webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
56 Chs

40. Pesta Durian Di Kos Adara

Setelah seminggu dirawat Arya akhirnya pulang ke Mes namun ia masih diberi waktu untuk istirahat total di Mes selama lima hari lagi setelah itu barulah ia bisa bekerja kembali. Kondisi Arya sudah membaik luka pun sudah sembuh hanya saja ia masih merasakan nyeri saat menelan sesuatu.

"Bang, besok adek balik ke Tenggarong." Ucap Adara pada Arya saat Adara menjenguknya, mereka berdua duduk di loby Mes.

"Loh, kenapa Dek?" Kejut Arya.

"Cuti Bang, Nggak lama kok cuma dua minggu doang." Tutur Adara lagi.

"Tapi lama bagi abang," goda Arya.

"Iss, Abang. Masuk sana udah malam, Abang harus banyak istirahat," usir Adara.

"Nggak mau, abang pengen berduaan sama Adek di sini,  besok kan Adek udah pergi ntar lama nggak ketemu," rengek Arya seperti anak kecil.

"Abang, ntar kita dipecat karena berduaan di mes lama-lama," celetuk Adara.

"Siapa bilang berduaan, kita bertiga kok," sahut Arya.

"Hah, maksudnya?" Adara bingung.

"Hanz keluar. Aku tahu kamu di sana dari tadi." Ucap Arya, Adara terkejut Hanz muncul dari balik tembok pembatas antara loby dan pos sekuriti.

"Sialan kamu, Ya. Aku kebetulan lewat doang kok," Hanz menggaruk tangannya.

"Iya, iya percaya." Arya tersenyum geli, "Udah sekalian aja kamu antar Adara pulang ntar dia nyasar lagi," lanjut Arya lagi.

"Ya udah, adek balik dulu ya Bang. Abang jaga kesehatannya ya, ingat nggak boleh makan makanan yang keras nggak bol-"

"Berarti kalau minum yang keras boleh dong," potong Arya.

"Abaaang, awas ya!" pekik Adara.

"Tenang Ndut, butuh jasa tukang pukul plus cctv nggak," ucap Hanz.

"Ide bagus, setuju." Jawab Adara, ia dan Hanz tertawa, Arya mengumpat.

"Sialan kamu Hanz!"

"Sorry, Ya. Aku menang banyak, yuk Ndut." Hanz mengapit lengan Adara.

"Awas kamu, Hanz." Mereka bertiga terkekeh.

Hanz mengantar Adara pulang ke kosan, sesampainya di kosan ia tak langsung pulang seperti biasa ia mengambil gitar dan memainkannya dihadapan Adara. Baru tiga lagu ia nyanyikan untuk Adara ia sudah berhenti.

"Kenapa?" Tanya Adara pada Hanz yang menatapnya tanpa berkedip.

"Kamu betulan mau cuti besok, Ndut?" Tatapnya terlihat sedih.

"Ya ampun iyalah, Hanz. Masa aku bohong sih," celetuk Adara.

"Keluar yuk," ajak Hanz.

"Mau kemana ini udah malam, Hanz. Aku nggak mau ah ke tempat yang aneh-aneh ntar di kejar warga lagi." Ucap Adara.

"Nggak lah, yuk." Hanz langsung menarik tangan Adara.

Hanz hanya mengajak Adara berkendara tak tentu arah dari kampung Muara Nayan hingga ke Belusuh lalu kembali lagi ke Kem Baru.

"Hanz stop!" Teriak Adara.

"Apa-apaan sih, Ndut. Kebiasaan deh main minta stop mendadak," omel Hanz.

"Mau itu," tunjuk Adara.

"Nggak, ah." Tolak Hanz.

"Pengen," rengek Adara.

"Bau Ndut." Tolak Hanz lagi, Adara merengut.

"Oke deh, tapi dikit aja yah." Hanz akhirnya luluh.

Adara pun tersenyum lebar di belakang Hanz sambil menenteng sepuluh biji Durian  asli dari kampung Muara Jawak. Dan mereka segera kembali ke kosan. Air liur Adara serasa ingin mengalir ketika mencium aroma Durian yang begitu menggoda di depan mata.

"Mau?" Tawar Adara pada Hanz yang ada dipojokan dinding kosan.

"Nggak," sahut Hanz ketus.

"Ntar nyesal loh," goda Adara.

"Nggak," ketus Hanz lagi.

"Ya udah." Adara kembali menikmati Durian yang gurih dan legit itu, sesekali Hanz melirik ke arah Adara. Adara terus menggodanya dengan memainkan setiap gigitan Duria dihadapan Hanz.

"Mau, ntar aku suapin deh," goda Adara lagi.

