webnovel

Mas Arman #5

Sabtu pagi.

***

Seperti biasa Zora menyiapkan sarapan, sambil melihat-lihat aplikasi UsSing yang merupakan rutinitas baru tambahan kesehariannya selama sekitar setengah tahun ini. Matanya berbinar melihat lagu yang beberapa hari lalu dinyanyikan duet dengan Tirta memang sudah menduduki peringkat nomor satu seperti kata Tirta. Akunnya sekarang banjir oleh pengunjung-pengunjung baru dan permintaan pertemanan maupun permintaan untuk join lagu duet. Zora senang sekali, berkali-kali mengecek ulang komentar siapakah yang harus dibalas hari ini, atau permintaan duet siapa yang harus dia publikasikan. Beberapa kali Zora berjingkrak senang karena bukan hanya lagu dengan Tirta saja yang menduduki posisi teratas, tapi lagu yang dipublikasikan oleh beberapa akun lain juga menduduki posisi-posisi setidaknya sepuluh besar. Bagi Zora yang tidak semahir itu dalam bernyanyi, ini adalah pencapaian besar.

"Kamu itu sebenernya nyiapin sarapanku mau sampai jam berapa, Ra? Udah setengah jam loh. Malah cengengesan liatin hape terus," Mas Arman mengagetkan Zora yang sedang cengengesan sambil menatap dan menggeser-geser layar handphone-nya.

"Oh, mas…" belum selesai Zora menjawab, handphone Zora sudah berpindah tangan direbut dengan kasar oleh Arman,, lalu diletakkannya dengan hentakan yang kencang di meja dapur, membuat Zora mengepit lengannya dan meringkukkan tubuh kecilnya ketakutan.

"Mas kan udah bilang kalau mas ada perlu keluar! Kenapa sih main hape nya nggak nanti aja kalau mas udah pergi, gitu kan bisa? Heran, pagi-pagi gini udah bikin suasana hati jadi ga enak deh sialan!" Arman beranjak ke ruang tengah dan menyalakan TV sambil menghela napas dengan keras.

Zora langsung terburu-buru melanjutkan menyiapkan nasi goreng yang diminta  Arman, tangannya sempat gemetar saat dia memotong-motong daging ayam dan sosis, isak tangisnya dengan hati-hati disembunyikan supaya tidak terdengar Arman. Akhirnya sarapan mas Arman selesai, Zora membawanya ke ruangan dimana Arman sedang membaca-baca berita dari laptopnya dan dengan segera dihidangkannya di depan mata Arman. Arman mendengus kasar lalu melirik ke arah Zora yang gugup.

"Guwa udah gak kepengen sarapan sekarang, udah gak ada waktu!"

Arman mengambil gelas berisi jus jambu yang disertakan Zora di samping piring nasi goreng, menuangkannya ke piring itu lalu membawa piring itu ke dapur dan menumpahkan semua isinya ke bak cuci piring. Zora hanya bisa menatap kosong dengan perasaan kecewa, kepalanya menunduk, tubuhnya melemas lunglai di samping sofa tempat Arman tadi duduk. Pandangannya yang kosong mengikuti Arman yang berjalan ke arah kamar Oky.

Zora mendengar Arman membangunkan Oky dengan lembut dan berkata, "Oky sayang, anak papa yang lucu, kita ke rumah Nenek, yuk hari ini?" 

Suara Arman berhenti sebentar, mungkin sedang menggoncang-goncang tubuh gempal Oky. lalu sambungnya lagi, "Nenek tadi malam bikin kue kesukaan Oky, looh, yuk?"

Zora mendengar Oky terbangun dan dengan semangat mau ikut dengan papanya berkunjung ke rumah Nenek hari ini. Tapi lalu Zora berpikir, "katanya ada perlu pergi keluar? Koq ke rumah Ibu? Kalau ke rumah Ibu gak harus buru-buru donk? Emang cuma nyari-nyari salahku aja," batinnya, membuatnya terisak lagi yang lalu segera dihentikannya.

