webnovel

AKHIRNYA CINTA

Alice namanya....Ketidakmampuannya untuk menolak keinginan orangtuanya yang ingin sekali dirinya menikah dengan temannya saat kecil yang bernama Rama yang ternyata tidak lain adalah pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Sudah jelas-jelas keluarga dan Rama tahu kalau sudah ada Panji, kekasih Alice. Orangtuanya yang sangat menghendakinya untuk langsung menikah saja katimbang pacaran Akhirnya Alice mau menikah dengan Rama, laki-laki yang belum dicintainya namun selalu sayang dan perhatian dengannya. Sebelum menikah dan setelah menikah bayang-bayang sosok Panji tak bisa hilang begitu saja. Bagaimana hubungan Alice dan Rama disaat hati dan pikiran istrinya masih terikat pada Panji?

clarasix · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
376 Chs

Part 30

Pagi menyapa dunia sitemani sinarnya matahari yang sudah merangkak naik keatas menerangi belahan bumi menjadi tampak terang. Semua orang mulai beraktivitas dengan dunianya masing-masing. Tidak terasa sudah tiga hari Alice dan Rama yang lagi hangat-hangatnya menyelami dunia rumah tangga masih dalam suasana dingin. Mereka masih setia pada emosinya masing-masing, tidak ada yang mengalah untuk meminta maaf.

Di hari Minggu ini, waktunya Rama untuk istirahat dari rutinitasnya bekerja. Seperti biasa Alice menyiapkan makanan untuk suaminya walau tidak pernah disentuh Rama alias selalu utuh. Memang semenjak malam pertengkaran itu Rama tidak pernah memakan apa yang dimasaknya. Jujur dia kaget melihat Rama yang segitu marahnya padanya.

"Mas Rama mau kemana?" Alice melihat Rama sudah rapi, mengenakan kaos lengan pendek putih dipadukan dengan celana pendek hitam Tubuh atletis tercetak jelas dibalik kaos transparan itu. Dilihat dari penampilannya, sepertinya Rama hendak pergi.

"Mas, mau kemana, nggak sarapan dulu?" Alice membuka percakapan dulu membuat langkah Rama terhenti namun tak sedikitpun menoleh apalagi beranjak menghampirinya.

Alice bingung harus melakukan cara apa lagi untuk meluluhkan hati Rama yang sudah kelewat marah. Meski dia sadar dirinya belum meminta maaf terlebih dulu karena sedikit merasa gengsi juga.

"Mas sampai kapan kita akan begini. Apa tidak ada penyelesaian diantara kita hingga hanya saling diam begini." Alice mendekat, Rama jelas mendengarnya hingga memutuskan berhenti sejenak.

Rama tersenyum mengejek dengan hati nanar. Menurutnya disini hanya satu penyelesaiannya yaitu Alice meminta maaf padanya. Dirinya merasa benar, tidak salah, justru menyalahkan Alice yang dengan lancang dan teganya masih mengingat sang kekasih. Lantas penyelesaian dengan cara apa yang dimaksud oleh Alice itu? Bukankah Alice juga sadar akan hal itu, sungguh tidak peka sebagai wanita, pikir Rama.

"Mas, aku ingin berbelanja …" Alice kehabisa akal harus menggunakan cara apalagi untuk membujuk Rama berdamai dengannya. Sudah berbicara baik-baik namun suaminya itu masih saja mendiamkannya.

Rama seketika berhenti lagi kemudian membalikkan badan. Matanya memicing mengingat kebutuhan di rumah sudah tersedia bukan. Lantas Alice hendak membeli apalagi. ."A … aku mau beli skincare. Ah ya skincare."

Lain Alice yang hanya mencari alasan ingin berbelanja padahal dia sudah tahu kalau kebutuhan rumah sudah ada semua. Sedangkan untuk berbelanja walau sekedar shoping bukan tipenya. Semua sudah dia punya, make up, pakaian dan skincare.

"Aduh kenapa sesusah ini sih buat minta maaf." Gerutu dalam hati Alice. Mendadak rasa gengsi kembali menguasai dirinya lagi hingga mengalahkan niatannya yang sudah bulat tadi untuk meminta maaf.

Brugg

Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, Rama langsung meletakkan kartu kredit di atas meja,"Pinnya tanggal bulan tahun PERNIKAHAN KITA." ketus Rama menekankan dua kata di akhir ucapannya.

Deg

Alice tersentak kaget mendengar ucapan Rama yang mengatasnamakan waktu pernikahan mereka pada pin kartu kredit black card itu.

"Aku pergi sama Reza." Pamit Rama dengan suara ketus dan dingin membuat hati Alice berdenyut kembali.

