webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
56 Chs

35. Kemarahan Arya dan Batu Cinta

"Abang, adek butuh penjelasan tentang sesuatu yang terjadi hari ini."

"Bang."

Arya tetap diam tak bergeming, matanya menatap kesal ke arah permukaan air danau yang sedang dipermainkan oleh angin. Danau cinta, Arya justru membawa Adara kemari bukan mengantarnya pulang.

"Bang, adek mau pulang." Adara bangkit dan berdiri.

"Kapan sih kamu bisa paham, Dek." Arya membuka suaranya.

"Maksud Abang?" Tanpa menoleh, Adara tetap membelakanginya.

"Kapan Adek bisa mengerti dan memahami mana yang baik dan mana yang nggak buat Adek, kenapa Adek terlalu mudah akrab dengan seseorang tanpa mengenal orang itu lebih jauh." Ucap Arya lagi.

"Kenapa sih sikap Abang terlalu berlebihan sama adek? Adek ini udah dewasa Bang, adek bebas nentuin apa yang harus adek lakuin. Lagian Abang bukan siapa-siapa adek jadi nggak usah berlebihan gitu."

Refleks Arya berdiri dan maju ke arah Adara, ia terus maju dan merebahkan tubuh Adara di atas kap mobilnya tangannya mengunci kedua tangan Adara sehingga Adara tak berkutik dibuatnya.

"Kalau Adek udah dewasa dan bisa menentukan sikap dengan baik, Adek nggak akan nangis dibuat oleh Faris, Adek nggak akan menanggung malu dengan keluarga Adek karena kebohongan Irwan, dan terakhir Adek nggak akan terluka begini dibuat oleh Hanz." Arya menatap tajam Adara.

"Jadi benar, Abang yang sudah membuat wajah Hanz membiru hari ini?" Tanya Adara pelan.

"Iya," jawab Arya tegas.

"Abang jahat! Adek benci sama Abang!" Kedua manik Adara mulai membesar.

Perlahan Arya melepaskan kuncian tangannya, ia mundur lalu berdiri pada sebuah batu besar di pinggir danau dan berteriak sekeras mungkin, sementara Adara terpaku berdiri di dekat kap memandang punggungnya dengan air mata yang mulai mengalir.

Arya mengacak kasar rambutnya lalu berbalik arah pada Adara dan berjalan mendekati Adara, Adara membuang pandangan pada Arya lalu masuk ke dalam mobil. Langkah Arya sempat tertahan ia terdiam sesaat lalu masuk ke dalam mobil.

Sepi, tak ada suara yang tercipta hanya kicau burung yang menggema berseru seolah memanggil anggota yang lainnya untuk pulang. Suasana sepi pun tetap tercipta dengan awet sampai di depan kosan.

Tak ada canda tawa, tak ada pamitan manja. Adara turun dari mobil Arya tanpa menoleh sedikitpun mobil Arya pun kontras dengan sikap Adara, melaju tanpa permisi memecah kesunyian maghrib di Kem Baru.

Adara menyiram tubuhnya yang masih dilekati dengan seragam kerja, perihnya hati yang saat ini  ia rasakan mengalahkan perihnya luka yang tersiram oleh air. Kali ini sikap Arya sangat keterlaluan baginya, sikap posesifnya sungguh di luar batas.

Cukup lama Adara terduduk di kamar mandi meresapi setiap bulir air yang masuk ke pori-pori namun tak jua mampu meredam suhu panas dihatinya, segera ia selesaikan kegiatan membersihkan tubuhnya, berganti pakaian dengan piyama panjang dan mengurung diri di dalam selimut tebal.

Sebuah ketukan hadir mengusik ratapannya, dengan malas Adara membuka sumber suara yang menimbulkan keributan. Mata Adara menyorot bingung dengan sosok lelaki yang bertamu pada jam sembilan malam.

"Hanz."

"Iya, emangnya kamu pikir aku hantu Ndut?" Jawab Hanz.

"Iya aku tahu, tapi ada apa malam-malam ke sini?" Tanya Adara.

"Emangnya kenapa, nggak boleh?" Hanz membalikkan tanya.

"Boleh sih, cuma nggak enak aja malam-malam gini," jawab Adara.

"Ya udah kalo nggak boleh di dalam, kita keluar aja." Hanz menarik tangan Adara untuk keluar dan menutup pintu kosan.

Hanz membawa Adara keluar dengan sepeda motor matic yang entah punya siapa, membawanya jauh sampai memasuki simpang manis yang ada di dekat Belusuh. Hanz terus membawa Adara masuk hingga mereka berada di danau yang mirip dengan danau cinta.

