"Seperti yang sudah saya sampaikan, Kapten. Begitulah adanya kejadian tadi pagi, lihat saja hari ini, korban berjatuhan ada atau tidak? Iya kan? ... tapi aku takut, mereka makin marah kepada kita dan menyusun rencana yang lebih tragis lagi, lalu apa ya yang akan kita lakukan?" kata Airen.
"Ya kita harus suruh dia atasi lagi? Siapa lagi yang bisa melawan mereka? Militer kita saja sudah minim?" Ujar Kapten Darren.
"Tapi ... Dia istirahat sepuluh jam, Kapten. Nanti dia siuman sendiri. Kata dia kalau menggunakan kekuatannya akan membuat tubuhnya melemah dan dalam beberapa hari dia masih belum bisa memakai kekuatannya lagi, semoga kalaupun mereka balas dendam tidak dalam minggu ini," imbuhnnya dengan diliputi rasa kekhawatiran.
"Airen, kamu tahu banyak tentang dia ya?"
"Kami sudah berbicara panjang, dia juga bercerita semuanya dengan jelas" Airen sambil memandangi terus tubuh yang tergolek tak berdaya itu.
"Kepadamu saja, kan? Yang lain tidak ada yang ia ajak bicara?" Airen mengangguk mengiyakan. Karena memang dia rasa hanya kepada dirinya Girleon bercerita panjang lebar.
"Ooh ya sudah, aku akan memberi kabar pihak lain agar menyiapkan yang perlu disiapkan, mumpung perang masih gencatan sementara, jadi mungkin korban tidak banyak, dan malah bisa saja tidak ada korban berjatuhan hari ini. ya, walau bagaimanapun kita patut berterima kasih padanya." Kapten Darren sambil pergi meninggalkan Airen.
Narez datang sambil membawa kompres untuk diletakkan di kepala Girleon itu. Dia berdiri disamping Airen dan menyerahkan kompres kepada Airen agar dia yang menaruhnya sendiri di kening Gir.
"Pakaikan ke dia, mungkin sedikit membantu, suhu tubuhnya sedikit hangat. bisa jadi dia pusing." Airen mengangguk dan memakaikan itu kepadanya.
"Aku sudah mendengar semuanya tadi, saat kamu bicara dengan Kapten Darren, priamu ini sehebat itu ya?" Goda Narez lagi sambil mentowel pipi Airen.
"Narez, dia bukan priaku, ayolah ... Dia orang asing. Berhentilah meledek aku dan dia. Aku sangat malu," pinta Airen memelas.
"Kenapa? Aku malah suka kalau kamu jadian sama dia, Negeri kita akan aman. Dia pasti akan melakukan segala cara untuk Negara kita, juga untuk kamu Airen, jadi kita semua akan merasa terlindungi." Papar Narez
.
"Jangan berkhayal yang tidak-tidak. Dia mahluk asing! Sedang aku hanya orang biasa yang berprofesi sebagai prajurit wanita saja. sangat jomplang dan tidak mungkin!" balas Airen membalas Narez.
"Aku bersumpah, kamu dan dia akan terus aku comblangin. Niatku baik kok demi membela Negara tercinta kita ini, sebab aku lihat tak ada cara lagi, hanya dia yang bisa menyelamatkan kita dari peperangan ini. Dia harus terikat denganmu, jika tidak! Tak ada lagi yang bisa membantu Negara ini" Sumpah serapah Narez terucap penuh obsesi.
"Coba sini, sini! lihatlah, saat dia tidur." Narez menarik tangan Airen dan mengajak lebih mendekat kepada Gir.
"Humm ... Dia sangat tampan, kan? Kulitnya putih dan bersih, hidungnya mancung, tubuh yang kekar dan pasti kuat, wajahnya itu oriental banget, pasti dia mewarisi garis wajah Ibunya, Ibunya pasti memiliki paras yang cantik, tuh bibirnya saja merah dan tipis kan?" Airen seketika mulai terdiam dan mencerna penjelasan Narez kepadanya tentang sang pria ini. Dia menatapnya dengan penuh arti.
"Bayangkan kalau bibir itu mencium bibirmu ... Ehmm ... Merinding deh pasti rasanya, Hahaa." Narez makin keterlaluan menggoda Airen yang sedang menatap Gir itu, membuat Airen melotot dan marah-marah! Dia pukul punggung Narez dan mengejarnya, sesekali ia menjambak rambut Narez.
