Tok!Tok!
Lily mengangkat kepalanya dengan cepat, tangannya otomatis bergerak mengelap liurnya. Baru saja Lily bisa tertidur dua menit saat jam istirahat setelah semalaman tidak bisa tidur karena tidur bersama mamanya dan Aster.
Memang diantara Lily dan Aster adalah mamanya. Tapi kaki Aster yang panjang berhasil membuat Lily tiga kali terjatuh semalam. Berakhir dengan Lily yang memilih untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang masih memiliki tenggat waktu yang lama. Setidaknya ada untungnya juga.
"Ly, gimana semalem? Udah baikan sama mama belum?" Kekesalannya berganti sebuah senyuman saat Lily melihat Angkasa-lah yang mengganggu tidurnya.
"Udah." Tunggu, kenapa Angkasa jadi pengecualian kemarahannya. Senyum Lily terganti lagi dengan rasa kesalnya. "Sana pergi!"
Dengan gemas Angkasa mengacak-acak rambut Lily yang kembali meletakan kepalanya diatas meja.
"Gak makan?" Lily menggelengkan kepalanya. Rasa kantuknya lebih besar dari rasa laparnya saat ini.
Angkasa menghela nafas pelan, padahal Angkasa sangat sulit meluangkan waktu untuk bertemu Lily ditengah penjajakan olimpiade yang sudah ada tepat didepan matanya.
"Nanti pulang sama aku ya?" Tidak ada jawaban. Angkasa jadi bigung, apakah benar jika semalam Lily sudah berbaikan dan menjelaskan semuanya pada mamanya atau belum? Karena melihat Lily yang kurang tidur seperti ini membuatnya sedikit tak yakin.
Sebelum keluar Angkasa sempat mendengar racauan-racauan yang dilontarkan teman-teman sekelas Lily.
"Lily yakin nih? Lebih milih si cupu itu ketimbang Sky?"
"Kayaknya sih gitu."
"Lily juga gak kelihatan ada gosip lagi sama Sky. Jadi emang mungkin udah gak deket lagi mereka."
Angkasa menghela nafasnya kasar. Angkasa menyadari, identitas gandanya ternyata sangat memberatkan Lily. Selama ini Angkasa terlalu acuh dan menganggap Lily kuat dan mampu mengatasinya.
Tapi mendengarnya secara langsung membuat Angkasa sadar, jika pasti suatu hari nanti Lily akan muak dan kesabarannya akan habis. Lalu setelah itu kemarahan Lily akan kembali memuncak.
*
Angkasa menyambar es sirup milik Doni yang teronggok menganggur diatas meja kantin tempat biasa mereka berkumpul.
Doni menatap tajam Angkasa yang mencuri es miliknya sedangkan Yuli dan Rena menatap Angkasa penuh tanda tanya, pasalnya Angkasa berjanji akan membawa Lily kemari tapi Angkasa malah kembali kesini seorang diri.
"Lily-nya mana?"
Angkasa menenggak habis es milik Doni yang masih tersisa di mulutnya. "Gak mau, biarin tidur aja."
Rena dan Yuli mengangguk mengerti. Angkasa yang sadar mendapat tatapan tajam Doni segera membawa gelas kosong itu untuk kembali diisi penuh.
"Sa, mau kemana?" Tanya Rena saat melihat Angkasa bangkit berdiri membawa gelas kosong milik Doni.
"Mau ganti minuman Doni sekalian beli makan buat gue sendiri kenapa?"
"Sekalian satu bungkus nasi dong, buat Lily. Nanti biar dibawa Yuli ke kelas dia." Angkasa mengangguk mengerti dan segera menerobos antrian dengan badan besar dan tingginya.
"Ide bagus Ren, Lily juga biasa bawain gue kalau gue lagi nugas di kelas." Ucap Yuli sembari mengacungkan dua jempolnya.
"Tuh anak badan tinggi gitu apa ya gak ada yang nyadar kalau dia model?" Rena maupun Yuli melotot kearah Doni.
"Ssssttt."
"Kenapa?" Tanya Doni dengan bodohnya.
"Jangan keras-keras kalau ngomong. Lo mau satu sekolah tahu?!"
"Maaf Yul, gak sengaja ngucap."
"Awasin tuh mulut sepupu lo Ren!" Rena menepuk bibir Doni dengan pelan tanpa melihatnya, namun bisa mengenainya dengan tepat.
Doni mengusap bibirnya yang tiba-tiba terasa tebal dan kering. Doni buru-buru merebut satu gelas yang Angkasa taruh di atas meja.
"Eh itu punya gue!"
"Sama-sama teh juga." Angkasa mendengus sebal, yang milik Angkasa itu tawar tapi Doni tetap saja mau meminumnya.
Angkasa segera membuka bungkusan nasinya dan memakannya dengan lahab sebelum bel berbunyi.
Yuli, Rena maupun Doni menatap Angkasa yang tadi semangat menyendokkan nasi kedalam mulutnya kini malah terdiam. Doni bahkan sudah mencoba mengayunkan tangannya dihadapan Angkasa tapi Angkasa sama sekali tidak mengedipkan matanya.