Zora kembali ke dapur, menyajikan nasi goreng bagian Oky yang sudah dipisahkannya sebelumnya tadi, lalu membawanya ke ruang tengah dimana Oky sudah duduk manis.

"Oky sarapan dulu ya? Papa mau gamti baju dulu sebentar, nanti sudah Oky selesai makan nasi goreng kita langsung berangkat ya."

Ajakan Arman disambut anggukan ceria Oky yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah Zora yang sedang berjalan sambil membawa piring berisi nasi goreng dan segelas jus.

"Kamu ga usah ikut," kata Arman jutek sambil berlalu ke kamar tidur untuk berganti baju.

Zora menunduk dan menghela napas kecewa meletakkan piring di depan Oky.

"Oky makan dulu ya, mama mau siapin baju buat Oky pakai nanti," senyumnya dipaksakan di depan Oky.

"Iya, ma," Oky menjawab dengan ceria dan langsung menyambar sendoknya, makan dengan lahap.

Zora beranjak ke kamar Oky untuk menyiapkan apa-apa saja yang sekiranya harus dipakai dan dibawa Oky. Sementara itu mas Arman berjalan ke arah kamar mandi, melewati meja dapur dimana ia tadi meletakkan handphone Zora dengan kencang. Diliriknya sedetik handphone Zora karena layarnya menyala ketika Arman melewatinya, tapi Arman tidak terlalu peduli dengan kegiatan Zora yang sibuk dengan medsos. Bukannya karena Arman percaya bahwa istrinya adalah perempuan baik, atau tidak mencurigai istrinya dalam hal apapun, tapi terlebih karena bagi Arman kesibukan Zora dimanapun tidaklah penting, dan benar-benar bukan urusannya.

Selama kewajiban Zora melayaninya dan mengurus Oky terpenuhi, Arman sama sekali tidak tertarik dengan tetek-bengek Zora.

Zora mengajak Oky ke belakang untuk mandi dan bersiap-siap saat Arman keluar kamar mandi. Lagi-lagi layar handphone Zora menyala saat Arman lewat, mau tidak mau menyita tatapannya untuk melirik sejenak, walaupun kemudian diabaikannya. Zora menyadari arah lirikan mata Arman dan terkesiap sesaat lalu berusaha menyembunyikan kegugupannya. Sudut mata Arman menangkap gelagat tidak biasa dari Zora yang buru-buru melewatinya bersama Oky.

"Hmmm…?" Pikiran Arman sejenak bertualang entah kemana, salah satu ujung bibirnya melengkung tipis namun sinis.

Diam-diam Zora menghela nafas dan bergumam lega sendiri dalam hati karena mas Arman tidak memperhatikan notifikasi yang berulang kali bermunculan, yang anehnya selalu terjadi ketika mas Arman melewati meja dimana handphone Zora berada. Atau setidaknya demikianlah situasi yang tertangkap naluri Zora. 

Tidak terlalu banyak waktu untuk Zora sibuk dengan kekuatiran dan imajinasinya, dia harus menyiapkan apa-apa saja yang sekiranya akan dibutuhkan Oky nanti di rumah neneknya. Karena mas Arman tidak menginginkan Zora untuk ikut, maka Zora harus memastikan tidak ada hal sekecil apapun yang terlewat. Zora tidak mau menerima telepon mas Arman siang nanti menghardiknya karena Oky menumpahkan minuman dan tidak membawa baju ganti, atau situasi serupa yang akan memberi mas Arman celah untuk memakinya.

Zora mengecup pipi tembam dan hidung bulat Oky saat Oky sudah duduk di kursi penumpang, "Mama kenapa ngga ikut ke rumah nenek?" tanya Oky dengan ekspresi menggemaskan.

"Mama sibuk, Oky, ada kerjaan online," potong Arman saat Zora membuka bibirnya berniat untuk menjawab Oky.

"Ih, apa sih ngomongnya gitu banget, nyindir ya itu??" batin Zora sambil memaksakan senyum pada Oky.