webnovel

AndroMega

(Slow Update!) Seorang kapten dari Organisasi NEBULA menuntut Rickolous Dattora atas penyalahgunaan sebuah gelang bersistem AndroMega, yang dikenal dapat menyimpan senjata dalam bentuk virtual. Rick marah, karena gelang itu merupakan satu-satunya peninggalan ayahnya. Karena melihat ada peluang baik pada Rick, sang kapten memberi keringanan dengan menawarkan pekerjaan sebagai Agent organisasi. Walau ragu, Rick menerima tawaran itu. Di sana, ia bekerja bersama empat Agent lainnya sebagai tim. Apa saja yang dikerjakan Rick DKK di sana? Masih banyak hal yang perlu ia cari tahu, seperti tentang Virtozous, GIGAS, Sistem AndroMega, terutama masa lalu kelam ayahnya. (Catatan : Walau disebut Sistem AndroMega, cerita ini sama sekali tidak mengambil konsep Sistem pada umumnya, seperti karakter OP, dunia lain, dewa, DLL) ***** AndroMega by. Korona Noire

Korona_Noire · Romance
Pas assez d’évaluations
37 Chs

Chapie 27 : Siapa Kau?!

Di dalam ruang kantornya, Golden masih disibukan dengan pemeriksaan beberapa laporan dari kantor organisasi. Pekerjaannya terganggu begitu saja ketika mendengar pesan masuk dari ponselnya yang terletak di samping komputer hologram. Tangannya meraih ponsel itu, mulai baca isinya. Kedua mata Golden agak membola saat mengetahui isi pesan tersebut berasal dari Horu. Pada pesan itu, Horu mengatakan bahwa tim mereka menemukan banyak format program asing yang tersembunyi, dan dia juga bertanya harus melakukan apa tim mereka sekarang.

"Program GIGAS…?"

Segera Golden membalas pesannya pada Horu. Tak lupa ia menghubungi Silver dan pihak organisasi setempat untuk segera bergerak.

Entah mengapa, Golden merasa bahwa masalah ini benar-benar serius.

~*~*~*~

Saat memeriksa komputer utama yang ada di salah satu ruang IT, Horu mendapat pesan Golden. Ia buka dan ia baca pesan tersebut lewat ponsel pintarnya.

"Kawan-kawan, seperti yang dikatakan Kapten Golden, jangan apa-apakan program asing yang kita dapatkan tersebut," jelas Horu pada rekan-reknannya, "Sebentar lagi, beliau akan mengirimkan tim IT profesional kemari."

"Sungguh?" tanya Ozkov agak terkejut. "Seserius itukah masalah ini sampai tim IT organisasi yang bergerak?"

"Apa Kapten Golden mengatakan sesuatu tentang program ini?" tanya Solvo pula.

Horu menggeleng, kembali memperhatikan monitor komputer. "Tidak ada. Dia hanya bilang untuk jangan apa-apakan programnya. Apa jangan-jangan program ini punya semacam sensor perintah khusus, sehingga orang-orang sembarangan seperti kita dilarang membuka maupun menjalankan programnya."

"Maksudmu?" Ozkov jadi semakin bingung dengan perkiraan Horu itu.

"Maksudku, ada banyak program yang menggunakan semacam rumus perintah, mungkin salah satunya adalah Program GIGAS ini. Program yang memiliki fitur ini biasanya sangat sensitif ketika ada yang mulai menjalankan programnya. Kalau ada orang asing mencoba menjalankan program tersebut, maka program yang dijalankan akan langsung mengirimkan sinyal peringatan pada server utama dimana dari server itulah program itu dikirimkan."

"Lah? Kalau seperti itu, jalankan saja. Dengan begitu, kita bisa tahu siapa pengirim program-program misterius ini. AW!" Tiba-tiba Ozkov merintih sakit ketika dahinya disentil tangan metal Solvo. Bisa dibayangkan seberapa sakitnya tangan metal Cyborg menyentil dahi manusia, itulah yang dirasakan dahi Ozkov sekarang.