Setelah cukup lama Adara memperhatikan keadaan sekitar ternyata tempat itu memang danau cinta namun mereka berada di seberang dari tempat ia dan Arya sering duduk. Arya sering membawanya kemari tapi jalan yang ia lalui tak sama dengan jalur yang dilewati oleh Hanz barusan.

"Yuk, sini Ndut." Hanz mengajak Adara duduk di atas sebuah batu yang besar.

"Kamu sering kemari?" tanya Adara.

"Lumayan," jawab Hanz.

"Hem ... Hanz." Panggil Adara ragu.

"Iya, kenapa Ndut?" selidik Hanz.

"Maaf ya, Hanz." ucap Adara pelan.

"Maaf? Maaf untuk apa, Ndut?" bingung Hanz.

"Maaf atas sikap Arya yang berlebihan, Hanz. Aku nggak tahu kenapa dia terlalu berlebihan akhir-akhir ini" Ucap Adara lagi.

"Nggak papa, Ndut. Udah nggak usah dipikirin ntar cubby kamu hilang." Hanz mencubit pipi Adara.

"Makasih Hanz, Oya Hanz waktu aku sakit apa betul kamu yang menghajar Irw-"

"Ssuuttt diam, Ndut." Hanz membekap mulut Adara, matanya menatap tajam ke seberang danau.

"Diam, Ndut. Jangan ngomong dulu," bisik Hanz.

Nampak di seberang cahaya senter berkilau-kilau seperti cahaya bintang yang berkelip, segerombolan manusia berkumpul seperti mencari sesuatu.

Hanz memegang tangan Adara dengan erat dan membawanya terjun ke bawah, Adara ingin berteriak namun ketakutan membungkam vita suaranya hanya sorot mata yang membesar mewakili teriakannya.

Adara menarik nafas lega ternyata mereka masih berdiri di atas sebuah batu besar bukan masuk ke dalam air danau yang dingin. Hanz memeluk Adara dengan erat di dalam celah sebuah batu besar, aroma maskulin menguar di dalam kepala Adara detak jantung Hanz yang cepat membuat jantung Adara ikut berdetak karena menempel erat dengan dada Hanz.

Mata Adara dan Hanz saling beradu di antara dekapan yang makin erat.

Sorot lampu itu berputar-putar disekitar Adara dan Hanz, cukup lama mereka berada di seberang. Rupanya mereka memang mencari Adara dan Hanz untuk ditangkap dan di denda karena dianggap sedang berpacaran dan berbuat mesum, saat Adara Dan Hanz melintas di simpang manis ada  salah satu warga yang melihat mereka masuk ke sana.

Begitulah yang Adara tangkap dari percakapan mereka yang menggunakan bahasa daerah, kebetulan walaupun Adara lahir dan besar di Tenggarong ia juga satu suku dengan warga tersebut.

Setelah setengah jam mereka di seberang sana, akhirnya mereka pergi. Beruntung motor Hanz ia letakkan di belakang pohon besar bukan di dekat danau.

"Hanz, mereka udah pergi. Tolong lepasin." Pinta Adara pada Hanz yang masih memeluk dengan erat.

"Siapa tahu mereka kembali lagi," jawab Hanz yang masih menatap Adara.

"Nggak bakal." Adara melepaskan tubuhnya dari pelukan Hanz dan duduk di atas batu besar.

Hanz pun ikut duduk disamping Adara dan memandang permukaan air danau.

"Ngomong-ngomong ini dimana?" Ucap Adara seraya mengedar pandangan.

"Batu Cinta, tuh lihat."

Adara menatap batu yang ditunjuk oleh Hanz, ternyata tadi mereka sedang berlindung di balik batu yang berbentuk hati di danau cinta. Selama ini ia dan Arya selalu memandangnya dari kejauhan, tak  disangka Adara justru berpelukan dengan seorang Hanz di balik batu cinta.

"Kamu ngapain?" Tanya Adara pada Hanz yang bangkit berdiri dan mengukir sesuatu pada batu cinta dengan kunci motornya.

Lambang hati besar dengan inisial H dan A di dalam hati tersebut terukir indah di sana.

"Buat kenang-kenangan," tawa Hanz.

"Dasar aneh," ucap Adara.

"Oh ya, kamu belum jawab pertanyaanku tadi Hanz, apa betul kamu yang menghajar Irwan?" Ulang Adara lagi.

"Iya," jawab Hanz singkat.

"Yuk ah, balik. Ntar mereka datang lagi." Hanz sudah menapaki batu yang berada di sebelahnya.

Adara mengikuti jejak Hanz, meniti batu yang di samping batu cinta lalu batu di atasnya lagi dan di atasnya lagi, ternyata ada beberapa batu yang menonjol membentuk anak tangga hingga ke atas danau. Mereka pun kembali ke kosan setelah melewati malam yang cukup menegangkan.