Pada hari Senin, seperti biasa, Nadia datang ke kantor Gene dengan membawa sarapan. Walau begitu, pagi ini, selain membawa sarapan, Nadia juga berniat meminta maaf kepada Gene.
Seperti biasa, Nadia datang ke kantor Gene dipukul delapan pagi dan masuk tanpa mengetuk pintu.
Ketika pintu terbuka, Nadia sangat terkejut karena ia melihat Siska juga berada di ruangan Gene.
Siska duduk di meja dengan tubuh nya membelakangi pintu masuk sehingga ketika Nadia masuk, Siska tidak dapat melihat Nadia.
Posisi Gene berada di hadapan Siska, posisi tubuh mereka saling berdekatan dan bahkan menyatu. Walau begitu, keduanya masih mengenakan pakaian.
Sebagai wanita dewasa yang sudah altif secara seksual, Nadia dapat menebak apa yang Gene dan Siska sedang lakukan.
Suara desahan dan nafas tersengal-sengal yang memburu dari Gene dan Siska mengkonfirmasi kegiatan yang sedang merela lakukan di atas meja kerja Gene tersebut.
Gene menghisap kulit di ceruk leher Siska, membuat tanda merah di kulit sawo matang Siska yang eksotis.
Ketika pintu ruangnya terbuka, Gene yang sedang menggigit kulit di leher Siska dengan lembut, membuat asisten pribadinya tersebut mendesah dan mengerang karena nikmat dari gairah terlarang yang sedang mereka lakukan saat ini. Di pagi hari. Di kantor. Di meja kerja.
Gene menatap Nadia yang masuk secara tiba-tiba dengan dingin. Tidak ada rasa malu di matanya. Gene bahkan tidak menarik tubuhnya dari Siska ketika Nadia masuk.
Bahkan, Nadia berani bersumpah bahwa Gene justru semakin menunjukkan bahwa ia sangat menikmati kegiatan di pagi harinya tersebut.
Tampaknya, sarapan yang diberikan Siska, jauh lebih nikmat dibandingin sarapan yang sudah dibawa Nadia. Bubur ayam khas Taiwan dengan taburan cakue, telur pitan atau juga yang dikenal dengan nama telur seribu tahun, dan ubur-ubur asin.
Ada perasaan kesal dan kecewa di hati Nadia ketika ia sadar bahwa ia bukannya gadis satu-satu di pikiran atau di hati Gene. Mungkin semua lelaki, baik itu manusia maupun Genderuwo adalah sama saja.
Nadia segera menutup pintu ruang kerja Gene kembali dan berjalan ke arah ruang kerjanya. Ia berpapasan dengan seorang petugas bersih-bersih kantor.
"Selamat pagi, Bu Nadia." Ujar wanita berusia tiga puluh tahunan yang menjadi petugas bersih-bersih kantor tersebut.
Nadia memaksakan sebuah senyum di wajahnya, "selamat pagi. Sum, ini ada bubur ayam, dimakan ya. Ada dua porsi, bisa kamu bagi dengan teman kamu." Ujar Nadia lembut.
Sumi tampak terkejut karena Nadia terkenal sebagai bos yang galak, tetapi hari ini Nadia tampak baik hati dan ramah.
Sumi tersenyum dan mengambil bungkusan berisi bubur ayam tersebut dan tersenyum. "Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Bu Nadia. Semoga amal kebaikan ibu diterima Tuhan dan akan membuat hidup ibu bahagia selalu." Ujar Sumi dengan tulus.
Nadia tersenyum mendengar doa yang tulus dari Sumi. Nadia hanya mengangguk dan merasa sedikit terharu, Ia lalu berjalan ke arah kantornya.
Ia duduk di meja kerjanya dan mulai membuka file-file pekerjaanannya. Entah kenapa, hari ini ia merasa sedih dan tidak peduli dengan dendamnya pada Edward.
Nadia mengecek telepon genggamnya, ia membaca sebuah pesan dari Tuan Joko.
<Tuan Joko: Nadia, hari ini Edward akan datang bersama Launa. Kalau kamu mau, kamu boleh datang membawa pasangan kamu.>
Nadia menghela nafas. Pasangan. Ia tidak punya siapa-siapa di dunia ini.
Ia termenung sesaat. Di dunia gaib, ia pikir ia punya Gene. Tapi saat ini, tampaknya Gene sudah sibuk dengan gadis lain. Siska, asisten pribadi Gene yang menurut Nadia tidak cantik sekali.
