webnovel

Pernikahan Daud

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu belum terjawab sampai Mayang berada kembali di restoran. Dia celingukan menanti kehadiran Andini bersama Novi yang belum sampai di restoran. Biasanya Andini selalu datang ketika mau penutupan kasir.

Mayang resah di tempat duduknya saat dari arah pintu masuk datanglah sesosok pria gagah bersama dengan seorang wanita. Mata Mayang tidak lekat melihat mereka. Sosok yang tidak lain adalah Daud bersama dengan Siska.

Mayang tidak bisa berkutik saat mereka bergerak mendekatinya.

"Hai, masih boleh kan makan malam di sini?"

Mayang diam. Melihat penunjuk waktu di tangannya. Masih tiga puluh menit menuju closing.

Mayang pun berdiri. Berlaku layaknya pemilik restoran yang menyambut tamu.

"Masih boleh, silakan."

Mayang pun membantu menuju meja yang sesuai dengan keinginan mereka. Setelah itu, dia sendiri yang menyodorkan menu kepada mereka.

"Wagyu steak, kamu apa dek?" Daud berkata. Panggilannya itu lho yang romantis banget.

"Sama Kak. Minumnya lemon tea ya."

"Kalau kamu apa?"

Mayang langsung menunjuk dirinya sendiri ketika Daud menawarkan makanan kepadanya.

"Saya? Saya sudah makan kok."

"Sudahlah, ayo makan lagi. bertiga kita di sini." Daud bersikeras. Mayang tidak bisa menolak.

"Sama seperti kalian saja."

Mayang pun memanggil salah satu pelayan untuk meneruskan pesanan itu ke bagian dapur. Setelah itu, baru kemudian, dia ikut bergabung bersama mereka.

"Restoran kakak megah ya." Siska mulai pembicaraan. Seperti biasa suaranya renyah dan enak didengar.

"Hehe, iya. saya hanya pengelolanya di sini. Pemilik aslinya sahabat saya." Mayang membalas. Walaupun agak kikuk.

"Tuh kan, benar apa yang kakak bilang. Kak Mayang ini selain pandai mengurus Kakak, juga pinter bisnis juga." Daud menyeletuk. Cara dia bicara seperti berbicara dengan adiknya sendiri.

"Sebentar-sebentar, kalau boleh tahu kalian berdua ini ada hubungan apa ya?"

Daud dan Siska saling berpandangan. Mereka tampak tersenyum.

"Sebenernya, Daud itu kakak saya, Kak. Kami tiga bersaudara. Kak Daud yang paling tua, sedangkan aku yang bungsu. Kami semua menyandang marga Siregar di belakang nama kami."

Mayang terpana. Ternyata singkatan S. dari belakang nama Siska itu Siregar, sama dengan nama belakang Daud. Mereka ternyata adalah saudara!

"Oh, ternyata kalian saudara." Mayang berbicara pelan. Namun dalam hatinya melompat riang. Ternyata mereka bisa seakrab itu karena mereka adalah saudara. Dan memang wajah mereka yang terlihat mirip yang Mayang kira mereka berjodoh, padahal kenyataannya tidak.

"Iya, betul, May. Siska itu juga baru lulus dari salah satu Akper di kota ini. Kebetulan sekali dia bekerja di rumah sakit tempat aku dirawat dulu. Makanya aku meminta dia yang merawatku."

Mayang ber'o' pendek. Perasaan lega menyelimuti dadanya. Sekarang dia lebih easy going karena selama ini prakiraannya salah. Daud dan Siska ternyata kakak Adek.

Obrolan berlanjut hangat. Dari sini Mayang baru tahu kalau ternyata ayah dari Daud dan Siska adalah pemilik dari sebuah perusahaan distributor otomotif ternama di Indonesia. Hanya saja kemewahan tidak tampak baik dari Daud dan Siska. Mereka seperti memiliki jalan hidup sendiri.

"Sekarang Kak Daud yang dipercaya untuk mengelola perusahaan tersebut, Kak. Namun sebelum itu,  sama ayah, Kak Daud dites dulu. Dia dibiarkan hidup sendiri dan bekerja dari bawah. Dan kak Daud berhasil melewati tes itu." Siska menjelakan panjang lebar. Mayang tercenung. Aneh-aneh saja orang kaya kalau mau mendidik anaknya. Pakai diuji segala. Mayang sampai mengira bahwa Daud berasal dari keluarga pas-pasan karena bekerja sebagai sales dan tinggal di kos permukiman kumuh, tapi kenyataannya itu kedok saja.

Namun sekarang terbukti, Daud terlihat lebih matang dan berwibawa. Sangat cocok untuk memimpin perusahaan besar. Hanya tinggal pasangan hidup yang belum. Oh iya, siapa kira-kira mempelai wanitanya di acara nikahan Daud nanti? Jelas bukan Siska dong. Tapi siapa?

