webnovel

Tiga Belas

"Lakukan pelan pelan!" ujar perawat itu.

Julyan tengah melakukan rehabilitas pada kakinya, ia kini tengah proses pemulihan pada saraf dan otot kakinya, ini lebih baik dari kemarin kemarin, kakinya sudah bisa digerakkan sedikit demi sedikit namun masih terasa linu, gifs nya pun tak ia pakai lagi.

Julyan memegangi besi untuk menjadi tahanan ia berdiri, perlahan kakinya menempel pada lantai lalu ia mencoba untuk berdiri, didampingi 2 perawat dan Marisa.

"Pelan pelan," ujar Marisa.

Julyan sudah mencoba berdiri, namun..

Brukk..

Ia terjatuh, kakinya tak sanggup menahan tubuhnya, terasa ngilu, ia meringis kesakitan.

"Sakit?" tanya Marisa cemas.

Julyan tersenyum, tak ingin buat istrinya khawatir, "Tidak.."

Lagi Julyan mencoba memegang kuat besi dihadapannya, ia masih tak bisa berdiri.

5 menit berlalu.

"Mungkin masih terasa lemas, secara suami anda mengalami koma berminggu minggu, otot peregangannya masih kaku, jadi suami anda harus rajin rehab agar ototnya bisa meregang dan tidak lagi terasa linu," jelas Dokter.

"Terimakasih dok!"

Marisa berjalan mendekati suaminya yang duduk di kursi roda menatap kearah luar jendela.

"Mas.."

"Sakit ya?" Marisa memijat pelan kaki suaminya.

"Tidak sakit sama sekali.." jawabnya sembari tersenyum.

"Mas... Kaki kamu kotor, aku cuciin ya.. Habis ini kita ke taman..."

Julyan mengangguk, ia bersyukur memiliki Marisa yang selalu ada, istri yang bisa mengerti dia, istri yang selalu jadi penenang dikala sedihnya.

Marisa mengambil baskom kecil berisi air hangat setelah tiba dikamar rawatnya, ia juga membawa lap bersih, dan perlahan ia berjongkok mulai membersihkan kaki sang suami dengan hangat.

Julyan hanya diam, tak mau membuka suara atau hanya sekedar candaan, pria itu benar benar dibuat bucin setiap harinya oleh Marisa, memang tak salah memilih. Marisa, wanita sederhana yang tak menuntut banyak apapun keadaannya, wanita yang selalu ceria, dan selalu menjadi penenang dikala sedih, ia pun harus bersyukur kecelakaan itu membuatnya menyatu kembali dengan wanita yang ia cintainya.

Semesta begitu baik, memang kita harus melewati hal hal buruk dahulu untuk mendapatkan buah kebahagiaan, seperti kalanya Julyan, yang berfikir mungkin akan berpisah dengan Marisa tapi nyatanya tidak, semesta sudah menyatukan ia dengan istrinya dan tak mungkin akan berpisah, apapun kejadiannya.

Dan Julyan pun sudah mengucap janji suci, semesta ikut menyaksikan, dan mendengar kalau ia akan selamanya bersama Marisa.

Julyan tak salah memilih.

"Risa.."

Marisa mendongak, menyingkirkan baskom kecilnya lalu mengarahkan wajahnya menatap Julyan hangat.

"Terimakasih.." ujar Julyan pelan.

"Sudah mau bersamaku.." lanjutnya lagi.

Marisa tersenyum lalu mengelus tangan sang suami dengan lembut.

"Aku pun... Terimakasih... Sudah mau membuka mata kamu..." ujar Marisa.

Julyan mengecup kening istrinya lalu tertawa kecil sembari berbisik "I love you!"

Marisa tertawa kecil ia mengecup bibir Julyan lalu berbisik "I love you too, my husband."

Setelahnya ia beranjak membawa baskom kecil ke dalam toilet.

Mungkin terdengar cringe, tapi membuat Julyan senang, begitupun Marisa.

.

Bryan mengutak atik komputernya, pening benar benar pening.

"Kenapa banyak sekali!" sarkasnya.

"Kenapa?" tanya Winwin selaku sekertaris pribadi Julyan.

"Winwin... Ayo keluar!" ajak Bryan.

"Tapi kerjaan belum selesai!" sergah Winwin.

"Aaahh.. Aku bisa mati jika seperti ini terus! Sudahlah ayo!"

"Kemana?"

"Julyan!"

Bryan memasukkan semua berkasnya kedalam tas, lalu menarik Winwin untuk ikut dengannya.

"Julyan sudah membaik?" tanya Winwin.

"Maka dari itu kamu harus jenguk dia!" tukasnya pelan.

.

"Kaaakkk!"

Bryan merengek mendekati Julyan yang tengah duduk dekat jendela sembari melamun.

"Ada apa?"

Julyan menoleh, setelah tau Winwin pun ikut kemari bersama Bryan, ia tersenyum.

"Win!" sapa Julyan.

"Bagaimana kondisimu?" tanya Winwin.

"Baik..."

"Kak ayolah!" sarkas Bryan.

"Kemana?"

Bryan mengeluarkan berkas berkas yang ia bawa, dan menunjukkannya pada Julyan.

"Aku benar benar gila menghadapi berkas ini kak!" keluh Bryan.

Julyan terkekeh, lalu mengambil salah satu berkas untuk memeriksanya. Julyan terkejut setelah melihat tanggal pada proposal yang Bryan bawa.

"23 Juli?" ujar Julyan pelan.

"Kenapa?" tanya Winwin heran.

"Bukannya masih Juni?" jelas Julyan.

"Kau koma berapa minggu? Aishh.." kesal Bryan.

"Selama itu aku berbaring?" Julyan masih terheran heran, benar benar selama itu ia koma, separah itu kecelakaannya? Yang ia ingat hanya mobil menabraknya lalu terguling setelah itu gelap tak ingat apapun yang terjadi.

"Kak! Kau bahkan hampir diujung maut," ujar Bryan pelan.

"Terakhir kamu memintaku datang pagi 3 Juni lalu, setelah itu aku mendengar kabar buruk..." imbuh Winwin.

Julyan terdiam, pantas saja istrinya merasa ingin menyerah, pantas saja ia lihat Marisa semakin kurusan, rupanya selama itu ia koma, Marisa pasti menderita selama ia koma, lagi. Julyan merasa bersalah pada istrinya karna sudah membiarkan istrinya sendirian.

"Kak bagaimana?"

"Winwin! Kamu pasti kesusahan karna mengurus pekerjaanku kan?" ujar Julyan sembari mengajari beberapa proposal yang Bryan tak mengerti.

"Bryan juga membantuku.. Jadi agak sedikit lega.. Jangan khawatir! Bagaimanapun aku sekertaris pribadi mu.." jelas Winwin.

Julyan menghela pelan, kembali bergelut dengan pikirannya, berapa banyak kisah yang ia lewati selama koma, apa yang terjadi selama ia koma, Marisa baik baik saja atau tidak, bagaimana Marisa saat dirinya tak ada disampingnya. Lagi dan lagi.. Pria itu benar benar menyesali dirinya.