webnovel

Alexa's Dream And Love

Tentang perjuangan Alexa untuk meraih impian dan juga cintanya. Alexa terjebak diantara ambisi sang Papa yang merupakan pengusaha sukses sekaligus bos mafia yang ingin menjadikan Alexa sebagai pewaris tunggalnya. Di sisi lain, Alexa juga terjebak dalam rencana balas dendam Daniel Ayden. Daniel berusaha menghancurkan perusahaan papa Alexa dengan segala cara. Termasuk menggunakan Alexa sebagai alat untuk membalaskan dendamnya. Mampukah Alexa meraih impian dan juga cintanya tanpa harus memilih salah satu diantara kedua pilihan itu?. Hai semua!! Ini adalah Novel pertama saya. Tentang Romansa, perjuangan meraih impian yang sedikit di bumbui thriller. Semoga kalian suka dengan cerita saya. Mohon dukungannya, agar saya bisa terus bersemangat membuat karya yang bisa menghibur kalian semua. Jangan lupa vote, collection, review dan power stonenya, ya. Terima kasih banyak kepada kalian yang sudah support. Follow my Ig @feny032.

Fenie_Anjilina · Urbain
Pas assez d’évaluations
264 Chs

Bab 21. Saingan Daniel.

"Selesai! Luka di tangan dan perutmu sudah mulai membaik. Dalam 2 hari kamu sudah bisa pulang, tapi dengan catatan. Kalau kamu tidak bandel dan mau menuruti semua yang dokter katakan," ucap sang dokter.

Alexa mengangguk. "Setuju! Hehee,'' kekehnya.

Mata sang dokter menyapu seluruh ruangan kamar inap Alexa . "Papa dan pacarmu ke mana? Tumben ... dari pagi tidak kelihatan sama sekali." tanyanya.

Mendengar ucapan sang dokter, Alexa merasa bingung. "Pacar? Pacar siapa, Dok?" tanyanya tidak mengerti dengan maksud sang dokter.

"Pacar kamu! Yang setiap hari menjaga kamu dan selalu bersama papamu," jawab sang dokter.

"Hahaha .... Aakkh! Sakiit!" Alexa memegangi perutnya yang terasa sangat sakit karena tertawa.

Dahi dokter mengernyit. "Apanya yang lucu? Bukankah pria tampan itu adalah pacarmu? Kalau tidak, kenapa ia bisa sedekat itu dengan papa kamu?" tanya dokter, heran melihat reaksi Alexa.

"Kak Daniel itu bukan pacar Alexa! Kak Daniel itu anak dari mendiang sahabat papa," jawab Alexa. "Karena kemampuan bisnis kak Daniel yang sangat handal, makanya papa meminta kak Daniel untuk membantunya mengurus perusahaan," jelasnya lagi.

Dokter mengangguk. "Saya lihat Papa kamu dan pria tampan itu sangat dekat! Papa kamu juga sangat mempercayai pria itu," ucap dang dokter.

"Umm ... iya, Papa sangat mempercayai kak Daniel. Papa dan kak Daniel memang mempunyai banyak kesamaan, mereka berdua sama-sama kaku dan gila kerja. Makanya kadang Alexa berpikir, kalau kak Daniel yang lebih pantas menjadi anak papa," ucap Alexa asal.

Mata Alexa memicing, gadis itu menatap sang dokter dengan tatapan penuh selidik. "Memangnya kenapa, Dok? Kenapa dokter menanyakan hal itu?" " tanyanya penasaran.

"Tidak apa-apa, kok. Saya cuma bertanya saja," jawab sang dokter.

"Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Masih ada beberapa pasien yang harus saya kontrol," pamit sang dokter sembari menyimpan stetoskopnya di dalam saku jas putihnya, setelah menyelesaikan tugasnya mengganti perban pada luka Alexa, dokter itu berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menuju pintu.

"Tu-tunggu sebentar, Dokter! Jangan pergi dulu," csgah Alexa.

Dokter itu langsung menghentikan langkah kakinya, lelaki itu berbalik dan menatap lurus ke Alexa. "Ya ... Ada apa?" tanyanya.

Alexa menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal ia benar-benar ingin bertanya. Namun, gadis itu terlihat ragu-ragu. "A–ada yang mau Alexa tanyakan kepada dokter,"

"Silahkan," ucap sang dokter ramah.

"Apa alasan yang membuat dokter benar-benar merasa sangat mantap untuk menjadi seorang dokter seperti sekarang ini?" tanya Alexa kepada sang dokter.

"Apa kamu ingin tahu alasan saya?" tanya sang dokter kepada Alexa.

Alexa mengangguk cepat ...

Dokter itu berjalan menghampiri ranjang Alexa dan pria itu duduk di kursi yang diletakkan di samping ranjang pasien Alexa.