Mayang tidak menanyakannya karena waktunya yang tidak tepat. Apalagi obrolan mereka sebatas cerita tentang keluarga Daud dan masa kecil Daud yang badung sekali. Gelak tawa memenuhi restoran itu. Membuat suasana keakraban mereka semakin terjalin.

"Kak Daud, Kak Mayang, saya izin ke toilet sebentar ya." Siska beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Mayang dan Daud berdua.

Sekarang, Mayang yang canggung. Terjebak berdua dengan Daud. Kalau ada Siska, Mayang masih bisa mengajak ngobrol gadis itu, sedangkan Daud.

"May,"

Mayang menoleh ke Daud pelan. Mata besar pria itu memandangnya dengan tatapan dalam. Jantung Mayang deg-degan.

"Iya, Daud. Kenapa?" Mayang membalas. Entah kenapa pada saat itu Mayang berharap Daud melamarnya.

"Minggu depan jangan lupa hadir di acara nikahanku ya?"

Mayang agak syok, tapi dia berusaha tetap tersenyum. Dia bilang acara nikahanku? Bukan acara nikahan kita?

"Iya, aku pasti akan datang, Daud. Selamat ya." Mayang mengulurkan tangannya. Wajahnya terlihat aneh antara menangis dan tersenyum.

"Aku sangat menanti kehadiranmu, May. Kamu dandan yang cantik ya?"

"Iya, pasti aku tampil secantik mungkin di acara itu. Salam ya buat mempelai wanitanya."

Daud hanya tersenyum. Cukup lama pria itu membalas uluran tangan dari Mayang. Baru kemudian dilepaskan, tepat ketika Siska kembali.

"Ya, sudah kalau begitu kami pulang dulu ya, May." Daud berpamitan. Begitu juga Siska. Mayang mengantarkan mereka sampai pintu depan.

Baru setelah kepergian mereka, Tubuh Mayang serasa mau ambruk. Lemas sekali. Namun, Mayang harus tegar menerima semua ini. Sekalipun dia yakin dengan Daud, tapi kalau kenyataannya Daud bersama dengan orang lain. Mayang bisa apa?

*

Hari berganti hari menuju pernikahan Daud.

Mayang memendam harapannya dalam-dalam. Berusaha tersenyum di hadapan Daud beserta calon istrinya nanti. Bersalaman dengan mereka, berfoto dengan mereka di atas panggung. Ikut berbahagia walau hati remuk redam.

Di saat seperti ini, Andini malah pergi ke Lombok untuk urusan bisnis. Padahal Mayang ingin menceritakan semua keluh kesahnya kepada sahabatnya itu. Ingin mencurahkan perasaannya yang sejujurnya tentang apa yang dia rasakan terhadap Daud.

Namun, Mayang sedikit menemukan keganjalan dengan Andini. Beberapa hari ini, sahabatnya itu agak pendiam, wajahnya juga pucat. Saat ditanya, dia selalu mengelak dan bilang baik-baik saja. Malah dengan kondisi yang kurang fit itu, dia memaksakan diri ke Lombok.

"Aku titip semua bisnis restoranku ya, May." Andini berpesan. Entah apa maksud dari sahabatnya ini. Terkesan misterius. Ada banyak hal yang sepertinya Andini ingin tutupi dari Mayang.

"Iya, kan Cuma beberapa hari saja kan selama kamu di Lombok?" Mayang menegaskan. Dia sendiri merasa khawatir dengan 'pesan terakhir' dari sahabatnya itu.

"Bisa jadi, hehe." Andini membalas dengan terkekeh. Wajahnya yang pucat itu terlihat bersusah payah untuk tertawa.

"Kamu enggak apa-apa kan, Din? Apa perlu aku temani kamu ke Lombok?"

"Enggak usah, May. Kamu kan harus menghadiri acara pernikahan Daud. Aku titip sama kamu saja, bilang sama Daud kalau aku tidak bisa datang karena ada urusan bisnis. Dan satu lagi, aku sudah berpesan kepada Miss Santi untuk mendandanimu secantik mungkin. Pokoknya kamu akan tampil maksimal di acara pernikahan itu." Andini berkata panjang lebar. Masih menjadi misteri apakah benar kalau Andini ke Lombok untuk urusan bisnis?

"Makasih ya, Din atas semuanya. Kamu hati-hati di jalan."

Mayang melepas kepergian Andini di bandara. Sekalipun sudah ada Bik Nah, pembantu yang mengiringinya, tetap saja dia khawatir.

Di hari H,

Mayang sekarang berada di butik Miss Santi. Dia didandani dengan begitu luar biasa oleh perias sekaligus desainer handal itu. Penampilan Mayang terlihat seperti putri kerajaan.

