webnovel

Bagian 28 (Pelanggaran?)

.

.

Itu sekaligus balasanku untuk 'Erika sayang'mu semalam!

.

.

***

Christy duduk di kursi bar dengan segelas wine di meja. Di samping gelas wine, ada segelas jus jeruk pesanan pacarnya yang masih di jalan.

Christy sedang menunggu Yoga datang. Yoga tidak bisa menjemputnya di rumah mode, karena dia terjebak meeting sampai malam.

Tadinya Yoga sudah menyarankan supaya pertemuan mereka malam ini dibatalkan saja. Dia khawatir Christy akan menunggunya di bar terlalu lama. Tapi Christy bersikeras tetap mau bertemu Yoga malam ini, hingga Christy naik taksi dari rumah mode ke bar.

Karena kesibukan Christy, setelah malam ini, mungkin mereka baru bisa bertemu lagi minggu depan. Dan itu terlalu lama buatnya.

Lagi pula, Christy sudah penasaran setengah mati, ingin mencoba sesuatu malam ini.

Yoga adalah pacarnya yang paling 'tidak biasa'. Walaupun Yoga sama sekali tidak terlihat religius, dia sangat anti dengan minuman keras. Dan sekalipun mereka berdua tetap bersentuhan secara fisik, tapi Yoga selalu menolak diajak menginap di apartemennya. Dan itu untuk Christy, SANGAT ANEH. Baru kali ini ada laki-laki yang menolak berhubungan intim dengannya.

Christy heran, apa sebenarnya tujuan Yoga berpacaran dengannya?

Malam ini Christy datang dengan persiapan. Setelah beberapa kali gagal mengundang Yoga ke apartemennya, malam ini dia yakin akan berhasil.

Tangan Christy menelusup masuk ke tas mungilnya dan mengeluarkan satu sachet bubuk. Dengan cepat dia memasukkan bubuk itu ke gelas Yoga dan mengaduknya. Bibirnya menyunggingkan senyum licik.

Dengan ini, gak akan ada laki-laki yang bisa tahan.

***

Yoga muncul di pintu masuk bar, melangkah cepat. Christy menyambutnya dengan senyuman.

"Hai, sayang!" sapa Christy.

Tangan Yoga melingkari pinggang Christy.

"Maaf meeting-nya lama sekali tadi. Kamu udah nunggu lama?" tanya Yoga.

"Enggak, kok. Santai aja. 'Kan emang aku yang maksa ketemuan. Soalnya, besok-besok aku bakal sibuk buat persiapan fashion show. Dan mungkin baru bisa ketemu kamu minggu depan," kata Christy.

Yoga duduk di samping Christy, mengatur napas.

"Aku udah pesenin jus jeruk kamu," kata Christy menunjuk jus berwarna oren itu dengan arah dagunya.

"Oh udah? Thanks," ucap Yoga segera meneguk jus jeruk dingin itu. Christy tersenyum lebar.

Yoga meletakkan gelas di meja. "Kita mau ke mana malam ini? Mau nonton midnight atau ke tempat lain?" tanya Yoga.

"Santai aja dulu, sayang. Kamu 'kan baru dateng," kata Christy.

"Oke. Minggu depan kamu ada show di mana?"

"Di Surabaya. Tapi di sananya sih cuma tiga hari kok. Besok-besok ini cuma sibuk persiapannya aja. Jadi aku masih di sini," jelas Christy.

Mereka terus mengobrol. Sekitar sepuluh menit kemudian, Yoga mulai merasa ada yang aneh. Seperti ada hawa panas yang janggal di dalam tubuhnya. Keringat mengalir di dahinya.Apa dirinya sakit? Tapi sedari tadi saat meeting dia sehat-sehat saja, pikirnya.