Dokter itu menghela napas panjang. "Alasan kenapa saya mengambil keputusan untuk menjadi seorang dokter. Sama dengan alasanmu kemarin membantu wanita tua itu," ucapnya.

Dahi Alexa mengernyit, gadis itu tidak paham dengan ucapan sang dokter. "A–apa yang dokter maksud?"

Dokter menghela napas panjang. "Manusia itu sangat egois! Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri, mereka tidak peduli dengan nyawa orang lain. Saya merasa sangat menyesal atas kejadian kemarin, tapi ... saya juga merasa sangat lega karena masih ada anak muda sepertimu yang mau membantu orang-orang yang sedang kesusahan seperti mereka," papar sang dokter.

"Setelah kejadian tersebut, saya selalu membayangkan. Kalau kamu menjadi seorang dokter, kamu pasti bisa menjadi dokter yang baik dan juga sangat hebat," imbuhnya.

"Benarkah?" tanya Alexa memastikan.

Dokter itu mengangguk. "Kalau kamu mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, tanya kepada hatimu. Karena hati tidak akan pernah membohongimu," ucap sang Dokter.

"Baiklah, saya mengerti sekarang," ucap Alexa.

"Bagus!" Dokter itu tersenyum . "Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Masih ada beberapa pasien yang harus saya periksa," pamitnya kepada Alexa.

Alexa mengangguk pelan. "Terima kasih banyak atas sarannya, Dok" ucapnya.

Saat dokter itu hendak keluar dari pintu, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia melihat seorang pemuda hendak memasuki kamar Alexa..

"Papa?!" pemuda itu mengenali wajah sang dokter.

"Raka?! Kenapa kamu berada di sini?" tanya sang dokter.

Raka–teman sekolah Alexa sekaligus kapten tim bola basket yang selalu mengejar-ngejar Alexa datang menjenguk gadis tomboy itu. pemuda itu masih memakai seragam lengkap, rupanya setelah sekolah usai pemuda itu tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi menjenguk Alexa.

"Raka datang ke sini mau menjenguk teman Raka," ucapnya kepada sang dokter.

Dokter itu terlihat terkejut lalu menatap ke arah Alexa dan Raka secara bergantian. "Apa kalian saling mengenal? Apakah kamu bersekolah di sekolah yang sama dengan Raka?" tanyanya kepada Alexa.

Alexa mengangguk. "A–ah ... iya, Kami satu sekolah tapi kami berbeda kelas,."

"Bagus sekal," ucapnya senang. "Baiklah kalau begitu, papa tidak akan mengganggu kalian. Dan kamu, Raka! Papa mau berbicara denganmu nanti di rumah," ucap sang dokter kepada Raka–putranya.

"Baik, Pa." Raka mengangguk.

Dokter itu menepuk pelan bahu Raka lalu pergi.

Raka menatap Alexa. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya.

Alexa mengangguk. "Masuklah," suruhnya.

Raka berjalan masuk ke dalam kamar inap Alexa, pemuda itu juga membawa hadiah boneka Teddy bear yang berukuran besar untuk Alexa.

"Ini ... aku bawakan hadiah untukmu," ucap Raka kepada Alexa.

Wajah Alexa terlihat sangat terkejut, ia tidak menyangka kalau Raka memberinya hadiah boneka beruang. Dari mana pemuda itu tahu, kalau Alexa sangat suka dengan boneka beruang? Apakah Raka hanya menebak saja?

"Kenapa eksoresi wajahmu seperti itu? Kamu tidak suka dengan boneka beruang?" tanya Raka.

"Ti–tidak, kok! Aku suka boneka beruang, sangat suka. Terima kasih banyak," ucap Alexa senang.

"Syukurlah kalau kamu suka, aku pikir kamu tidak suka! Bonekanya aku taruh di sofa." Raka meletakkan boneka beruang di atas sofa lalu ia duduk di kursi yang terletak di samping ranjang.

"Bagaimana kabarmu? Apa sudah baikan?" tanya Raka.

"Hmm, baik ... kata papamu, 2 hari lagi aku sudah boleh pulang," jawab Alexa.

"Baguslah kalau begitu," ucap Raka lega. "Oh iya, hampir saja lupa!" Raka tiba-tiba teringat sesuatu, pemuda tampan dengan postur tubuh tinggi itu tiba-tiba membuka tas ranselnya lalu ia mengambil sebuah buku catatan.

"Nih! Buku catatan materi pelajaran untuk kamu," ucapnya seraya menyodorkan sebuah buku catatan untuk Alexa.

Alexa menerima buku catatan dari Raka. "Terima kasih," ucapnya sopan.

Suasana berubah hening. Raka dan Alexa sama-sama terdiam, keduanya terlihat sedikit canggung dan tidak tahu harus berbicara apa.