"Nyonya cantik sekali, Tuan Daud pasti senang melihatnya." Miss Santi terlihat takjub sendiri dengan hasil karyanya. Bukan semata-mata karena dia ahli, melainkan wanitanya yang memang cantik. Tubuh Mayang memang tinggi, cantik, proporsional. Sempurna sekali.

"Miss Santi bicaranya sudah kayak saya saja yang menjadi pengantin, padahal kan cuma tamu." Mayang menyeletuk. Miss Santi tidak menanggapi. Dia hanya tersenyum kecil penuh misteri.

Mayang menoleh ke Novi yang sudah didandani. Gadis itu juga tampak cantik dengan balutan gaun putihnya.

"Anak ibu cantik banget ya?" Mayang memuji.

"Ibu lebih cantik, hehe." Novi membalas sambil tersipu.

Masih ada yang kurang.

Andini.

Mayang sudah beberapa kali mencoba menghubungi dia, tetapi tidak ada tanggapan. Dia celingukan ke depan. Berharap sahabatnya yang riang itu datang, tapi ternyata tidak muncul sama sekali.

"Nyonya, mobilnya sudah siap. Mau berangkat sekarang?" Seorang sopir menghampiri Mayang. Mayang  tidak segera menjawab karena dirinya masih resah. Dia berdiri dan berjalan mondar-mandir.

"Acara pernikahannya sebentar lagi dimulai, Nyonya. saya sarankan berangkat sekarang saja."

Mayang diam sejenak. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk berangkat sekarang. Tanpa Andini, sahabatnya. Yang membuat Mayang resah. Andini itu tidak ada kabarnya sampai sekarang.

Mobil mengantarkan Mayang dan Novi menuju sebuah masjid di mana acara akad akan dilaksanakan. Di sana, Mayang bagaikan putri yang kehadirannya menarik perhatian semua orang. Tidak terkecuali sekelompok keluarga yang tampak terpesona dengan kecantikan Mayang.

"Oh, ini calon mantu Mama." Seorang wanita berumur kurang lebih lima puluh lima tahun, sepuluh tahun darinya tampak mendekat. Mayang yang tidak mengerti hanya tersenyum kecil.

'Menantu katanya?' Mayang membatin. Kalau dilihat dari parasnya memang mirip dengan Daud. Apa mungkin dia ibunya Daud.

"Maaf, kalau boleh tahu ibu siapa?"

Wanita itu tampak mengernyit dahi. Dia mengarahkan pandangannya ke keluarga yang lain. Lantas kembali melihat Mayang.

"Saya ini Maryam, Mama dari Daud, calon mama baru kamu juga. Ini suami saya Subandi, yang sebentar lagi akan jadi ayah kamu. Semua yang ada di sini adalah keluarga Daud, Mayang. Masa Daud tidak pernah cerita sama kamu."

Mayang terbelalak. Tidak mampu berucap. Mayang benar-benar enggak tahu perihal keluarga Daud. Dan sekarang untuk pertama kalinya bertemu dengan mereka.

"Sudahlah, Ma. Mungkin Mayang sengaja tidak diberitahu karena kata Daud ini kejutan. Ini kan untuk pertama kalinya dia bertemu kita, begitupun sebaliknya." Subandi angkat bicara. Memahami Mayang yang bengong.

"Ini pasti, Novi ya. Cantik sekali ya anakmu. Perkenalkan kami calon Oma- Opa kamu." Maryam memperkenalkan diri. Begitu hangat dan akrab. Agaknya sifat itulah yang turun ke  Daud.

"Oma, Opa?" Novi menyambut antusias. Gadis itu sama sekali tidak menunjukan keberatan, malah terlihat bahagia mendapatkan keluarga baru, apalagi keluarga Daud yang tampaknya hangat dan bersahabat.

Kini hanya Mayang yang terpaku. Rasanya semua ini seperi mimpi saja, seolah memang sengaja direncanakan untuk mengejutkan dia. Mayang tahu pelakunya pasti Andini dan Daud sendiri.

Mayang dan Novi duduk di tengah-tengah keluarga Daud. Mereka sempat bersalam-salaman tadi memperkenalkan diri. Novi yang baru bertemu dengan mereka pun tampak tidak canggung untuk mengobrol, berbanding terbalik dengan Mayang yang tampak tidak tenang di tengah duduknya. Adrenalinnya terpacu. Menunggu apa yang terjadi selanjutnya.

Dan semua pandangan langsung tertuju kea rah pintu samping masjid.

Mayang melihat dengan jelas.

Pria dengan balutan jas rapi itu terlihat berjalan dengan mantap masuk ke dalam masjid. Yang membuat hati Mayang bergetar tatkala pria itu menggunakan songkok. Membuat penampilannya layaknya seorang imam yang akan memimpin barisan jamaah rumah tangga. Mayang yang sebentar lagi akan menjadi makmumnya.