webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
56 Chs

23. Keseriusan Irwan 1

Setelah enam bulan bekerja Adara mengambil cuti bulanan, seharusnya setiap tiga bulan sekali ia cuti  namun karena ingin segera melunaskan cicilan motor ia memilih lembur dan tak mengambil cuti.

Adara sangat bersemangat sekali untuk pulang pada cuti kali ini, selain rindu pada ibunya yang sudah menggebu  Irwan juga ikut pulang bersamanya. Ya, Irwan ikut untuk bertemu dengan keluarga Adara dan meminta restu untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius dengan Adara.

Rumah kecil dan sederhana dipinggiran sungai Tenggarong sudah nampak di depan mata, Adara  segera turun dari motor ketika Irwan mematikan mesin kendaraan. Adara  memeluk dengan erat wanita yang sudah melahirkannya ke dunia itu

"Sudah, sudah. Ayo masuk, istirahat dulu di dalam," ajak ibu Adara setelah melepaskan pelukan anaknya.

Adara mengajak Irwan masuk dan beristirahat di ruang tamu, beberapa menit kemudian ibunya datang dari dapur dengan membawa dua cangkir teh hangat untuk mereka.

"Ayo diminum dulu, Nak." tawar ibu Adara.

"Makasih Bu, perkenalkan saya Irwan Bu." Irwan mengulurkan tangannya lalu mencium punggung tangan ibu Adara.

"Iya ibu tahu, Adara sudah menceritakan semuanya. Tapi ntar malam aja kita bahas tunggu kakak Adara pulang kerja, sekarang kalian istirahat aja dulu ya," ucap ibu Adara.

"Baik Bu," jawab Irwan.

"Bu, Adara antar Irwan ke penginapan Melati dulu ya, nggak enak sama orang-orang kalo dia nginap di sini," ucap Adara  pada ibunya.

"Iya, tapi tehnya dihabiskan dulu. Ya udah ibu masuk dulu, ya. Ibu mau masak makanan kesukaan kamu," sahut ibu Adara.

"Oh ya, apa masakan kesukaan Adara, Bu?" tanya Irwan.

"Sambal nanas dan ikan asin," jawab ibu Adara.

"Oh, ya." ucap Irwan sambil tersenyum.

"Iya, dia paling doyan kalo udah makan itu tiga piring lewat," ibu Adara tersenyum menggoda Adara.

"Ah, ibu. Adara malu," wajah Adara memerah.

"Udah, ah. Ibu masuk dulu," pamit ibu Adara.

Setelah menghabiskan teh Adara pun mengantarkan Irwan untuk menginap di penginapan dekat rumahnya.

"Aku balik dulu ya, Yang. Ntar malam ku jemput," pamit Adara setelah Irwan berada di dalam kamar penginapan.

"Jangan pergi dulu, aku masih pengen berduaan ama kamu, Yang." Irwan menarik tangan Adara dan merebahkan tubuh Adara di kasur.

"Stop, emangnya kamu nggak capek." Adara meletakkan jemarinya dibibir Irwan yang hendak menciumnya.

"Nggak." Irwan menepis tangan Adara dan langsung melumat bibirnya.

Semakin lama ciumannya semakin bergairah, tangannya sudah bergerak kemana-mana. Adara segera mendorong tubuh Irwan yang berada di atasnya lalu merapikan pakaiannya yang hampir di buka oleh Irwan.

"Cukup, Yang. Belum saatnya," Adara beranjak dan bersiap pergi.

"Baiklah," jawab Irwan raut kecewa nampak di wajahnya.

"Bye." Adara mencium keningnya lalu pergi.

Malam ini malam yang menegangkan sekaligus membahagiakan untuk Adara, Irwan duduk dengan tenang disampingnya sambil sesekali mengusap tangan Adara yang mengeluarkan keringat dingin. Di hadapan mereka, ibu dan kakak Adara yaitu Natalia duduk berdampingan.