"Sa, jangan nakutin kita." Ujar Doni, Rena dan Yuli mengangguk setuju. Angkasa menakuti mereka saat ini.
"Kenapa? Cerita deh sama kita." Tak dapat dipungkiri sejak Angkasa keluar dari kelas Lily tadi, banyak hal yang membuat fikiran Angkasa terganggu. Terlebih dengan apa yang didengarnya didalam kelas Lily.
"Yul, gue minta tolong kalau Lily ada dikelas lo temenin ya?"
Yuli mengangkat kedua alisnya, tak mengerti maksud dan tujuan Angkasa memintanya. "Kenapa? Ada yang jahatin Lily ya?"
Yuli khawatir, memang sedari awal tahun pelajaran hubungan Lily dan teman-teman sekelas kurang baik. Hubungan mereka sedikit membaik semenjak kedatangan Angkasa, karena Lily jarang membuat masalah setelah mengenal Angkasa.
"Iya, aku tadi denger temen-temen sekelas lo pada gosipin Lily. Padahal Lily ada disitu."
Yuli mendengus sebal. "Masih gitu, aku juga gak tahu kenapa. Lily itu selalu jadi bahan gosip. Padahal hidupnya yang seperti itu juga bukan atas kehendaknya sendiri."
"Aku juga ngerti Lily setelah kenal, dulu aku kira Lily itu aneh gara-gara suka marah, tapi setelah tahu ada alasan dibalik sikap Lily yang seperti itu, buat aku pengen jadi temen dia."
Angkasa tersenyum. "Makasih udah mau jadi temenn Lily."
"Lo gak say thank you sama gue Sa?" Tanya Doni yang membuat Angkasa tersenyum kecut.
"Buat apa? Gak penting juga."
Doni menghela nafas kasar. "Kalau gue gak narik kerah Lily pas rapat OSIS saat itu lo pasti gak bakal nolong Lily dan gak akan jadi deket sama Lily."
Angkasa tersenyum miring. "Berkat lo juga Don, pas itu Lily berhasil hadapin traumanya yaaa walaupun traumanya balik lagi."
"Aku sebenernya penasaran sama kejadian apa yang buat Lily trauma kayak gitu." Selama ini Rena tidak pernah menanyakan kejadian apa yang dialami Lily karena takut terlalu ikut campur, terlebih mereka belum terlalu dekat dengan Lily.
"Lily pernah hampir diperkosa, beruntungnya Kak Sean, tetangga sebelah Lily nolongin Lily. Bodohnya Doni pernah hampir ngelakuin hal yang sama ke Lily." Ucap Yuli sembari menatap tajam Doni, sedangkan Rena membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang didengarnya baru saja.
"Kamu beneran mau ngelakuin itu Don?" Doni mengangguk pelan.
"Lo semua tahu kalau dulu gue tergila-gila banget sama Lily dan.."
"Dan sayangnya Lily enggak." Potong Yuli dengan cepat. "Akhirnya Angkasa yang berhasil ngeluarin Lily dari kegelapan itu. Gue makasih banget Sa sama lo karena udah bantu Lily."
Angkasa tersenyum getir. "Masalahnya sekarang, gue jadi masalah baru buat Lily karena identitas ganda gue."
"Loh kok?" Yuli, Rena dan Doni mengernyit heran.
"Banyak yang ngira Lily lebih milih si cupu dibanding si model Sky Flower. Padahal orangnya kan sama."
"Itu sebabnya lo minta gue buat nemenin Lily pas dikelas."
Angkasa mengangguk. "Kalau bisa sih jangan dikelas aja. Pokoknya pas disekolah jangan sampai sendirian. Takutnya Lily gak bisa ngontrol emosinya."
"Oke Sa, gue bakal berusaha semaksimal mungkin biar ada sama Lily terus, kecuali kalau Lily yang minta gue buat pergi duluan. Atau pas gue boker misalnya."
Rena terkikik geli, ya tidak mungkin juga Yuli memaksa Lily menemaninya saat sedang boker. Sedangkan Angkasa dan Doni menatap Yuli datar, mereka sedang makan tapi Yuli berhasil menghilangkan nafsu makan mereka dengan cepat.
Mereka sedang makan tapi pembicaraan tentang kotoran itu masih saja berlanjut antara Rena dan Yuli.
"Apa gue bongkar identitas aja ya? Gue takut ini bakal semakin bikin Lily terbebani."
Sontak Yuli dan Rena yang asik bergurau langsung menatap Angkasa dengan serius. Tak terkecuali Doni yang sedang fokus menyendokkan nasi kedalam mulutnya.
"Lo yakin mau kasih tahu dunia kalau lo yang cupu ini sebenernya model ganteng?"
Dengan cepat Rena menyumpal mulut Doni dengan bakwan karena sudah berbicara terlalu keras. Siapa tahu ada yang mendengarkan percakapan mereka.
Aku gak bisa anteng kalau punya banyak bab simpenan, yuk jangan lupa POWER STONE-nya ;)
(maksa, wkwk)