Nadia mulai membalas berbagai email untuk memulai pekerjaannya hari itu. Konsentrasinya teralihkan ketika ia mendengar ketukan di pintunya.
"Ya! Masuk!" Nadia menekan tombol kirim di komputernya dan kemudian menatap ke arah pintu, menunggu tamu yang mengetuk pintunya untuk masuk.
Gene tampak berdiri di pintu dan tersenyum menatap Nadia, "selamat pagi, Nadia."
Nadia tersenyum melihat Gene, seperti biasa, Gene selalu tampak tampan. Hari ini ia mengenakan setelah jas berwarna abu-abu tua dan dasi merah. Harus Nadia akui, Gene bukan hanya tampan tapi juga sangat seksi hari ini. Tidak aneh bila pagi-pagi begini sudah ada gadis yang tergila-gila sampai mau diajak berhubungan badan dengannya.
Gene masih tersenyum dan berjalan ke arah Nadia, ia kemudian duduk di depan Nadia. Nadia sendiri sudah kembali sibuk dengan email-emailnya.
Gene sadar bahwa Nadia berusaha menghindari tatapannya. Bagi Gene, Nadia tetaplah wanita tercantik. Apapun yang terjadi antara dirinya dan Siska, tidak mengubah perasaannya terhadap Nadia. Gene tetap menyukai Nadia. Mencintainya.
"Aku perlu membicarakan, tentang hal kamu lihat tadi." Ujat Gene datar. "Aku tidak mau Siska terkena masalah."
Nadia menatap mata Gene, tiba-tiba hatinya mencelos. Ia ingin mata Gene hanya menatapnya. Ia ingin jadi satu-satunya gadis yang ditatap oleh Gene, yang dikagumi oleh Gene, yang dicintai oleh Gene.
"Tenang, aku enggak bakal pecat Siska." Ujar Nadia ramah, ia berusaha menahan emosinya. Ia sangat ingin marah kepada Gene, ia ingin meneriakkan perasaan yang sebenarnya terhadap Gene.
Gene mengangguk mengerti, "terima kasih." Ia masih memperhatikan wajah Nadia, "kamu sudah baca pesan Tuan Joko? Tentang membawa pasangan ke acara pesta makan malam nanti?"
Nadia mengangguk, "gala dinner? kamu akan ajak Siska?" Tanya Nadia penasaran.
Gene menggelengkan kepalanya, "aku mau datang dengan kamu sebagai pasanganku. Itu juga kalau kamu belum mengajak siapapun."
Nadia tersenyum, "aku berencana datang sendiri. Tapi... kalau kamu memaksa... aku mau datang bersama kamu." Ujar Nadia sambil menggoda Gene.
Gene tertawa kecil, "oke. Aku jemput kamu jam setengah enam sore di apartement kamu gimana?" Tanya Gene.
Gene tampak sedikit tenang dan bahagia. Nadia tampaknya tidak marah dengan apa yang terjadi antara dia dan Siska.
Nadia sekarang tampak santai, "aku berencana ke salon untuk tata rias wajah dan rambut. Bisa kamu jemput aku di Senayan City jam lima?"
Gene tersenyum dan mengangguk, "ya, tentu saja."
Nadia tersenyum dan mengangguk.
Gene juga tersenyum dan mengagguk. Dan tiba-tiba mereka berdua seakan kehabisan bahan pembicaraan.
"Ehem..." Gene akhirnya berdeham. Bukan untuk melegakan tenggorokannya, tetapi hanya untuk memecah kesunyian diantara mereka berdua.
"Aku akan kembali ke kantorku." Gene berdiri dari tempat duduknya.
"Gene," Panggil Nadia lembut.
"Ya?" Tanya Gene, penasaran dengan apa yang akan Nadia katakan.
"Sekarang sudah masuk jam kerja kantor. Kau harus bersikap profesional dengan Siska." Ujar Nadia dengan nada ramah tetapi tegas.
Gene tersenyum, "jangan khawatir. Aku tahu apa yang aku lakukan."
Gene berjalan ke arah pintu. Ia memandang Nadia yang sudah kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Nadia." Panggil Gene lembut.
"Ya?" Tanya Nadia, penasaran dengan apa yang akan Gene katakan.
"Selamat bekerja."
Nadia tersenyum kepada Gene, "selamat bekerja!"