webnovel

Gedung Pernikahan

Dengan tatapan khawatir Lili langsung menunjuk salah satu gaun berwarna putih tepat berada di dalam kamar Zelin. "Gegara kejadian kemarin, pernikahan Kaka di percepat hari ini." Jelas Lili dengan nada memelas. Karena begitu kasihan pada Zelin.

**

Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Lili, membuat mata Zelin langsung menatap ke arah yang dituju. Tiba-tiba kesadarannya mulai terkumpul kembali, Ia pun menutup matanya kembali berharap ini adalah mimpi buruk. Namun percuma, inilah kenyataannya. Tangan Lili terus menggoyangkan tangan Zelin agar bangun dari tempat tidurnya.

"Ka ... bangun, mereka lagi tunggu kita di depan apartemen." Pinta Lili dengan nada getir. Seperti ketakutan.

Mendengar suara Lili begitu beda dengan nada biasanya, Zelin langsung membuka mata. Dan menatap mata Lili penuh ketakutan, Zelin pun memperbaiki posisi tidurnya menjadi duduk menghadap Lili, dengan cepat Zelin menarik tubuh Lili ke dekapannya. Telapak tangan Zelin mulai menepuk lembut punggung Lili agar bersikap tenang.

"Ga usah takut ... ada Kaka di sini." Ucapnya. "Memang mereka tadi ngapain kamu?" Tanya Zelin kini kedua tangannya memegang pundak Lili, agar menatap matanya dengan serius.

"Tadi Lili mau ke apartemen Kaka kan ... taunya udah ada banyak bodyguard suruhan Om Brama, pas Lili mau putar balik karena takut, mereka baru sadar. Kemudian nangkap Lili biar ga kabur. Mereka suruh Lili masuk ke dalam apartemen sambil ngasih gaun itu. Lili gamau pun mereka tetap maksa pakai kata-kata kasar." Jelas Lili, kini sedikit tenang sebab Zelin sudah memeluk Lili.

"Ya sudah kamu tunggu di sini ... Kaka mau mandi dulu." Ujar Zelin dengan nada lesunya. Kemudian turun dari ranjang menggunakan sendal khusus di kamar.

Kakinya mulai meraih gaun tersebut, dan mengambil baju lainnya yang dibutuhkan di dalam lemari. Lalu berjalan menuju kamar mandi, melakukan ritual bersih-bersih badan layaknya orang normal pada umumnya. Ketika di dalam kamar mandi, Zelin seperti pasrah dengan keadaan mau bagaimana pun kini dirinya memang sedari dulu di bawah kendali pamannya.

Mau dipaksa pun jika memang ini takdir Zelin, Ia akan menerima semuanya. Pikirannya toh ada namanya perceraian. Kali ini Ia berjanji pada dirinya akan menuruti perintah Pamannya untuk terakhir kali, selebihnya biar Zelin yang urus. Setelah memakan waktu lama di kamar mandi. Wanita berambut panjang muncul dengan gaun berwarna putih, muncul dari pintu kamar mandi. Berusaha memasang senyum pada Lili sedang duduk di pinggir kasur agar gadis itu tidak mengkhawatirkannya.

"Bagaimana? Kaka cantik tak pakai gaun ini?" Tanya Zelin, kemudian melangkah menuju meja rias.

Kaki Lili melangkah menuju tempat duduk calon pengantin itu, "Kaka serius mau nikah?" Tanya Lili dengan tatapan iba.

Zelin mengangguk. "Mungkin ini takdir Kaka ... tidak ada kata lain selain berserah pada yang di atas." Jawab Zelin, tangannya mulai meraih make up, dan memberi polesan pada wajah polosnya itu.

Lili pun meraih hairdryer untuk mengeringkan rambut panjang Zelin, kemudian membantu menyisir rambut berwarna hitam tersebut. Sesekali Lili menatap pantulan wajah di cermin, tidak ada raut wajah kesedihan tergambar di wajah Zelin. Mungkin karena wanita tersebut sangat pintar menyembunyikan sehingga tidak sembarang orang mengetahui Zelin tengah sedih.

Setelah merasa Zelin sudah cantik bagi dirinya. Zelin langsung berdiri dari kursinya. Kemudian menarik lembut tangan Lili agar pergi bersamanya. Ketika kakinya melangkah melewati para bodyguard yang tengah menjaga di luar apartemen, Zelin bersikap acuh namun bodyguard tersebut masih mengikuti Zelin bahkan saat masuk lift pun bersama.

Pintu lift terbuka, kemudian Zelin berjalan bersamaan Lili menuju mobil yang sudah terparkir di luar gedung apartemen Zelin. Wanita tersebut langsung masuk ketika salah satu bodyguard membukakan pintu untuk Zelin. Dan Lili duduk di kursi depan di samping supir suruhan Om Brama. Setelah mobil berjalan meninggalkan area apartemen Zelin. Wanita memakai gaun putih tersebut, menatap jalanan di luar jendela mobil. Dirinya memikirkan nasib karir dan kehidupan selanjutnya akan seperti apa.

Ketika mobil sudah berhenti di depan gedung pernikahan, Zelin langsung di sambut oleh Bodyguard yang membukakan pintu mobil untuknya. Kaki Zelin mulai melangkah di atas karpet merah, matanya tertuju pada seseorang di pintu masuk gedung tengah senyum licik pada dirinya. Zelin hanya menarik nafas berat, kemudian melanjutkan langkahnya menuju pintu masuk. Tak lupa juga bodyguard selalu mengikuti di belakang.