"Ini kenapa pintunya dibiarkan terbuka, Lex?!" Daniel tiba-tiba datang dan langsung masuk ke dalam kamar inap Alexa.

Alexa dan Raka sontak menoleh bersamaan ke arah Daniel yang datang dengan membawa paper bag yang berisi makanan kecil untuk Alexa.

"Oh ... ada tamu rupanya," ucap Daniel baru menyadari kalau Alexa sedang tidak sendirian.

Raka langsung berdiri dari kursinya saat Daniel berjalan menghampiri Alexa, ekor mata Daniel tertuju kepada boneka Teddy bear yang disandarkan di samping kursi. Ekspresi wajah Daniel seketika berubah saat melihat Raka.

"Kak Daniel sudah datang?! Kata Kak Daniel siang ini ada meeting penting, 'kan?" tanya Alexa.

"Sudah selesai, makanya kak Daniel langsung datang ke sini," jawab Daniel seraya meletakkan paper bag yang ia bawa ke atas meja.

"Oh iya, Kak. Kenalin teman Alexa, namanya Raka! Raka, kenalin ini kak Daniel," ucap Alexa.

"Daniel," ucapnya memperkenalkan diri.

"Raka! Saya teman sekolah Alexa," ucapnya.

Daniel dan Raka saling berjabat tangan. Namun, ekspresi wajah keduanya terlihat seperti tidak senang. Tapi mereka berdua berusaha menutupi rasa ketidaksukaan mereka dengan tersenyum.

"Silahkan duduk," ucap Daniel kepada Raka.

"Tidak! Terima kasih, saya mau pamit pulang. Saya lupa kalau sedang ada janji dengan teman saya." Raka bohong, ia hanya mencari alasan saja. "Lex ... aku pamit pulang dulu, ya. Sampai ketemu di sekolah," pamitnya kepada Alexa.

"Oke ... terima kasih untuk boneka dan buku catatannya," ucap Alexa kepada Raka.

Raka mengangguk. "Sama-sama, Oke! Cepet sembuh ya, Lex. Bye," ucap Raka lalu pergi.

"Hati-hati," ucap Alexa.

"Teman kamu baik juga, ya. Apa kalian sangat dekat?" tanya Daniel penasaran.

"Emm .. tidak juga, malah kita sering bertengkar," jawab Alexa. "Kak, boleh minta tolong tidak?" tanyanya.

" Iya," ucap Daniel.

Tolong ambilkan boneka beruangnya, dong. Aku mau pegang," pintanya.

Daniel menuruti permintaan Alexa, pria itu mengangkat boneka itu dari sofa lalu mendekatkannya ke arah Alexa. Alexa terlihat sangat senang saat menyentuh boneka itu dengan tangannya, gadis itu terlihat menyukai boneka beruang.

"Terima kasih," ucap Alexa kepada Daniel.

"Apa kamu suka dengan boneka itu?" tanya Daniel.

Alexa mengangguk cepat. "Suka! Suka banget! Alexa baru pertama kali di kasih hadiah boneka sebesar ini," ucapnya dengan mata yang berbinar.

Daniel tersenyum getir.

***

Malam harinya ...

Setelah mendapat telepon dari Arkana–Detektif yang di sewa Daniel untuk menyelidiki kasus kematian ayahnya. Daniel langsung keluar dari rumah sakit dengan tergesa-gesa, pria itu mengambil mobilnya di parkiran lalu pergi menuju tempat yang telah ia sepakati dengan Arkana.

45 menit kemudian, Daniel telah tiba di sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit tempat Alexa dirawat.

Seperti biasa, Arkana akan langsung masuk ke dalam mobil Daniel dan berbicara langsung kepada Daniel di dalam mobil.

"Apa informasi penting yang mau kau sampaikan kepadaku?" tanya Daniel tidak sabar.

"Aku tidak menemukan satu pun catatan kematian papamu," lapor Arkana.

"Maksudmu?" tanya Daniel tidak mengerti maksud Arkana.

"Aku tidak menemukan satu pun laporan tentang penemuan jasad ataupun tulang belulang milik ayahmu," jawab Arkana.

"Lantas .... Dimanakah Indra membuang jasad ayahku?" tanya Daniel.

Arkana menatap Daniel. "Entahlah, saat ini aku berpikir ada 2 kemungkinan yang bisa saja terjadi," ucapnya.

"Katakan!"

"Kemungkinan pertama, Indra menghancurkan semua bukti bahkan jasad ayahmu sampai benar-benar hilang tanpa jejak. Dan kemungkinan yang ke 2 adalah, ayahmu–Jonathan Ayden mungkin saja masih hidup!"

"Apa?! Apa maksudmu dengan mengatakan kalau ayahku masih hidup?" tanya Daniel.

To be continued.