webnovel

Sebelas

Marisa duduk disamping Julyan, matanya sembab sehabis menangis barusan, ia memeluk tangan kekar sang suami yang begitu hangat, merasa tenang karna saat ini ia tak lagi melihat suaminya dipenuhi berbagai alat medis.

Ia menyender sembari memeluk nya, Marisa tengah bahagia saat ini, benar benar tak ada kebahagiaan yang tergantikan.

"Risa.." panggilan serak basah itu membuatnya kembali pada posisi semula.

"Hmm.." ia hanya menyahutinya dengan deheman sembari menempelkan tangan sang suami pada pipinya, seperti tak ingin melepasnya.

"Kamu disini.." ujarnya pelan.

"Mm.. Masih sakit?"

"Tidak... Aku baik baik saja... Jangan khawatir..." ucap Julyan pelan ia mengelus surai sang istri pelan.

"Matamu sembab.." ujarnya lagi.

"Aku tidak menangis.. Sungguh!" balas Marisa.

Julyan mengangguk tersenyum, lalu membawa sang istri kedalam pelukannya.

"Maaf..." Ucap Marisa tiba tiba.

"Untuk apa?"

"Karna aku kamu jadi seperti ini.." lirihnya pelan.

"Jangan salahkan dirimu.."

Marisa terisak pelan, masih bisa didengar Julyan, pria itu mengelus sang istri agar bisa tenang.

"Risa.." panggilnya pelan.

Marisa berdehem sebagai sahutan nya.

"Aku bermimpi!"

"Apa?"

"Kita punya anak... Tapi aku tidak bisa melihat dia lelaki atau perempuan..." jelasnya perlahan.

Marisa membenarkan posisinya, lalu menatap suaminya, memang sedikit terkejut, karna mimpinya benar benar sama, dan kemudian kenyataan memberi kabar baik.

"Kita memang punya anak.."

Julyan menatap sang istri tak percaya, "Anak?"

"Aku hamil.." ungkap Marisa.

Julyan menghela nafas sembari tersenyum lebar, "Beneran?" tanyanya tak percaya.

Marisa mengangguk dan memperlihatkan catatan chek up nya pada Julyan.

"Kak Marisa hamil?" celetuk Mahendra yang mendengar pembicaraan keduanya.

"Benarkah?" kali ini Putri.

Marisa menatap beberapa saudara iparnya dan mengangguk tersenyum lebar.

"Waaahh..."

"Kabar baik!" ujar Donny.

"Tapi.. Aku takut Mas..." lirih Marisa pelan.

"Kenapa?" tanya Julyan.

Marisa tak mau menjawab, namun Julyan mengerti, ia masih ingat saat itu.

"Jangan khawatir... Aku janji akan menjaganya, kita jaga sama sama..." ujar Julyan.

Marisa mengangguk pelan sembari tersenyum.

"Kita juga ikut menjaga!" sahut Yuta.

"Tentu... Aku setuju!" sahut juga Hendra.

"Julyan baby! Jangan khawatir... " kali ini Johnny.

Marisa tersenyum lebar, hatinya merasa agak tenang, lagi ia sangat bersyukur memiliki suami yang baik dan saudara ipar yang baik.

.

"Peningkatan yang sangat bagus!" ujar dokter.

"Tuan Julyan bagaimana? Masih terasa sakit punggungnya?" tanya dokter sembari memeriksa kondisinya.

"Masih dok... Tapi.."

"Kenapa?" tanya Marisa khawatir.

"Kaki ku tidak bisa digerakkan.." ujar Julyan pelan.

Dokter membuka selimutnya dan memeriksa kaki kanan Julyan yang masih di gifs.

"Coba perlahan.." titah dokter.

"Pelan pelan.." ucap Marisa.

Julyan berusaha menggerakkan kakinya namun tak berhasil, benar benar tak bisa ia gerakkan.

"Tidak bisa.." ujarnya pelan.

"Apa tuan ingat yang terjadi saat kecelakaan?" tanya dokter.

Suasana mendadak menegang, Marisa cemas suaminya trauma, ia sangat cemas. Tyo pun ikut cemas, kejadiannya benar benar sama saat adik bungsunya kecelakaan.

"Kakiku tertindih.." katanya setelah mengingat lagi kejadian saat dirinya kecelakaan.

"Lagi?"

"Aku tidak ingat apapun lagi.." jelas Julyan.

Dokter kembali menutup selimutnya, lalu mengajak 2 orang untuk berbicara dengannya.

"Sejauh ini tidak ada trauma pada pasien, saya harus memeriksa lebih lanjut, apakah pasien lumpuh atau tidak.."

"Lumpuh?" - Marisa.

"Masih belum pasti, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat apa ada kelumpuhan atau tidak, jangan khawatir.." ujar Dokter.

"Lakukan yang terbaik untuk adik saya dok, berapapun biayanya..." pinta Tyan.

"Pasti... Kami akan melakukan yang terbaik.."

.

Julyan melihat Marisa yang masih berdiri didepan pintu rawatnya, wanita itu tampak frustasi, dan lagi.. Marisa menggelung rambutnya, Julyan tau kebiasaan istrinya, menggelung rambutnya dikala sedih, konyol memang, tapi itu yang istrinya lakukan ketika sedih.

Sebab itu Julyan benci melihat istrinya terlihat menggelung rambutnya, Julyan menghela pelan sejujurnya ia ingin tau bagaimana kondisi kakinya, meskipun ia tau mungkin lumpuh? Tapi Julyan benar benar tidak ingin membuat semua orang cemas hanya karna dirinya.

"Kak masih kerasa?" tanya Hendra si bungsu tengah memijat kaki kakaknya.

"Masih.."

"Benar benar sama... Kakak ingat saat aku koma?" ujar Hendra, Julyan mengangguk.

"Saat itu juga aku divonis lumpuhkan? Kakak ingat?" lagi Julyan hanya mengangguk.

"Dokter bohong, buktinya aku bisa berjalan lagi.. Kakak lihat kan?"

"Kak... Aku juga mengerti apa yang kakak rasakan.. kakak kuat.. kakak pasti sembuh..." lanjutnya lagi.

Julyan tersenyum, "Aku tau.." sembari mengusak surai Hendra.

"Kak! Jadi direktur ternyata tidak enak ya.." kekeh Bryan wajahnya tampak frustasi.

"Kak Bryan seperti Zombie... Hahaa.." ledek Mahendra.

"Aishh... Cepat sembuh!" tukas Bryan.

"Bryan gantikan posisi mu di kantor," celetuk Yuta.

"Wahh bagus.." Ujar Julyan.

"Dan dia benar benar seperti gelandangan.. Hahaa.. Aku benar benar kasihan, Winwin frustasi menghadapi Bryan..." kekeh Tyan.

Julyan tertawa kecil, dikala saudaranya bercanda ria, namun satu sisi ia masih merasa sedih, Marisa belum kembali dan ia entah pergi kemana. Julyan khawatir, Marisa juga khawatir.