Christy mengerutkan alis. "Sayang, kamu kenapa? Pusing?" tanya wanita itu mencondongkan tubuhnya dan membuat kerah dadanya lebih turun. Mata Yoga otomatis melihat ke bagian pribadi wanita di hadapannya dan seketika dia merasa hawa panas di dalam tubuhnya naik.

Yoga memalingkan matanya ke arah lain.

"Emm -- iya. Aku agak ... kenapa, ya? Aku juga gak ngerti. Mungkin masuk angin, kali," jawab Yoga gugup.

"Aduh. Maaf ya, sayang. Ini gara-gara aku maksa ketemuan. Harusnya kamu istirahat aja. Mungkin kamu kecapean habis meeting sampe malem," kata Christy memasang ekspresi simpati.

Yoga terdiam. Rasa panas yang aneh di dalam tubuhnya kini bercampur dengan pusing. Dia memegang kepalanya.

Christy mengelus punggung pacarnya.

"Sayang, kayaknya kamu gak bisa nyetir, deh. Aku aja ya yang nyetir? Nanti sebelum pulang ke rumah, kamu istirahat aja bentar di apartemenku," bujuk Christy.

Kalimat 'istirahat di apartemenku' membuat Yoga bimbang, tapi dia tidak bisa memikirkan kemungkinan yang lebih baik, dan dia tak mungkin bisa menyetir dengan kondisi sekarang.

"Oke," sahut Yoga menahan pusing.

Christy membantu Yoga keluar dari bar, berjalan ke tempat parkir dan duduk di kursi samping kemudi. Christy duduk di depan stir, menyalakan mesin dan mobil melaju ke jalan raya.

***

Pintu kayu yang di cat hitam itu terbuka. Christy memapah Yoga memasuki ruangan apartemennya untuk pertama kali. Ya, pertama kali. Selama enam bulan mereka berpacaran, tak sekalipun Yoga mau memasuki ruangan ini. Yoga selalu hanya mengantarnya ke depan pintu. Christy bingung, apa yang ada di benak Yoga sebenarnya?

Walau masih agak pusing, Yoga masih bisa melihat dengan jelas. Apartemen bergaya modern minimalis itu cukup luas. Ada ruang duduk dengan sofa panjang dan LED TV di seberangnya, lalu sebuah ranjang king size dengan lemari , sebuah pantry, dan pintu yang sepertinya mengarah ke toilet dan ruang servis.

Yoga menyadari bahwa Christy sedang membawanya ke arah ranjang.

"Aku -- aku di sofa aja, Christy," kata Yoga segera.

Christy sempat diam sebentar mendengar Yoga menyebut namanya. Itu salah satu yang juga sering membuatnya bingung. Yoga tak pernah sekalipun memanggilnya dengan sebutan 'sayang', 'honey', 'say', atau sejenisnya, yang biasanya umum digunakan pasangan. Yoga sungguh aneh, pikirnya.

"No no, honey. Kamu perlu istirahat di kasur. Udah, kamu nurut aja," desak Christy.

Yoga terbiasa mengatur orang, tapi Christy bukan perempuan biasa yang bisa dia atur. Sebelum Yoga mengajaknya pacaran, dia sudah menyelidiki asal usulnya. Christy adalah anak pertama di keluarganya, keluar dari rumahnya di usia yang masih sangat kecil. Orang tuanya sering bertengkar hebat dan kadang memukuli bukan hanya ibunya, tapi juga dia dan adik laki-lakinya. Christy kabur dari rumah membawa serta adiknya. Sempat menjadi gelandangan, sampai akhirnya mendapat pekerjaan di sebuah rumah makan, sebagai buruh cuci piring dan bebersih. Suatu hari seorang staf agency model mampir ke rumah makan di mana Christy bekerja, dan dari sanalah karirnya sebagai model dan peragawati dimulai.

Christy bukanlah anak manja yang meraih hidup mewah dari warisan. Hidupnya sangat keras. Dia punya karisma itu, yang membuat Yoga tak mampu menolaknya setiap kali dia memaksanya. Kecuali untuk dua hal. Alkohol dan seks.

