webnovel

PELAMPIASAN 2

Sementara itu Wina menatap kepergian Revan dengan sedih dan mata berkaca-kaca. Kamu telah menemukan kebahagiaan bersama istrimu! Aku ikut senang! batin Wina tersenyum miris.

Revan masuk ke dalam rumahnya dan melihat ke ruang makan. Makanan telah tersaji, tapi Angel tidak ada. Dengan cepat Revan berjalan menuju ke kamarnya.

" Sayang!" sapa Angel saat Revan membuka pintu kamar.

" Kamu tidur?" tanya Revan.

" Maaf! Aku ketiduran, Mas!" kata Angel. Revan mendekati Angel dan memeluk erat istrinya itu. Angel mengernyitkan keningnya melihat tingkah suaminya itu.

" Ada apa?" tanya Angel heran.

" Nggak! Aku tiba-tiba merasa merindukan kalian berdua!" jawab Revan bohong.

" Kami juga merindukanmu, Mas! Kita makan siang?" ajak Angel.

" Ayo!" kata Revan sambil menggandeng tangan Angel.

" Tangan kamu..."

" Hanya luka kecil!" jawab Revan saat Angel menyadari tangannya yang berbalut perban.

" Lain kali hati-hati, Mas!" ucap Angel khawatir.

" Iya!" jawab Revan.

Keesokan harinya Revan tidak datang, dia mengirim Jim untuk datang menemui Wina.

" Bu Wina!" sapa Jim.

" Pak Jim!" sapa Wina balik.

" Kita lanjutkan?" tanya Wina.

" Silahkan!" jawab Jim.

Mereka kemudian saling memberikan pandangan tentang desain kantor yang akan diwujudkan di gedung itu. Wina sesekali meringis merasakan ngilu di kakinya.

" Kita sebaiknya istirahat dulu, Bu!" kata Jim yang menyadari kesakitan Wina.

" Tidak apa-apa, Pak! jawab Wina.

" Saya akan merasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu pada ibu!" kata Jim.

" Beneran, saya...auchhhh!" teriak Wina yang tersandung kaki meja. Dengan cepat Jim menahan tubuh Wina yang hampir jatuh.

" Trima kasih! Sepertinya luka saya sedikit bengkak!" kata Wina.

" Saya antar ke RS dulu, ya, Bu!" kata Jim.

" Tidak perlu! Sebentar lagi Sisil datang!" kata Wina.

" Tapi itu sangat berbahaya, Bu!" kata Jim. Wina menggigit bibir bawahnya menahan nyeri.

" Kamu tidak sibuk?" tanya Wina meringis.

" Saya ada waktu hingga makan siang, Bu!" kata Jim.

" Maaf membuatmu repot!" kata Wina.

" Tidak apa-apa, Bu! Maaf!" kata Jim, lalu dia mengangkat Wina ala bridal style.

" Auuuuwww! Ap...apa yang kamu lakukan? Sa...saya bisa jalan sendiri!" kata Wina.

" Akan memakan waktu lama, Bu!" kata Jim datar.

Mereka pergi ke RS untuk memeriksakan luka Wina. Setelah mendudukkan Wina di kursi tunggu, Jim mendaftarkan Wina dan duduk menunggu panggilan.

" Trima kasih!" ucap Wina.

" Iya!" jawab Jim.

Jim membawakan kursi roda untuk Wina dan membantu Wina duduk di atasnya.

" Kamu bisa pergi biar nanti saya menyuruh Sisil datang kesini!" kata Wina.

" Jangan, Bu! Kasihan Bu Sisil harus bolak-balik lagi!" jawab Jim.

" Lho, Pak Jim?" sapa seorang wanita.

" Kim!" jawab Jim. Bisa kena semprot, nih! batin Jim.

" Bapak disini?" tanya Kimi.

" Iya!" jawab Jim.

" Saya disuruh Pak Bos ngambil vitamin Bu Bos!" kata Kimi.

" Apa Bu Bos ada di kantor?" tanya Jim.

" Iya! Bu Bos datang bersama Pak Bos!" jawab Kimi. Jim melirik Wina sejenak, dia bisa melihat wajah muram Wina.

" Pergilah! Nanti Bos menunggunya!" kata Jim.

" Baik! Permisi, Pak!" kata Kimi.

" Ibu Winona Alvaro!" panggil perawat.

" Ayo, Bu!" kata Jim lalu mendorong kursi roda Wina.

Sementara di sebuah ruang, terdengar desahan yang membuat telinga akan ikutan panas jika mendengarnya.

" Ma...sss! Aku sudah...tidak...tahannnn!"

" Jangan terlalu bergairah! Ingat pesan dokter!"

" Ta...pi...i...ni sang...ngat...nik...mattttt!" erang wanita itu.

" Aku akan mempercepatnya! Tahan emosimu!"

" I...ya...ma....ssss....aakkhhhhhh!"

Wanita itu melengkungkan tubuhnya akibat rasa nikmat yang dirasakannya akibat permainan jari suaminya. Pria itu sebenarnya merasakan sesuatu yang berubah pada bagian intinya, tapi dia tidak ingin membuat istrinya kelelahan saat ini, karena itu dia menahan dirinya. Tok! Tok! Terdengar suara pintu di ketuk dari luar.