"Tingkat kecerdasan otakmu menurun drastis dari tingkat teknisi ke tingkat di bawah anak TK," ledek Solvo. "Bukannya Horu sudah bilang bahwa program itu akan langsung mengirim sinyal peringatan ke server utama? Pergerakan kita bisa diketahui dengan mudah oleh pengirim program ini, dan kemungkinan besar dia punya banyak waktu untuk melarikan diri sebelum bisa kita deteksi. Bisa tidaknya kita mendeteksi server utama, kemungkinannya sangat kecil. Mengingat kinerja Program GIGAS saja sudah bikin kita pusing, tidak mustahil bagi program itu untuk mereset data-data server-nya agar tidak bisa kita lacak."

"Benar juga." Horu menjentikan jarinya, menyadari sesuatu. "Ada pula jenis program yang bisa langsung mereset seluruh formula programnya setelah dijalankan. Bisa jadi, kita tidak akan mendapatkan apa-apa kalau kita menjalankan program tersebut."

Mereka sempat terdiam, bergelut dalam pikiran masing-masing karena dipusingkan oleh tugas ini. Sungguh, ini pertama kalinya mereka dihadapkan dengan masalah pemprograman yang sangat rumit dan tidak masuk akal seperti ini.

Dalam keheningan itu, Ozkov kembali bersuara, "Kalian sadar enggak sih kalau kinerja Program GIGAS sama kayak Malware?"

Solvo, Ozkov, dan Horu saling terkejut ketika menyadarinya. Mereka sama-sama menepuk jidat bersamaan.

"INI MALWARE?!"

Ketiganya mulai berceloteh tidak jelas dengan panik dan emosi. Bisa-bisanya selama mereka mencari tahu tentang program itu, mereka baru sadar bahwa Program GIGAS adalah Malware.

Xeno sendiri hanya memandang mereka bingung dengan tatapan polos dari mata bulatnya, ditemani oleh si anak ayam Piyo di bahu kanannya.

"Piyo mengerti apa yang mereka bicarakan, Pyo?" bisik Xeno.

"Piiiyooo~…" Piyo hanya menggeleng tidak paham.

~*~*~*~

"Rencananya, saya ingin menawarkan beberapa formula program yang bisa digunakan sebagai anti-virus komputer, Tuan Graciell. Mungkin perusahaan Anda tertarik untuk ikut mengembangkannya."

Regan kini mengantarkan sosok yang dikenal sebagai Ali Harsian itu menuju ruang rapat bersama para pengawalnya. Seperti yang dijanjikan, keduanya harus merundingkan kesepakatan kerja sama antara perusahaan cabang milik keluarga Regan dengan perusahaan milik Ali. Seharusnya, sepupu Regan yang bernama Fandrel yang musti bertemu dengan Ali, mengingat dialah direktur dari perusahaan Grace Orps. Tapi karena pendengaran Fandrel cukup parah, membuat Regan harus menggantikannya.

Tak lupa Kobra dan Rick ikut menemani Regan karena urusan mereka masih belum selesai. Selain itu, Regan juga tidak membawa pengawal manapun untuk mengamankannya. Menurut Regan, dikawal oleh banyak pengawal itu terbilang berlebihan. Jadi tak salah untuk keduanya ikut bersama Regan, toh mereka masih berpakaian formal, sehingga mereka seringkali dikira karyawan sini.

Ketika Ali dan Regan sibuk bicara sambil berjalan melewati koridor, Rick sempat berbisik pada Kobra.

"Apa kita harus mengikuti mereka?" tanya Rick. "Aku merasa tidak nyaman dengan suasana kantor ini."

"Terbiasalah, Rick. Kita bertiga sudah sepakat untuk merundingkan masalah perusahaan ini setelah rapat Regan selesai."

Rick mengelus tengkuknya sesaat sambil mendesah, "…. Padat juga kegiatan Regan sebagai seorang pengusaha baru."

Sekarang tibalah mereka tepat di depan pintu ruang rapat yang masih tertutup. Regan mempersilakan Ali beserta pengawalnya untuk memasuki ruang rapat terlebih dahulu. Pria berambut perak itu sempat menatap Rick dan Kobra seakan-akan ingin keduanya ikut masuk.

Mengetahui tatapan itu, Rick menggoyangkan jari telunjuknya. "Tiii-dak. Aku tidak sudi ikut masuk ke dalam ruang mencekam itu. Kelihatannya ruang rapat sama seramnya dengan ruang eksekusi."

"Hussh! Ngomong asal ceplas-ceplos aja." Kobra menyikut tangan Rick, kembali menatap Regan. "Maaf, Regan. Kami tidak bisa masuk. Kami tidak ingin ikut campur dalam pekerjaanmu."