Tapi kondisi Yoga saat ini sama sekali tidak normal. Mata Yoga kembali melirik ke arah tubuh Christy saat merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia menutup mata dengan tangannya. Mungkin tak melihat apapun lebih baik untuknya sekarang.

Christy menyentuh pergelangan tangannya dan menepikan tangan Yoga ke atas kasur. Ternyata Christy ada di atasnya.

"Kenapa sayang? Kok tutup mata segala sih?" goda Christy, padahal tahu ke mana arah mata pacarnya barusan.

"Kamu ngapain? Jangan di atasku!" protes Yoga.

"Udah. Kamu tiduran santai aja. Biar aku yang urus semua," kata Christy dengan lirikan mata, membuat Yoga semakin tegang.

Christy mulai memagut bibirnya, dan merayunya dengan berbagai cara. Logika Yoga masih berjalan, tapi tubuhnya seperti tidak sanggup menolak. Hingga pada suatu detik, wanita di hadapannya melucuti gaunnya. Bibir Yoga bergetar. Apa ini benar-benar akan terjadi akhirnya?

Mendadak pusing di kepalanya kembali menyerang, dan kali ini disertai kantuk yang amat sangat. Christy menyadari perubahan ekspresi di wajah Yoga.

"Kenapa, sayang? Kamu sakit?" tanya Christy.

Mata Yoga mulai melihat sekelilingnya buram. Kalimat itu rasanya pernah dia dengar. Ah ... dia ingat. Saat itu dia dan Erika sedang berjalan kaki menuju bukit di perkemahan. Yoga jatuh tersandung akar pohon besar. Dan saat itu, untuk pertama kalinya dia mendengar Erika memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.

"Sayang, kamu gak apa-apa? Kamu sakit? Sebelah mana?"

Dalam buram, wajah wanita di atasnya terlihat seperti Erika. Tangan Yoga menyentuh pipi Christy.

"Erika ... aku kangen kamu, sayang," ucap Yoga meracau, bersamaan dengan air matanya yang jatuh.

Mata Christy terbelalak. "Siapa?? Erika? Sayang?" pekiknya heran.

Jawaban Christy sudah tak mampu ditangkap pendengarannya. Yoga memejam, tertidur dengan sisa air mata di pipinya.

Christy terdiam.

"HEY! YOGA!! BANGUN!!! Arrrgghhh!!! Sialan!!" maki Christy. Dia mulai berpikir mungkin tadi dosis obat yang dicampurnya terlalu banyak.

Wanita itu mengacak-acak rambutnya. Gemas! Baru kali ini ada laki-laki yang tertidur saat Christy mengajaknya berhubungan intim. Dasar Yoga PAYAH!!

Christy mengamati bekas air mata di pipi Yoga. Siapa perempuan bernama Erika ini? Mantan pacarnya kah? Pasti bukan perempuan biasa untuknya. Karena sebutan itu disematkan untuk Erika. Sebutan 'sayang', yang tak sekalipun pernah didapatkannya.

***

Mata Yoga terbuka perlahan. Berusaha memahami kondisi sekelilingnya yang jelas bukan kamar tidurnya. Dia ingat sekarang. Tadi malam dia memutuskan beristirahat sebentar di apartemen Christy sebelum dia pulang ke rumah. Tapi rupanya dia tertidur.

Yoga berusaha duduk, dan dia terkejut menemukan tubuhnya telanjang. Tangannya gemetar saat berusaha membuka selimut putih yang menutupi pinggang ke bawah.

Yoga mematung saat menyadari tak ada sehelai benang pun yang menutupi bagian pribadinya.

Apa -- apa yang?? Tunggu dulu ...

Jantungnya mulai berdetak kencang. Dia berusaha memanggil ingatannya semalam. Yoga ingat dirinya dan Christy berciuman, lalu -- tapi dia tidak ingat mereka --

Yoga melihat di sampingnya tak ada siapapun. Terdengar suara pancuran air shower dari arah kamar mandi.

