webnovel

Dilindungi

Tampaknya Anna sedikit menaikkan dagunya malam itu, sebab apa ia terlihat berbeda dari yang lainnya. Aksel memang tak pernah merendahkannya dalam hal pekerjaan, ia tak mau melihat pekerjanya terlihat buruk.

'Perangai Aksel memang bagus,' ucap Anna dalam hatinya. 

Semua petinggi perusahaan bergiliran memaparkan proyek apa yang akan ia paparkan sesuai rangkaian acara. Sudah tentu Aksel yang paling pertama, saat itu Anna masih belum siap jika hanya ia yang memaparkannya. Karena itu, ia hanya mendampingi Aksel, membantu menyiapkan segalanya. 

Setelah itu Anna kembali pada tempat duduknya semula, ia melihat pemaparan Aksel yang begitu berbeda ketika dengannya. Berwibawa, tegas dan lugas dalam penjelasannya. Wajar saja banyak perusahaan yang bekerja sama dengannya. 

Anna sedikit memuji dalam hatinya mengenai Aksel malam ini. Hanya saja ia tak mungkin mau memujinya langsung pada Aksel. 

Setelah dirasa cukup pemaparan tersebut, Aksel turun dengan tepuk tangan yang meriah, ia kembali duduk bersama Anna. Melihat itu Anna pun tetap bertepuk tangan. 

Aksel hanya tersenyum dan sedikit membungkukan tubuhnya sebagai rasa hormat, tak seperti kebanyakan yang begitu banyak memperlihatkan senyumnya. 

'Sombongnya mulai,' Anna kembali menggerutu. 

Semuanya maju satu per satu dan hingga acara tersebut selesai. Jamuan yang disajikan malam ini tentu begitu mewah, jelas Anna tak begitu nyaman. Ia tak terbiasa dengan makanan yang tak membuat perutnya kenyang.

"Tunggu sebentar, saya ke sana dulu," ucap Aksel pada Anna. 

Tampaknya Aksel hendak berbincang dengan temannya dahulu, sedangkan Anna masih berdiam diri saja menunggu Aksel. Rasanya ingin cepat pergi meninggalkan acara tersebut, namun sayang ia harus pergi bersama Aksel. 

Anna melihat sekelilingnya, tak ada juga manusia yang dikenalnya. Rasanya begitu menyebalkan ketika pergi dengan seseorang yang dikenal, lalu ditinggalkan seorang diri. 

"Hai cantik," sapa seseorang yang tiba-tiba duduk dengan Anna. 

Ketiga pria tersebut memandang Anna dengan tatapan lain. Jelas Anna memicingkan matanya dengan sinis. Ia tak suka lelaki yang sok dekat dan menggoda seperti itu. 

Ia berdiri dan hendak pergi, namun ada tangan yang mencegahnya. "Loh mau ke mana, Aksel juga masih di sana. Bersenang-senang dulu dengan kami."

"Kalian siapa sih?" tanya Anna seolah sudah muak dengan tatapna mereka. 

"Perkenalkan, saya Dewangga pemegang saham utama perusahaan CA group."

"Oke, saya Ramanda pemilik hotel yang sedang kita duduki saat ini."

"Saya Nirwana, jelas saya CEO dari Nirwana Group yang bekerja sama juga dengan Aksel."

Anna tak habus pikir jika mereka bertiga benar-benar memperkenalkan dirinya dengan jabatan yang mereka miliki.

"Tidak penting bagi saya mau jabatan, atau apa pun yang kalian miliki."

"Wajar saja Aksel memilihmu, watakmu dengannya sama saja."

Anna masih diam, memperhatikan mereka. Ia mendengarkan kalimat selanjutnya yang akan mereka ucapkan.

"Dan satu lagi, sexy," ucap Nirwana seraya mengedipkan matanya mata Anna. 

Rasanya Anna benar-benar ingin muntah di sana, melirik Aksel namun tak ada di tempatnya semula, mata Anna mencari sekeliling, perasaannya sudah tak karuan. Jelas dalam hatinya ia memaki Aksel yang berpikiran sudah meninggalkannya. 

"Saya mau pergi!" ucap Anna ketika lengannya digenggam oleh Nirwana. 

"Kita bermain saja dulu, Aksel mungkin saja sudah pergi dengan wanita lain, cantik."

"Lepaskan! Atau saya akan teriak!"

"Silakan sayang, yang punya hotel saja di sini, mereka akan mengira kita memang sedang bermain-main."

