisi kolam renang.

"Pakailah itu jika kau sudah selesai, aku akan menunggu di depan gerbang," kata Ning'er sebelum pergi meninggalkan Ronald.

Ronald menghela nafas berat, "Aku tak tahu gadis itu bisa sangat kejam." Ia kemudian melirik ke sekelilingnya, "Karena sudah terlanjur basah, mari kita berenang saja."

Setelah selesai berenang. Ronald bangkit dari kolam renang dan berdiam sebentar, terutama untuk mengeringkan tetesan air yang ada pada tubuhnya. Ronald agak menyesal karena tidak membawa handuk.

Setelah beberapa saat kemudian ia memakai pakaian yang disediakan Ning'er. Namun, saat ia mengangkat memasangkan gelang pada tangan kanannya, ia kaget.

"Gelang ini sangat berat," ucap Ronald sambil merasakan beban besar pada pergelangan tangannya.

Ia lalu memasang gelang kedua di tangan kiri dan dua gelang sisa pada kedua kakinya. Lalu Ronald dengan susah payah berjalan ke gerbang.

"Ini sangat berat, bagaimana aku bisa latihan kalau bebannya terlalu berat?" keluh Ronald.

Ning'er hanya menatapnya datar sebelum menunjukkan tangannya, di pergelangan tangannya tiga buah gelang pemberat bergelantungan. Segera Ronald menutup mulutnya.

"Kita akan joging pagi mengelilingi bukit. Ikuti aku, " ujar Ning'er sebelum berlari pelan.

"Tunggu aku!" Ronald dengan susah payah mengejar Ning'er.

Namun, baru beberapa puluh meter Ronald sudah kehabisan nafas. Akhirnya Ning'er memperlambat kecepatannya.

Rute menanjak membuat beban Ronald semakin besar. Kondisi jalanan tanah yang becek dan licin membuat ia harus berhati-hati, walaupun begitu Ronald tetap terjatuh beberapa kali.

Rasa perih dari bebatuan kerikil yang diiinjak tanpa alas juga pertama kali Ronald rasakan, sangat menganggu dan membuat telapak kakinya terluka.

"To-tolong, kita berhenti dulu Oke?"

Perjalanan menjadi semakin lambat karena Ronald yang terus menerus beristirahat di tengah jalan. Ning'er yang melihat itu beberapa kali memarahinya.

Setengah jam terlewati, Akhirnya Ronald dan Ning'er mencapai puncak bukit. Ronald menatap kagum pemandangan dari atas bukit. Ia dapat melihat hamparan luas hutan, pertanian dan juga pemukiman warga dari atas sini.

Hawa dingin tak lagi menjadi halangan. Antara alam dan dirinya seakan menyatu. Ketenangan jiwa dan pikiran melanda Ronald. Hal yang paling penting adalah energi mana dalam tubuh Ronald bersirkulasi dengan cepat.

"I-ini?" ucap Ronald kaget merasakan energi mana miliknya bersirkulasi dengan cepat.

"Pergantian malam dan siang adalah waktu yang cocok untuk berlatih dan bermeditasi. Energi mana dalam tubuh akan bersirkulasi dan meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Saat ini benar-benar saat yang paling bagus untuk melatih jiwa dan raga," ucap Ning'er dengan lembut.

Ronald merenung sebentar. Ia mencoba memproses pengetahuan yang di dapatkannya. Mengenai energi mana, meditasi dan tentunya jiwa raga.

[Ketika tubuh, roh, manya, dan alam saling berhubungan dan berkomunyikasi secara langsung, maka itulah yang disebut Harmonyisasi lingkungan —Nyaw.

Ketika kau bisa melakukan harmonyisasi lingkungan setiap saat, setiap detik, maka pikiranmu akan mencapai tahap sage —Nyaw]

Suara imut Zio bergema di pikiran Ronald.

'Zio? Apa kita bisa berkomunikasi secara pikiran?' tanya Ronald penasaran.

[Tentu saja bisa —Nyaw]

"Ronald, ikuti gerakanku," perintah Ning'er.

Kemudian gadis itu memperagakan beberapa gerakan yang diikuti oleh Ronald. Kedua gerakan mereka begitu selaras dengan indah dan selaras dengan alam.

Berbagai beban pikiran serasa menghilang dari ruang ingatan Ronald. Keadaan pikiran Ronald kosong tak ada hal yang ia pikirkan, ia hanya mengikuti gerakan Ning'er dan merasakan kedekatan dengan alam.

Setelah beberapa menit akhirnya Xiao Ning'er berhenti bergerak. Ia kemudian mengangkat tangannya seraya mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Gerakanku benar-benar bagus, kau dapat menyelaraskannya dengan cepat," puji Ning'er pada Ronald.

"Terima kasih, kalau boleh tau gerakan apa itu tadi?" jawab Ronald pendek.

Ronald dapat merasakan gerakan-gerakan tadi meningkatkan fisiknnya. Sekarang gelang pemberat yang tersemat di tangan dan kakinya terasa lebih ringan dibanding sebelumnya.

"Itu tarian ombak fajar menyingsing," ujar Xiao Ning'er.

"Hm? Nama yang sangat aneh," gumam pelan Ronald.

Pelatihan telah dimulai! Pertemuan awal Xiao Ning'er, salah satu tokoh sentral di seri ini dan tokoh utama kita Ronald.

jangan lupa tulis komentar kalian mengenai chapter ini

Agis_Z99creators' thoughts