"Seperti yang ibu dan kak Natalia ketahui, saya datang ke sini  ingin meminta restu untuk melamar Adara, saya ingin membuktikan kalau saya benar-benar serius menjalin hubungan ini dengan Adara," ucap Irwan.

"Kapan rencananya kalian akan menikah?" tanya kak Natalia.

"Tahun depan rencananya, karena keluarga besar saya ada di Jawa jadi butuh waktu dan biaya yang ekstra, lagipula Adara pun harus mempersiapkan dirinya dengan matang sebelum akad nikah," jawab Irwan.

Adara tertunduk penuh harap sementara ibu dan kakaknya saling pandang.

"Besok saya meminta ijin untuk mengajak Adara ke rumah bude saya di Tenggarong seberang, saya ingin memperkenalkan Adara ke keluarga saya," lanjut Irwan lagi.

"Kamu punya keluarga di sini?" tanya ibu Adara.

"Iya, Bu. Adik bapak saya, ada di Tenggarong seberang." jawab Irwan.

Ibu Adara menarik nafas panjang dan berat, "Semua keputusan ada di tangan Adara, ia sudah dewasa kami tak berhak mengatur hidupnya. Biarlah dia memilih apa yang terbaik baginya, kami hanya bisa mendukung apa yang sudah diputuskan olehnya. Tapi ibu mohon sama kamu, Wan. Tolong, jangan sakiti Adara, jaga dan lindungilah ia dengan segenap hatimu, Nak."

"InsyaAllah, Bu." Irwan meyakinkan ibu Adara.

Adara  bahagia semua berjalan dengan lancar sesuai harapannya, setelah semua pembicaraan penting selesai ia mengantarkan Irwan kembali ke penginapan.

Mata Adara yang hampir terpejam kembali terjaga ketika ibunya mengetuk pintu kamar, Adara melangkah dari kasur dan membuka pintu.

"Udah tidur, Ra." Tanya ibunya setelah pintu terbuka.

"Belum Bu," bohong Adara.

"Kenapa Bu?" tanya Adara lagi pada ibunya yang terdiam di sudut ranjang.

"Kamu benar-benar udah memikirkan semuanya dengan mateng, Ra." Ibunya balik bertanya.

"Sudah Bu," jawab Adara dengan yakin.

"Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Mungkin sudah takdirmu untuk menjadi mualaf," ucap ibunya pasrah.

"Tapi Bu, apa ibu benar-benar ikhlas melepaskan aku untuk menikah dengan Irwan dan mengikuti keyakinannya," tanya Adara.

"Sebenarnya berat, Ra. Tapi, kalau itu sudah jalannya ibu ikhlas. Ibu tidak ingin memberatkan bahtera rumah tanggamu dengan ketidak ikhlasan dan restu yang tertahan. Cuma ibu minta, kalau itu sudah menjadi pilihanmu jalanilah dengan serius jangan perpindahan agama kamu ambil hanya untuk memuluskan jalan cintamu dan Irwan tapi kamu tidak menjalani atau beribadah dengan benar." Ucap ibu Adara yang membuat Adara berhambur ke pelukannya dan menangis terharu.

Dengan latar belakang keluarga yang Bhineka Tunggal Ika tentu ibunya tak mempermasalahkan keputusan Adara, Ayahnya seorang Nasrani namun ketiga adiknya dan ibunya seorang mualaf.

Dulu nenek Adara  juga seorang Nasrani, namun ketiga adik ayahnya menikah dengan laki-laki muslim dan ikut menjadi mualaf mengikuti keyakinan suaminya. Karena neneknya tinggal bersama dengan tante Adara yang muslim neneknya pun ikut menjadi mualaf sama seperti tantenya.

Untuk itulah keluarganya sangat menjunjung tinggi nilai toleransi, tak ada kefanatikan di antara mereka walau mereka berbeda jalan.