" Itu mungkin Kimi! Aku keluar dulu!" lalu Revan itu menutupi tubuh toples istrinya dengan selimut, sedangkan sang istri hanya terdiam masih merasakan euforia pelepasannya tadi. Revan menuju westafel dan mencuci tangannya yang basah oleh cairan Angel. Kemudian dia merapikan pakaiannya lalu keluar dan duduk di kursi kebesarannya lalu menekan remote agar pintu ruangannya terbuka.

" Permisi, Pak!" kata Kimi masuk dan memberikan bungkusan obat di meja kerja Bosnya.

" Trima kasih, Kim!" kata Revan.

" Iya, Pak!" jawab Kimi lalu dia memutar tubuhnya bermaksud keluar dari ruangannya.

" Maaf, Pak! Apa Pak Jim masih lama di RSnya?" tanya Kimi.

" RS?"

" Iya! Soalnya saya ada keperluan dengan Pak Jim yang tidak bisa ditunda lagi! Tadi saya lupa mau bicara saat di RS!" kata Kimi. Revan bengkit dari kursinya dan duduk di sofa.

" Duduk! Bicara!" kata Revan. Kimi sedikit takut melihat wajah dingin Bosnya.

" Saya bertemu Pak Jim saat mengambil obat Ibu!" kata Kimi.

" Apa dia sakit?" tanya Revan.

" Sepertinya yang sakit kekasihnya!" jawab Kimi. Revan mengernyitkan keningnya. Kekasih? Sejak kapan? batin Revan.

" Kekasihnya sakit?" tanya Revan.

" Sepertinya kakinya yang sakit, karena saya lihat kakinya di balut kain!" kata Kimi lagi. Kaki? Apa...

" Kamu tahu namanya?" tanya Revan.

" Kalo tidak salah...Nona Alva siapa gitu, Pak!" kata Wina lupa.

" Winona Alvaro?" ucap Revan.

" Bener, Pak! Itu nama kekasih Pak Jim!" kata Kimi.

" Pergilah!" ucap Revan dengan tangan terkepal sempurna. Kimi yang terkejut langsung berjalan dengan cepat dan keluar dari ruangan Bosnya itu. Revan meraih ponselnya dan menelpon seseorang.

" Ponsel kamu!" kata Wina.

" Biar saja!" kata Jim. Dia tahu siapa yang menelponnya saat ini dan apa yang akan terjadi nanti.

" Ibu tinggal disini?" tanya Jim terkejut. Karena rumah Wina berada hanya beda nomor saja dengan rumah Revan.

" Iya! Masuk Jim!" kata Wina saat mereka telah sampai di depan rumah Wina.

" Tidak usah, Bu! Kapan-kapan saja! Apa ibu bisa jalan?" tanya Jim.

" Iya, bisa!" jawab Wina.

" Mommyyyyy!" panggil seorang anak perempuan yang berlari dari dalam rumah.

" Nina, sayang! Jangan lari-lari, nak!" kata Wina. Anak perempuan yag dipanggil Nina itu tidak mengindahkan ucapan Wina, dia masih berlari dan langsung memeluk kaki Wina.

" Pelan-pelan, sayang!" ucap Wina meringis karena Nina menabrak kakinya yang baru saja diobati oleh dokter.

" Nina! Kasihan mama!" kata seorang anak laki-laki.

" Gendong Mommy!" rengek Nina.

" Maafin Dave, ma! Nina tadi langsung lari keluar!" kata David sedih.

" Tidak apa-apa, sayang! Sudah! Jangan sedih begitu!" kata Wina mengusap rambut anak laki-laki itu.

" Kasih salam sama Om!" kata Wina mengangkat putrinya dalam gendongannya.

" Halo, Om!" sapa Nina dan David bersamaan.

" Halo, princess! Halo Dave!" sapa Jim tersenyum.

" Senyummu kaku sekali, Jim!" kata Wina.

" Maaf, Bu!" kata Jim kaku.

" Mereka..."

" Mereka anak-anakku!" kata Wina.

" Ini Dave anak pertamaku dan ini Nina anak keduaku!" tutur Wina. Nina wajahnya mirip sekali sama Bos! batin Jim.

" Kenapa, Jim?" tanya Wina heran melihat Jim menatap tajam pada Nina.

" Eh, tidak Bu! Kalo gitu saya pamit dulu!" kata Jim.

" Iya! Sekali lagi terima kasih!" kata Wina.

" Iya, Bu!" jawab Jim.

" Mungkin besok saya tidak bisa ke lokasi, tapi saya janji dalam 3 hari semua akan selesai jika tidak ada perubahan lagi dari Bos kamu!" kata Wina yang sudah merasa akrab dengan Jim.

" Baik, Bu! Saya akan melaporkan pada Bos saya!" kata Jim.

Jim meninggalkan Wina dan masuk ke dalam mobilnya, dia masih penasaran dengan putri Wina yang bernama Nina.