"Boleh, tapi asal di suapin ya," ucap Hanz mulai tergoda.

Hanz maju duduk disamping Adara, Adara mengambil satu biji Durian dan menyuapkan ke mulut Hanz, dengan ragu Hanz menelannya.

"Nggak buruk," ucap Hanz.

"Hei lagi ngapain kalian di sebelah." Teriak Setio dari balik dinding.

"Belah Duren," jawab Hanz.

"Ah, yang bner nih?" Sahut Setio dari sebelah.

"Benaran, yuk sini gabung," ucap Adara.

Setio pun sudah berpindah tempat ke kosan Adara, mereka bertiga menikmati sepuluh biji Durian hingga tak bersisa, Hanz dan Setio kembali lagi ke terminal tempat si penjual Durian  dan pulang dengan menenteng sepuluh biji Durian lagi.

Pesta Durian pun kembali lagi di gelar, Mereka bertiga mengeksekusi Durian itu hingga habis tak bersisa.

"Cukup woi, aku udah nggak sanggup," ucap Adara dengan perut yang sudah overload.

"Ia mana besok kamu mau naik motor dalam waktu yang lama, Ndu6. Awas mabok lho," sahut Hanz.

"Tenang nggak bakal kok." Adara mengambil satu kulit Durian dan mengisi air ke dalamnya lalu meminumnya.

"Kamu ngapain, Ndut?" Tanya Hanz bingung.

"Nih biar nggak mabok," Setio menyerahkan kulit Durian yang sudah berisi air putih. Hanz menyambutnya dan meminumnya perlahan.

"Lumayan," ucap Hanz.

"Udah ah, aku balik. Ngantuk." Setio berdiri dan bersiap balik ke kamarnya.

"Yo, kamarnya nggak usah dikunci. Aku nginap di sebelah." Teriak Hanz, Setio mengangkat jempolnya.

"Yoooo." Teriak Adara.

Setio menghentikan langkahnya. "Apa lagi?"

"Beresin atau aku lempar ke kamarmu sebagian." Adara menunjuk ke kulit Durian yang berserakan dilantai.

"Oh iya, ah kamu mau main kabur aja, Yo." celetuk Hanz.

Mereka bertiga pun membersihkan serakan kulit Durian dan bijinya lalu memasukkannya ke dalam karung, Hanz dan Setio membawa karung itu pergi entah kemana selama beberapa saat. Hanz kembali ke kosan setelah mengeksekusi karung itu sementara Setio kembali ke kamarnya.

"Kamu belum ngantuk, Ndut?" Tanya Hanz yang sudah menempel di samping Adara.

"Belum, bentar lagi," jawab Adara.

Hanz tiba-tiba menggengam tangan Adara dan menatapnya dengan lekat, suhu tubuh Adara mulai meningkat seiring dengan getaran dari dalam tubuhnya yang  tesetrum oleh genggaman tangan Hanz. Hanz semakin mendekat dan mendekat ke wajah Adara.

"HAH." Adara menghembuskan nafasnya ke wajah Hanz.

"Apa-apaan sih, Ndut." Hanz kesal.

"Nggak ada bau duren kan?" bibir Adara terkulum menahan senyum.

Hanz berpikir sejenak. "Iya, nggak ada Ndut."

Adara tertawa, dengan ekspresi yang aneh Hanz meraih gitar di sudut ruangan dan memainkan sebuah lagu.

"Semuanya telah ku beri dengan Kesungguhan Hati untukmu, hanya Untukmu

Tak perlu kau tanya lagi siapa pemilik Hati ini

Kau tahu pasti dirimu

Tolong lihat aku dan jawab Pertanyaanku

Mau dibawa kemana hubungan kita

Jika kau terus menunda-nunda dan tak Pernah Menyatakan cinta

Mau dibawa kemana hubungan kita

Ku tak akan terus jalani tanpa ada Ikatan pasti

Antara kau dan aku"

"Mau dibawa kemana, Ndut?" Hanz tiba-tiba menghentikan nyanyiannya.

"Dibawa ke kamar Setio, udah sana. Udah malam ntar kita ditangkap sama warga." Adara menarik tangan Hanz untuk berdiri.

"Ya bagus kalo ditangkap," celetuk Hanz.

"Apaan sih, buruan." Adara menarik tangan Hanz hingga ke depan pintu.

"Kamu  nggak asyik ah, Ndut." Protes Hanz.

"Bodo amat!" balas Adara.

"Aku nginap sini aja deh," ucap Hanz lagi.

"Nggak!" Adara menutup dengan rapat pintu kosannya Hanz melangkah dengan kecewa menuju kamar Setio.