webnovel

April yang Amazing

Arta adalah seorang cowok yang santun dan rajin. Hanya saja dia berkecil hati dalam urusan cinta. Sejak kecil hingga kuliah ia berstatus jomblo. Dia tidak pernah mampu mengungkapkan perasaannya karena dia sadar siapa dirinya? Keadaannya yang sangat sederhana itu, juga wajahnya yang baginya tak menarik itu. Sampai suatu ketika ia berkata : "Aku akan jadi Milliarder, awas saja kalaunpara cewek berdatangan. Aku tolak kalian semuanya. Akan kurawat wajahku sampai ganteng!!!" Mampukah ia jadi milliarder? Apa yang akan ia lakukan jika itu terjadi? ORISINIL YESS, PLAGIAT NO!!!

NamRas_new · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
10 Chs

Hidup Baru

Kemegahan dan kemewahan Bandara Changi Singapura dengan keramaian dan gemerlapnya hiasan lampu-lampu dengan sinaran yang memancari segala sudut ruangan sama sekali tak menggoda pandangan Ferdian, dia berjalan menunduk dengan terlunta-lunta dan wajah yang sangat putus asa. Berjalan bagai orang linglung yang tak punya arah dan gairah hidup. Sungguh ia seakan berharap pesawat yang ia tumpangi celaka dan menyebabkan kematiannya, itu lebih baik baginya saat ini. Ia duduk termenung bak orang hilang ingatan yang menampilkan tatapan mata kosong tak ada isi. Ia hendak meninggalkan Singapura.

Indonesia, Jawa Timur ...

Dengan diantar G*jek, Ferdian sampai juga dirumahnya. Tujuan Ia ke rumah hanya menaruh tas dan mengambil motornya. Ia ingin segera menemui Indira. Orang-orang rumah sangat heboh dengan kedatangan Ferdian, tanpa kabar dan tanpa berita tiba-tiba sampai rumah dengan wajah yang lesu.

"Lho?! kok enggak bilang kalau pulang sayang? kan bisa dijemput di Bandara?" Ferdian tetap nyelonong masuk ke kamar tanpa kata-kata untuk mengambil kunci. Mama dan kakaknya terus membuntuti dia keheranan.

"Eh kesambet apa sih kamu? oleh-oleh enggak ada, wajah kusut. Penampilan kayak gak waras, enggak mencerminkan dari luar negeri tahu." Kak Yenita marah-marah.

"Ferdian, kamu kenapa sayang?" Mamanya sangat panik sambil memegang tangan anaknya.

"Eh Fer, ke luar negeri bikin kamu jadi hilang adat sama adab ya?!." Tambah si kakak.

Ferdian tak bergeming dan segera menaiki motornya, menstarternya dengan kuat dan berlalu pergi.

"BRRRRRMMMMMM !!!!" secepat kilat dia meninggalkan rumahnya.

jarak yang tak begitu jauh ke alamat yang dituju, membuat ia segera sampai disana.

Benar saja. Selama ini mereka bisa jadi selalu bertiga, di sana Ferdian tengah melihat Indira, Aliyah dan Angga.

Sebelum ia berhasil turun dari motornya, Indira sudah keluar dari toko dan segera mengusirnya.

"Enyahlah dari sini!. Tanah ini, toko ini ... tak sudi kedatangan tamu sepertimu!." Hardik Indira pedas.

Ferdian mematung dengan wajah yang pucat. dari pagi ia tak sempat sarapan atau memakan apapun karena tak berselera.

"Telingamu kemana? Hah?! apa kamu tak dengar? Aku sudah tidak ingin mengenalmu. Kembali kau ke pelukan wanita itu! mau apa kesini?!" Indira yang mengumpat dan mencaci dengan nada tinggi dengan muka merah dan mata ganar, tapi tetap tak sanggup menyangkal, air matanya mengalir deras karena bagaimanapun Ferdian adalah orang yang pernah dia cintai.

Ferdian belum mampu berkata-kata, hanya dada dan nafasnya yang naik turun menyembunyikan rasa sakitnya juga.

"Aku mohon jangan pernah tampakkan wajahmu lagi, aku semakin sakit melihatmu" kedua tangan indira tampak turut memohon. "Sudah cukup kamu menyakiti aku, sekarang pergilah! PERGILAH JANGAN TUNGGU LAGI!!!" gadis itu menumpahkan kemurkaannya kepada lelaki yang telah menghianatinya. Ia mendorong berulang kali tubuh Ferdian sekuat tenaga, Ferdian hanya diam, menahan tubuhnya dari dorongan Indira dan ... air matanya mulai menitik pula dari kedua sudut mata yang tajam itu.

Angga dan Aliyah turut keluar toko mendekati mereka namun tak berani berbuat apa-apa, juga tidak mungkin mencampuri urusan mereka, hanya bisa saling berpandangan dan mereka rasa hanya keduanya yang berhak menyelesaikan masalah itu. Ferdian segera menangkap dan menggenggam kedua lengan Indira dengan kuat.

"Aku dijebak Ra, Maafkan aku. Aku sungguh dibuat tidak sadar. Mereka menuangkan alkohol pada mulutku. Kamu tahu aku tak suka minum? ketika aku teler aku diperdaya dan terjadilah semua itu."

