webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
56 Chs

20. Jadian Di Jantur Inar

Celana Levis hitam, baju biru muda tertutup jaket hitam, dan sepatu kets hitam menghiasi tubuh Adara.  Dengan nuansa warna  yang berdominan hitam, jangan pikir kalau ia akan pergi melayat. Tidak, ia tak sedang pergi melayat, dengan postur yang sedikit berisi  maka tak heran semua kostum yang Adara miliki rata-rata berwarna hitam.

Blackberry di dalam tas kecil yang terselempang di badan Adara berdering, kontak Arya tertera disana. Segera ia angkat karena ia tak ingin mendengar kebawelan Arya karena mengkhawatirkan dirinya.

["Dimana? Kok Abang nggak liat adek di sana."]

Dengan posisi kantor yang berseberangan, Arya selalu bisa mengawasi Adara dan bila ia tak melihat kehadiran Adara maka ia akan segera menelepon dan mencari keberadaan Adara.

["Maaf bang, adek off hari ini."]

["Kenapa nggak ngomong semalam, Dek?"]

[Maaaaf, adek lupa. Lagian adek ketiduran semalam, Bang."]

["Yaudah, adek istirahat aja, ya. Mumpung off."]

["Tapi Bang, adek mau ke Barong Tongkok hari ini ama temen-temen."]

["Ra. Kenapa nggak ngasih tahu?"]

Adara terdiam, rasa tak enak hadir di lubuk hatinya saat Arya menyebut nama Adara  bukan memanggilnya dengan sebutan 'adek'.

Sunyi tak ada suara dari seberang sana, Arya memutuskan telepon. Adara menghela nafas dan memasukkan kembali ponsel ke dalam tas yang terselempang. Saat itu pula teman-teman Adara hadir di depan kosan.

Semalam Irwan mengajaknya jalan-jalan ke Jantur Inar yang ada di Barong Tongkok, kebetulan hari ini ia off maka ia pun menyetujuinya.

Adara segera naik ke sepeda motor Irwan, sedangkan Aqilla sudah memeluk Raffa dengan mesra di atas boncengan Raffa, dan Nata berboncengan dengan kekasihnya yang baru datang dari Samarinda.

Mereka berenam pun segera meluncur menuju Barong Tongkok, Saat tiba di kampung Belusuh Irwan menarik tangan Adara dan dilingkarkan pada pinggangnya. Adara memeluk erat tubuhnya selama dua jam perjalanan.

Perjalanan yang melelahkan selama dua jam belum berakhir, untuk tiba di air terjun Inar mereka harus menuruni dua ratus anak tangga yang  berjarak dua puluh sentimeter antara anak tangga yang satu dengan yang lainnya.

"Capek? Istirahat dulu, Ra." Irwan menghentikan langkah Adara dan mengelap keringat yang bercucuran di dahinya.

"Nggak papa, wan. Lagian nanggung, dikit lagi nyampai," ucap Adara seraya melanjutkan perjalanan meniti anak tangga yang terbuat dari kayu ulin.

Segala kepenatan saat meniti dua ratus anak tangga seketika hilang saat mereka tiba di bawah air terjun Inar. Air terjun yang menjulang tinggi setinggi lima puluh meter itu menjatuhkan air dan menghempaskannya ke bebatuan besar yang berada dibawahnya.

Kesejukan air terjun Inar yang berada ditengah hutan yang masih alami  makin terasa saat air yang jatuh dan membentur bebatuan alami yang berada dibawah membentuk hempasan embun ke udara. Lumut-lumut hijau menghiasi bebatuan yang ada disekitar air terjun.

Bak dikomando, mereka pun berpencar mencari tempat yang nyaman untuk berduaan. Irwan membawa Adara  duduk di atas sebuah batu yang besar agak jauh dari air terjun, kerasnya air yang membentur ke batu membuat mereka tak bisa mendengar percakapan dengan sempurna oleh sebab itu Irwan membawanya menjauh dari air terjun.

"Gimana Ra, kamu udah siap jawab pertanyaan aku." Irwan menatap Adara penuh harap.

"Udah," jawab Adara.

"Terus?" Irwan terus menatap Adara penuh harap, Adara mengangguk.