"Auw! ampun sayangkuuu ... Iih aku benar kan? Kalau aku jadi kamu. Enggak usah pikir panjang, embat aja langsung. Hahaa." Mereka terus berkejar-kejaran sambil terbahak-bahak.
"Awas kamu ya! Jangan kurang ajar! Nanti kalau dia sudah bangun jaga bicaramu memalukan, aku hajar kamu ya!" Semua menyaksikan adegan kejar-kejaran kedua gadis ini, tak luput juga dari pandangan siapa saja yang ada di sekitar situ. Bahkan ikut tertawa-tawa lucu, ya ... beginilah sejak kehadiran Sang pemuda tampan itu, Girleon ... tak terasa. Sedikit demi sedikit menaburkan keceriaan, tawa dan canda sudah mulai ada, sedangkan derita dan tangis sudah mulai terkikis.
Semua petugas paramedis sangat bahagia dan bersemangat karena banyak alat dan bahan kebutuhan medis diterima oleh mereka. Hari ini yang menyenangkan karena proses pengiriman dan diterima mereka semua dalam keadaan baik. Mereka semua sibuk menata barang-barang yang ada, disamping itu sebagian pasien banyak yang sembuh meminta untuk pulang bagi yang masih memiliki keluarga.
"Tolong penataan diatur agar tidak banyak memakan tempat, serta obat dan bahan dilihat masa expirednya." Perintah seorang dokter sambil mengeluarkan barang-barang yang datang membantu petugas kirimnya. Beberapa mobil box yang terparkir di depan base camp ini.
"Yang paling cepat expired letakkan di tempat yang mudah agar cepat habis duluan"
"Iya dokter" Jawab mereka serentak.
Bukan cuma bahan medis yang sampai, tapi makanan yang enak dan banyak, pakaian juga keperluan home care semua datang serentak, luar biasa pengaruh serangan fajar Girleon memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para korban perang dan yang dalam pengungsian ini, sekali-kali mereka tercukupi agar sedikit memiliki rasa optimis dalam mengakhiri peperangan ini. Sedikit memberi hiburan di tengah konflik yang berkepanjangan ini.
Ditengah kesibukan para petugas yang dari tadi itu, terdengar suara memanggil Airen dari dalam.
"Prajurit Airen! Prajurit Airen! Apa ada disitu? Ada yang mencarimu ... Pria yang diinfus itu!!" Suara teriakan dari dalam, sepertinya suara dari pasien lain. Airen sangat gembira karena itu pasti Gir. Dia sudah siuman dan sekarang mencarinya. Ketika Airen hendak berdiri mendatangi suara panggilan itu, dia dicegah oleh Kapten Darren.
"Tidak, kamu tetap disini membantuku, Narez dan ada Prajurit Brian bisa membantunya," perintahnya kepada Airen. Gadis ini kembali pada posisi semula sembari melanjutkan menghitung dan mengecek persejataan yang baru datang. Narez dan prajurit Brian sert ditemani oleh perawat segera menuju ke dalam.
"Narez, tolong bawakan dia makanan ya?" pinta Airen pada sahabatnya. Narez menoleh sambil mengedip mata dan menunjukkan tangan dengan jarinya berbentuk 'oke'.
"Airen jangan pilih kasih terhadap korban, apalagi dia orang asing yang tak jelas, harusnya lebih perhatian dengan pasien yang sedarah dengan tanah air kita" Mula-mula Kapten Darren membuka topik.
"Sorry Kapten, saya tidak ada pilih kasih, semua korban perang saya bantu dengan maksimal dan sebaik mungkin, bahkan dalam peperangan aku juga bertugas sebaik-baiknya!" jawab Airen dongkol.
"Bukan begitu Airen, semua dilihat situasi dan kondisinya lah, saat itu keadaan kita krodit dan semua bahan medis sangat terbatas, kita juga sangat kebingungan, maka dari itu aku memberi keputusan yang sangat berat, tolong jangan bicara begitu, aku sangat menyesal, kamu tak tahu bagaimana beratnya jadi kepala di base camp ini dalam situasi perang." Pria jangkung ini menjelaskan panjang dengan diliputi rasa bersalah.
"Karena itu Kapten juga jangan menuduh orang sembarangan," ucap Airen sedikit melembut.