Anna mendengus kesal, ia tak memiliki kesabaran lagi, namun sayang sepertinya Nirwana tak akan meloloskan Anna dengan cepat. Apalagi ia tak melihat Aksel di sana, jelas semakin bahagia untuk bermain-main dengan Anna. 

Seperti pahlawan yang datang kemalaman, Aksel datang dengan langkah yang sombongnya, meraih tangan Anna. Sontak Anna kaget, kenapa tiba-tiba ada Aksel, padahal sebelumnya ia tak ada di sana. 

"Kalian memang selalu ingin apa yang saya miliki, menarik bukan?"

Tak ada jawaban dari mereka bertiga, sepertinya mereka takut pada Aksel jika berhadapan langsung. 

"Awas saja kalian, wajah kalian sudah saya ingat, jangan sampai macam-macam lagi!"

Nirwana dan Dewangga seolah tak melihat siapa pun, ia mengalihkan pandangannya. 

Aksel menarik Anna dan berjalan di sampingnya, Anna masih belum bisa berkata apa pun. Hingga mereka berada di dalam mobil. 

"Kamu kenapa tidak teriak tadi?"

"Saya cari Pak Aksel nggak ada, nggak kelihatan sama sekali, saya juga mau pergi tapi orang-orang itu nahan saya."

"Harusnya tadi kamu ikut saya."

"Kan bapak sendiri yang nyuruh saya diam di sana, saya kira pak Aksel tadi pulang duluan."

"Iya! Ya sudah lain kali kalau ada datang orang asing langsung pergi."

Anna hanya berdeham saja, ia masih kesal dengan Aksel. Ia yang korban namun tetap disalahkan oleh Aksel. 

Perut Anna sepertinya tak bisa diajak kompromi, sebab ia tak terbiasa dengan makanannya. 

Anna memegang perutnya yang berbunyi, lantas ia malu karena ada Aksel di sana. 

"Maaf pak, boleh cari makan dulu enggak?"

"Kamu tadi enggak makan jamuannya?"

"Ya makan pak, tapi kan beda dengan lidah saya, makanan itu enggak mengenyangkan."

"Cepatlah mau makan apa?" dengan nada yang cukup kesal, bukan nada yang seolah perhatian. 

Anna melihat-lihat sekeliling hingga mendapatkan satu tempat makan di pinggir jalan. 

"Di sana saja Pak," Anna menunjuk tempat makan tersebut. 

"Yakin kamu?"

Anna menganggukkan kepalanya dengan cepat. 

Kemudian mobil tersebut pun berhenti, namun Anna masih sempat bingung ia akan makan di sana seorang diri atau ia hanya akan membungkusnya. Pertanyaan seperti ini saja jika bersama Aksel akan runyam urusannya.

"Pak, ini saya makan sendiri? Atau bapak mau juga? Atau saya bungkus?"

"Banyak sekali pertanyaanmu, Anna. Terserah kamu."

Anna mengernyitkan keningnya, biasanya perempuan yang akan menjawab terserah dan membingungkan laki-laki. Namun, saat ini kejadiannya terbalik. Anna dibingungkan oleh Aksel. 

"Ya sudah saya beli saja, saya makan nanti."

Anna pergi ke tempat makan tersebut, ia memilih makanan dan menunggu untuk dibungkuskan. Andai saja jika bukan bersama Aksel mungkin saja Anna makan di tempat, apalagi ia sudah lapar. 

Setelah itu Anna berjalan menuju mobil karena pesanannya sudah siap, langkah Anna menjadi perhatian bagi Aksel. Tampaknya ia terpesona. 

'Wajar saja banyak yang mendekatinya,' gumam Aksel seorang diri sebelum  Anna masuk ke mobil, ia menghentikan dirinya sendiri. 

"Sudah kan?"

Hanya anggukkan kepala saja yang menjawab Anna. 

"Kamu ini kalau ditanya jawab Anna, bukan seperti itu."

"Iya," hanya jawaban singkat dan dingin saja. Ia kesal sebab ia sebenarnya lapar tapi Aksel tidak peka, ia bukan manusia yang mengerti manusia lainnya. 

Setelah melakukan perjalanan tersebut, akhirnya mereka sampai di hotel dan segera ke kamarnya. 

Ia berlari mendahului Aksel, karena terhalang oleh heels-nya maka ia melepas heels-nya dan berlari kembali. 

Aksel hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Anna yang seperti itu, ada sedikit tawa juga di sana.