Regan menghela nafas. "…. Tak apa. Aku hanya… merasa tegang. Ini pertama kalinya aku harus berdiskusi serius dengan rekan bisnis."

"Kau pasti bisa, Regan," dukung Rick kemudian. "Kami akan menunggumu di sini. Soalnya, kita masih perlu bicara soal masalah perusahaanmu."

Regan mengangguk, "Tentu."

Setelah cukup bicara, Regan masuk ke dalam ruang rapat hingga pintu ruang tertutup secara otomatis. Rick dan Kobra memutuskan untuk menunggu di sofa yang kebetulan tersedia di luar ruangan. Sambil menunggu, sesekali keduanya disibukan dengan memainkan ponsel masing-masing.

"Kobra, yang lain enggak ngasih kabar?" tanya Rick yang tengah bersender di sofa sambil membuka salah satu game ponsel.

Kobra menjawab, "Tidak ada. Dari tadi earphone-ku masih aktif, tapi tak ada satupun yang ngasih kabar."

"Berarti mereka masih sibuk dengan kerjaan mereka."

Karena tidak ingin ketinggalan kabar dari rekan-rekan tim lain, Rick memutuskan untuk memasang dan mengaktifkan earphone-nya untuk jaga-jaga pula.

~*~*~*~

Semakin lama hari sudah hampir menjelang siang, sosok lelaki bertubuh agak pendek dengan poni panjang menutupi sebelah matanya berdiri di salah satu puncak bangunan. Di sana, ia memperhatikan salah satu gedung perusahaan yang selama ini telah ia awasi. Di telinganya terpasang earphone yang baru saja terhubung dengan sosok di seberang sana, ikut mengawasi dari suatu tempat.

"Ada… pergerakan mencurigakan, Veronica…?" tanya lelaki itu dengan nada sendu seperti orang lesu lewat earphone.

"Yep! Sesuai dugaan. Letak Program GIGAS sudah mereka temukan. Tapi mereka tidak berani tuk menjalankannya."

Dari lokasi lain, tepatnya di dalam sebuah ruangan remang-remang, Veronica sang Virtozous wanita mengamati setiap detail program yang ada di semua layar hologram merah di hadapannya.

"Dari jaringan komunikasi yang kusadap, salah satu kapten memerintahkan mereka untuk tidak menjalankan programnya. Dalam waktu kurang dari satu jam, tim IT Organisasi NEBULA akan segera tiba di Grace Orps. Bagaimana menurutmu, Grant? Apa yang harus kalian lakukan di sana?"

Tak ada jawaban apapun dari lelaki bernama Grant. Dia hanya menatap kosong gedung yang ia awasi tersebut seakan-akan sama sekali tidak tertarik dengan obyek itu. Kalau saja bukan karena tugas ini, Grant lebih memilih untuk menghabiskan waktu sehariannya dengan tidur.

"Menunggu… perintah Bos…."

~*~*~*~

Sudah sekitar satu jam Regan dan Ali berbincang-bincang tentang perihal rincian proyek anti-virus yang ditawarkan Ali. Rapat mereka berdua terbilang berjalan baik-baik saja, cuma Regan masih merasa canggung walau ia bisa menyembunyikan rasa canggung tersebut di hadapan Ali dengan baik.

Keduanya tertawa saat melempar candaan ringan yang masih satu topik dengan pembahasan pada rapat mereka. Di samping kiri, kanan, dan belakang Ali terdapat beberapa pengawal dan dua asisten yang siap siaga mencatat semua hasil dari rapat mereka.

Sebenarnya, sejak awal Regan merasa aneh terhadap Ali. Pria dengan rambut klimis itu selalu bersama dengan asisten dan pengawalnya, bahkan ketika rapat begini. Mungkin hal itu wajar, mengingat Ali termasuk orang yang penting. Ali sempat cerita bahwa ia juga sama seperti Regan, baru saja diangkat menjadi seorang pengusaha oleh keluarganya. Jadi wajar, namanya masih belum dikenal.

"Jadi, bagaimana menurut Anda?" tanya Ali dengan sopan, duduk di seberang meja rapat yang begitu besar dan panjang itu. "Apa Anda tertarik dengan penawaran saya? Sebenarnya, saya ingin bicara langsung dengan Ayah Anda. Tapi…, apalah daya saya yang masih pemula di bidang bisnis seperti ini."