"Cie ... nikah muda ni yeh, yah udah ini lu gaakan terkenal lagi, terus karirnya hancur." Umpat Ajeng, sedikit berteriak saat Zelin melewati dirinya.

Zelin pura-pura tidak mendengar dengan tatapan lurus ke depan. Kemudian pintu gedung di buka oleh bodyguard. Matanya kini di suguhkan dengan pernikahan sederhana namun gayanya mewah sebab, mata Zelin hanya melihat kerabat-kerabat Om Brama terdekat saja yang sedang duduk di kursi tamu. Ada wajah yang terlihat asing, mungkin itu kerabat dari mempelai pria.

Mata Zelin kini menatap sekeliling dirinya, tidak ada bodyguard yang berada di belakang maupun depan. Dirinya melihat ada 2 bodyguard saja itu pun tengah berbicara pada seseorang di telepon. Senyum kemenangan pun terukir dari wajah Zelin. Matanya kembali mencari Lili namun tidak ada, sepertinya orang suruhan Bramalah yang sengaja memisahkan Lili dengan Zelin. Pikirannya sedang berputar keras, mencari ide. Karena di pintu utama gedung begitu banyak bodyguard. Yang terpenting sekarang Ia harus lari terlebih dahulu sembari mencari jalan keluar gedung lain.

Perlahan tapi pasti, kaki Zelin mulai menjauh dari 2 bodyguardnya. Namun aksinya tertangkap oleh satu bodyguard. Kemudian pria kekar tersebut menghubungi kawan-kawannya lewat salah satu handset yang menggantung di telinga setiap bodyguard. Kecepatan lari Zelin semakin menambah saat bodyguard mulai berdatangan. Dengan tangan memegang gaun agar langkah kakinya semakin lebar. Bahkan sepatu haknya pun mengganggu pergerakan lari Zelin. Segera Ia melepaskan sepatu tersebut.

"Woi ... berhenti!" Teriak salah satu bodyguard yang tengah mengejarnya.

Namun percuma Zelin sudah naik ke atas tangga. Kini mereka jadi tatapan para tamu, tapi Zelin tidak peduli itu. Ketika tengah berlari dan sesekali melirik ke belakang, dirinya tidak menyadari menabrak dada bidang seseorang. Lalu Zelin menatap pada wajah pria tersebut, tengah tersenyum kemenangan pada Zelin.

"Hayo mau ke mana lagi? Sudah menyerah saja." Ujar pria berambut keriting itu.

Kini mata Zelin penuh ketakutan, langsung berjalan mundur ke belakang. Kini dirinya tengah di kepung oleh bodyguard sedang tersenyum penuh kemenangan. Ketika mereka semakin mendekat, itu membuat Zelin semakin mundur hingga matanya kini terbelalak hampir terjun dari lantai dua sebab ada jendela terbuka. Kini senyum kemenangan kembali pada Zelin.

"Ingat jangan macam-macam dengan saya ... ha-ha-ha, tidak pernah ada yang mengalahkan Zeline Zakeisya Tanisha. Bye-bye para pria bodoh." Pamit Zelin, dengan penuh tekad wanita tersebut, langsung meloncat dari lantai dua.

Brug.

"Aws ..." Rintih Zelin, kini kakinya sedikit sakit. Namun bagi Zelin turun dari lantai dua tidak akan membuat dirinya mati.

Senyumnya mengembang saat melihat ke atas, menatap para pria berotot tidak berani terjun seperti Zelin. Namun ada salah satu bodyguard yang hendak melompat, segera Zelin berlari kembali. Matanya menangkap salah satu supir yang baru keluar dari mobilnya. Segera Clarisa meraih bahu pria tersebut dan mendorong ke belakang dengan kasar.

"Maaf pak ... mobilnya saya pinjam dulu." Ucap Zelin kemudian memasuki mobil tersebut, dan kabur menggunakan mobil curiannya. Tanpa mengindahkan perkataan supir tersebut.

Dengan skil mengemudi yang Zelin kuasai, dirinya bisa melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Senyumnya mengembang saat dirinya sudah menjauh dari gedung pernikahan. "Akhirnya gua bisa kabur juga." Gumam Zelin dengan senyum bangganya.

"Siapa Anda? Mencuri mobil saya?" Tanya seorang pria, dari jok belakang.

Mendengar suara manusia, tubuh Zelin menjadi kaku. "Saya cuma pinjam pak, nanti saya turun di depan. Soalnya saya lagi kabur dari perjodohan." Bener Zelin dengan lantang. Matanya masih fokus ke depan jalan raya.

Mendengar suara yang tidak aneh di telinga pria tersebut, langsung saja matanya menatap spion yang berada di dalam mobil. Matanya langsung tersentak. "Zelin?" Sahut Zayden.

Ketika namanya di sebut, Zelin langsung menatap spion di depan. Matanya tak kalah kaget. Langsung saja Zelin membanting dasboard ke tepi jalan. Dan memberhentikan secara mendadak. Lalu menatap ke kursi bangku belakang. "Kau Zayden ... Direktur itu?" Tanya Zelin dengan tatapan tak percaya.

Bersambung ...