"LEPASKAN TANGANKU!!!, kau menyakitiku!!." Tampik Indira, sambil menarik tangannya.

"Aku mohon percayalah padaku Ra. Kamu bisa tanya Ikhsan dan Fandi, mereka saksinya. Hanya kamu yang ada dihatiku. Aku korban Ra, aku dijebak Ra!, wanita itu yang menginginkan aku!, dia itu anak bosku yang aku ceritakan, jangan begini Ra, kita bisa bicarakan baik-baik" Tangisan Ferdian tak mengindahkan rasa malu di depan umum, dia tak peduli. Tatapan orang-orang sekitar dan yang lalu lalang tampak memusat ke arah mereka berdua.

"Kamu pikir aku juga tidak menderita?! AKU JUGA HANCUR RA!, hanya kamu yang aku cintai! aku tinggalkan Singapura, pekerjaanku bahkan semuanya aku sudah tak peduli, aku hanya ingin ketemu dan menjelaskan ini!" Ferdian pun setengah berteriak untuk pembelaan dirinya.

"Semua sudah terlambat!, ini terlanjur kacau! aku tak butuh penjelasanmu, aku pun sudah tak butuh dirimu!!!" Sekali lagi Indira mendorong Ferdian hingga terjerembab jatuh terduduk. Ferdian melemah menghadapi Indira. Keduanya sungguh pilu saling mengucurkan air matanya. Air mata cinta, kekecewaan dan kebencian yang menjadi satu.

"Demi Tuhan aku dijebak Ra ..." nada Ferdian serak dan melirih terendam oleh tangisnya. "Aku dibuat tak berdaya agar aku menikahi dia!, karena itu seolah-olah aku meniduri dia, kamu pikir untuk apa dia foto dan kirim ke kamu?! KARENA INI YANG IA INGINKAN. kita berpisah dan akhirnya aku menikahi dia!"

"Meskipun ini jebakan. Katakan kamu tidur dengannya atau tidak?!. apa pantas kamu meminta kembali padaku dan meninggalkan wanita itu?! kalau kamu laki-laki nikahi dia!!!"

"Aku tak mau nikahi dia! dia punya banyak laki-laki Ra, bahkan dia juga tidur dengan siapa saja yang ia mau!!! aku mohon maafkan aku Ra .. maafkan aku. Aku tak bisa hidup tanpamu Ra!!! Demi Tuhan aku dijebak Ra" Rengekan Ferdian terhadap gadis ini.

"Sekarang pikir pakai otakmu! lalu cerna pakai akalmu, apa pantas kesalahan begini untuk dimaafkan??!" Bentak Indira sambil menunjuk-nunjuk kepalanya sendiri dengan telunjuknya "Tanyakan sendiri pada HATIMU BUKAN HATIKU!! jika kamu masih waras, kamu pasti bisa menjawabnya"

"Oke! Oke, Biarkan Tuhan yang mengadili, AKU BERSUMPAH DEMI NAMAMU!!!. jika aku yang salah, hari ini kau akan lihat aku mati, tapi jika aku hidup, artinya aku masih diberi kesempatan Tuhan dan biarkan aku perbaiki semuanya Ra, KAMU AKAN LIHAT SENDIRI HARI INI!!! AKU MATI ATAUKAH HIDUP!!!" Dia tergopoh-gopoh memakai helmnya hendak memacu motornya. Indira menghentikan tangisnya,

"Maksudmu apa mas?!" dia menggeleng dan membelalakkan mata. Benarlah dengan cepat Ferdian mengegas dan memacukan motornya dengan kecepatan tinggi. Indira segera berlari mendekati Angga.

"Mas Angga, tolong hentikan dia mas, kejar dia mas" Pinta Indira sembari menangisi kepergian Ferdian.

"Kejar bagaimana Ra? itu berbahaya, dia sudah kesetanan! lihat dia ngebut enggak kira-kira." Sanggah pemuda sahabat Ferdian itu. Indira tanpa pikir panjang. ia memasuki tokonya untuk mengambil kunci motornya dan segera mengejar Ferdian.

"Ra, kamu jangan nekat Ra!"

"AKU IKUT RA!!" teriak Aliyah, namun Indira terlanjur mempercepat laju motor maticnya mencoba mengejar Ferdian di jalan raya.

"Ckck!! Gila kamu Ra, lelaki macam dia masih kau berati" Angga menggeleng kesal, patah pucuk, Angga pun terpaksa harus mengejar Indira "Ayo Aliyah, ikut aku!!" Keduanya menaiki motor ber-kopling milik Angga dan terburu-buru mengejar ketertinggalannya.

Ferdian seperti pembalab liar yang mengemudikan motornya dengan ngawur, lampu merah ia terjang dan tak lihat ke kanan atau kiri sama sekali, yang ada dalam benaknya adalah mati atau belas kasihan dari Tuhan yang membiarkan dia hidup. Indira hanya semampunya mengejar namun tetap tertinggal jauh, dia hanya memiliki tenaga perempuan yang hanya berusaha menghentikan kegilaan Ferdian semampunya.

"Biarlah ini menjadi gambling." Bisik lirih Indira dalam bathinnya, "kalau memang ada yang ditakdirkan mati, bisa aku ... bisa mas Ferdian ... bisa juga mas Angga." Semakin ia mempercepat laju motornya diiringi tangisnya yang semakin pecah.