"Serius?" Ia memastikan.

"Iya," jawab Adara.

"Makasih ya, Ra." Irwan mencium kedua punggung tangan Adara

Setelah kegagalan demi kegagalan, Adara mencoba untuk membuka hatinya pada seorang lelaki yang berasal dari tanah Jawa bernama Irwan, ia adalah seorang operator Haul Truck di perusahaan tempat Adara bekerja.

Tak ingin tertipu lagi, Adara menyelidiki  latar belakang tentang Irwan yang ia dapat datanya dari  admin Minning. Dua bulan ia menyelidikinya dan hari ini ia memutuskan, ianakan mencoba membuka hati untuk Irwan dan ia berharap dengan menerima Irwan ia bisa menghilangkan rasanya pada Arya.

Irwan seorang lelaki dewasa bertubuh tegap bak tentara, berkulit hitam, sorot matanya tajam seperti elang namun sendu, senyumnya manis namun penuh misteri. Sikap lembut dan perhatiannya  yang hangat pada Adara membuat Adara luluh untuk menerima cintanya.

"Hei, udahan pacarannya. Kita balik yuk, udah mulai gelap." Teriak Aqilla.

Karena terlalu asik bercerita dan bermesraan dengan Irwan, Adara tak menyadari keadaan sekitar yang mulai berubah. Suasana asri yang masih alami berubah sedikit menyeramkan, mereka pun bergegas meninggalkan air terjun Inar.

Pukul sembilan tiga puluh mereka tiba di kosan, Adara terkejut karena Arya tengah berdiri di depan pintu kosan.

"Siapa?" Irwan bertanya dengan raut yang tak bersahabat.

"Abang aku, Arya." bisik Adara.

"Baru pulang, Ra. Biasanya jam segini udah tidur, tumben masih keluyuran?" Arya menatap Adara tajam.

"Tadi hujan di jalan, Bang. Jadi berteduh bentar, Abang udah lama di sini," tanya Adara.

"Lumayan," ia menatap Irwan penuh selidik.

"Bang, kenalin. Ini Irwan," ucap Adara.

"Oh, oke aku balik dulu. Jangan lama-lama nerima tamu cowok nggak enak dilihat orang."Arya berlalu tanpa memperdulikan uluran tangan Irwan.

"Bang!" Arya tetap berlalu tanpa memperdulikan seruan Adara.

"Kayaknya dia nggak suka ama aku, Yang" ucap Irwan.

"Nggak kok, Yang. Perasaan ayang aja kali," sahut Adara.

"Ya udah aku balik, ya. Night Yang, nice dream ya." Irwan mendaratkan satu kecupan di kening Adara.

Adara merebahkan tubuhnya diatas kasur setelah menutup dan mengunci pintu kosan, ia meraih tas selempang kecil lalu mengeluarkan ponsel yang tak ia sentuh dari pagi setelah Arya menelepon.

Betapa terkejutnya Adara setelah membuka ponsel, puluhan pesan dan telepon dari Arya menumpuk disana. Pantas saja dia terlihat marah padanya, biasanya tiga kali saja Adara tak merespon pesan atau telepon darinya maka Arya akan mencari Adara dan memberikan  ceramah yang panjang lebar betapa ia khawatir tak mendapat kabar dari Adara.

Dengan was-was dan perasaan yang bersalah Adara menekan nomor kontak Arya, panggilan pertama tak di respon. Panggilan kedua cukup lama berdering dan dijawab dengan nada suara yang masih dingin dan datar.

["Ada apa?"]

["Ih, Abang kenapa sih, kok marah-marah sama adek gitu?"]

["Masih ingat sama abang? Kirain udah lupa."]

["Maaf, Bang."]

["Abang ngantuk, mau tidur."]

Hilang, Tak ada lagi suara lembutnya. Adara tertunduk  memikirkan sikap Arya yang marah-marah tanpa sebab. Untuk hari ini sudah dua kali ia mematikan telepon begitu saja, dan untuk pertama kalinya ia tak menyanyikan sebuah lagu untuk Adara. Adara mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya pada Arya

["Bang, besok adek tunggu di bucket."]