Pintu kamar mandi terbuka dan Christy muncul dari sana dengan memakai baju mandi berbahan sutera hitam. Rambutnya dibalut handuk putih.

"Kamu udah bangun, sayang?" tanya Christy.

Yoga terdiam tak menjawab. Christy mengecup bibirnya, tapi Yoga masih membeku.

"A-apa yang terjadi semalam?" tanya Yoga gugup.

Christy setengah tertawa.

"Apa yang terjadi? Apa maksudmu? Apa kamu lupa semalam kita udah ngapain aja?"

Yoga tak bisa menyembunyikan ekspresi syok di matanya.

Benarkah? 'Itu' sudah terjadi? Aku melakukannya? batin Yoga tak percaya.

Christy melemparkan tatapan genit dan dia berbisik di telinga Yoga, "semalam kamu hebat banget, sayang. Kamu bikin aku ketagihan. Minggu depan pas aku balik dari show, aku mau lagi, ya."

Yoga masih diam membeku. Terlalu syok untuk merespon.

Christy mengecup bibir Yoga lagi dan berjalan ke arah lemari. "Aku mau siap-siap dulu. Harus buru-buru ke rumah mode. Nanti kalau kamu sudah selesai mandi, kamu bisa titip kunci ke resepsionis ya, sayang," kata Christy.

Mata Yoga menerawang dengan tatapan kosong. Christy menoleh ke arah pacarnya sebentar dan melanjutkan berpakaian. Setelah siap, Christy pun pamit pergi.

"Sayang, aku berangkat ya," ucap wanita itu.

Yoga masih tak merespon. Christy menghela napas. Dia membuka pintu, keluar ruangan dan pintu kembali tertutup. Di luar pintu, Christy menutup bibirnya dan setengah mati berusaha agar tawanya tidak terdengar.

AH YA AMPUN! MUKANYA ITU, LHO!! HA HA HA!!!

Christy tersenyum penuh kemenangan.

Rasakan kamu, Yoga bocah sialan! Cuma kamu aja yang berani-beraninya menolak ajakan wanita seperti aku!

Itu sekaligus balasanku untuk 'Erika sayang'mu semalam! batin Christy.

***

Pikiran Yoga kosong. Dia terduduk di kasur lama.

Tidak! Ini tidak terjadi! pikirnya berulang-ulang.

Bunyi pesan yang masuk ke ponselnya menyadarkannya bahwa dia masih punya tanggung jawab di kantor.

Dengan enggan, dia bangkit dari tempat tidur. Berjalan seperti mayat hidup ke arah kamar mandi.

Kucuran air dari shower menyegarkan kepalanya. Tapi hatinya tetap kusut.

Aku melakukan 'itu', tapi saat melakukannya, aku dalam keadaan tidak sadar. Apa itu berarti aku tidak dianggap dosa?

Yoga berhenti mengusap rambutnya. Dia menunduk dan menutup wajahnya.

Tidak! Gito benar. Aku bermain api, dan inilah hasilnya sekarang.

Aku dalam keadaan sadar sepenuhnya di setiap sentuhanku pada mereka. Setiap hal yang kulakukan yang akhirnya membangkitkan syahwatku sendiri. Setiap sentuhan, setiap ciuman, semuanya.

Butiran air dari pancuran menetes dari tepian rambutnya. Bercampur dengan air mata yang deras.

Astaghfirullahal'azhiim ... astaghfirullahal'azhiim. Yoga mengulang-ulang istigfar dalam hati, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

Yoga memang bukan muslim yang taat. Tapi dia masih punya 'rasa' untuk hal yang dia percaya adalah salah. Itu sebabnya dia selalu menghindari dua hal. Alkohol dan seks sebelum menikah. Dan tadi malam, dia sudah gagal.

.

.

***