"Memangnya, Anda dulu pernah menekuni pekerjaan di bidang apa? Atau Anda baru saja lulus pendidikan?" tanya Regan. Tapi kalau dipikir-pikir, sosok dewasa seperti Ali pastilah sudah lama lulus dari pendidikan kampus. Bisa dibilang, fisik Ali terlihat seperti pria berusia sekitar 30 tahunan.

Ali sedikit menyipitkan mata, memandang lurus ke hadapan Regan. Namun pandangannya kembali normal ketika ia berbicara lebih santai. "Saya sudah lama lulus di Universitas Masila. Dulu saya juga seorang pembisnis, tapi bisnis yang saya tekuni hanyalah bisnis kecil-kecilan. Sampai pada akhirnya saya bisa berada di sini. Jadi, bagaimana?"

"Aaa…." Regan berpikir sejenak sambil mengatur posisi duduknya. "Rencananya bagus. Cocok untuk kinerja perusahaan kami. Tapi, untuk saat ini kami tidak bisa melaksanakan proyek yang Anda ajukan ini."

"Oh, itu tidak masalah." Ali mengibaskan tangannya. "Tidak perlu terburu-buru. Ini masih dalam bentuk wacana. Tapi, kalau mau direalisasikan pun kami bisa memberikan bantuan lebih, pendanaan, fasilitas, segala keperluan. Yang kami perlukan hanyalah kemampuan kreatif dari perusahaan yang dikenal memproduksi teknologi-teknologi teranyar masa kini. Saya sangat berharap sekali proyek anti-virus ini bisa menyaingi proyek anti-virus lain dari berbagai negara di seluruh dunia, bahkan sampai seluruh galaksi sekalipun."

Regan tertawa kecil sejenak, "Hehe…. Harapan Anda sangat besar. Tapi, memang tak ada salahnya untuk berharap."

"Kami memang tidak terburu-buru dalam melaksanakan proyek ini."

Ali meminta sebuah tab yang dipegang oleh salah satu asisten prianya. Setelah mengotak-atiknya sejenak, ia menyerahkan tab itu pada Regan. Regan mengambil tab itu, membaca tab yang berisikan surat persetujuan kerja sama.

"Hanya saja, kami membutuhkan tanda tangan persetujuan Anda sebagai bukti kerja sama kita dalam proyek ini. Bersediakah?"

Setelah membaca keseluruhan isi surat itu, Regan hendak mengambil pen dari samping tab. Namun tangannya tertahan saat ia menyadari ada yang janggal pada surat elektronik tersebut.

Dia menemukan program tersembunyi di sana.

Dengan kepintarannya dalam pemprograman ditambah ajaran dari Horu, Regan membongkar program pada surat tersebut. Mengotak-atik layar sentuh tab dengan lincah, memperlihatkannya pada Ali dengan pandangan mata yang tajam.

"Surat ini bukan surat persetujuan kerja sama."

Surat persetujuan itu langsung berubah menjadi surat penyerahan perusahaan setelah mengalami glitch.

"Ini surat tanda penyerahan perusahaan. Kau menginginkan aku untuk menyerahkan perusahaan Grace Orps secara cuma-cuma tanpa kuketahui." Dengan nada penuh penekanan dan mata peraknya yang semakin tajam, Regan pun bertanya, "Sebenarnya, apa maumu…?"

Ali sama sekali tidak terlihat merasa terintimidasi oleh tatapan Regan. Dia hanya tertawa sejenak sambil mengalihkan pandang. Dan saat pandangan mereka saling bertemu, Ali membalas dengan tatapan tidak kalah tajam pula.

"Mauku…?"

Dengan aba-aba gerakan tangan, kedua asisten dan para pengawal Ali segera menodongkan senjata tembak mereka pada Regan. Mendadak Regan berdiri dari kursi, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia sudah terpojok.

Di posisi ini, pintu ruang rapat sengaja dikunci untuk tidak mengganggu rapat mereka, tapi ia sama sekali tak mengira jika hal seperti ini terjadi. Ditambah lagi, Regan sama sekali tidak memegang gelang AndroMega. AndroMega tersebut sempat disita oleh ayahnya.

Regan benar-benar tidak bisa apa-apa selain menatap kesal ke arah Ali. Dia penasaran, sebenarnya siapa sosok Ali ini.

~*~*~*~