Alice mengingat kembali Reza, laki-laki yang sempat bertemu dengannya dan Rama ketika di restaurant pinggir pantai. Mengingat itu Alice tersenyum kala teringat moment manis diperhatikan Rama sampai disajikan makan malam berdua di pinggir pantai. Tapi sekarang keadaannya berbeda seratus delapan puluh derajat, perilaku dan sikap Rama padanya sangat dingin dan ketus seolah tidak menganggapnya ada disana.

Alice menatap nanar kepergian Rama yang hanya meninggalkan punggung lebar suaminya itu. "Hahh." Alice menghela nafas dalam.

Ting tong

Alice membukakan pintu, penasaran siapa tamu yang datang pagi ini. Terlihat jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi itu berarti satu jam sudah Rama pergi dari rumah dan belum kembali.

Ceklek

Alice terkejut mendapati seorang laki-laki yang tidak asing dihadapannya, ya dialah Reza teman akrab suaminya. Dahinya mengkerut diikuti netranya menelisik sekitar Reza. Bukankah Rama tadi pergi pamitnya hendak bertemu dengan Reza.

"Alice, ada apa? Kamu cari siapa?" tanya Reza bingung menatap keanehan pada Alice seperti sedang mencari sesuatu.

Alice kembali menatap Reza,"Mas Rama, mana?"

Reza bingung,"Rama? Aku kesini mau cari Rama, rencananya mau main."

"Mas Rama pergi … dan bilang mau ketemu sama Kak Reza."

Reza tambah bingung namun perasaannya mulai menaruh curiga akan apa yang terjadi pada mereka. Tapi dia mulai teringat akan cerita Rama kemarin akan hubungan mereka sebelum menikah. Maklum bila ada konflik ditengah mereka walau biasanya di masa awal-awal pernikahan selalu masih dalam mode hangat-hangatnya.

"Apa aku boleh masuk ?"

"Ah ya, maaf aku lupa. Silahkan masuk." Alice canggung sambil mempersilahkan Reza masuk.

"Silahkan duduk dulu. Aku ambilkan minum dulu. Mau minum apa?" tawar Alice pada Reza yang sudah duduk di sofa ruang tamu.

Reza tersenyum canggung,"Terserah saja. Tidak usah repot-repot." Alice mengangguk kemudian pamit ke belakang.

"Tak ada yang merasa direpotkan." Alice tersenyum ramah.

"Gila istri Rama halus banget beda dari mantan-mantannya yang bar-bar semua. Pantas tuh orang bucin banget sama istrinya. Bahkan sikapku yang selalu bar bar sama cewek mendadak jadi halus karena berhadapan sama Alice."

Ya Alice memang wanita baik-baik dan lembut. Tidak heran bagi orang lain yang dekat dengannya ikut berlaku lembut. Sudah cantik, ramah, baik hanya saja kurang seksi dimata Reza, pikir Reza saat itu. Di rumah Alice hanya mengenakan daster longgar hingga tak memperlihatkan lekuk tubuh wanita itu. Sedangkan yang biasa menjadi jamuan mata seorang Reza adalah wanita dengan pakaian minim tentunya. Maklum saja laki-laki itu sama seperti Rama yang selalu dikelilingi wanita cantik dan seksi.

"Maaf menunggu lama. Ini silahkan dimakan." Alice meletakkan cemilan dan minuman untuk Reza.

"Tak masalah. Terima kasih atas jamuannya." Alice mengangguk kemudian menyusul duduk di sofa menghadap Reza seolah siap memberikan pertanyaan banyak.

Pikiran Alice berkecamuk memikirkan Rama pergi kemana dengan siapa. Kenapa suaminya itu membohonginya. Kalaupun sedang marah tidak harus berbohong bukan. Kalau begini dia juga jadi merasa kecewa dan marah karena merasa dibohongi.

"Rama pergi jam berapa?"

"Tadi jam setengah tujuh, pamit bertemu denganmu." Reza terdiam menangkap gelagat signal buruk dibalik ucapan Alice.

"Apa terjadi masalah?" tanya Reza to the point seketika membungkam Alice yang bingung untuk menceritakannya. Bukankah masalah rumah tangga tidak baik kalau diumbar pada orang lain.

"Tidak usah dijawab. Aku sudah tahu jawabannya sendiri. Bukannya sok menggurui, tapi sebaiknya kalau ada masalah segera diselesaikan dengan pikiran dingin. Supaya tidak berlarut-larut." Alice mengangguk membenarkan ucapan Reza.

"Aku sudah tahu hubungan kalian sebelum menikah, Rama sudah cerita. Tenang, aku dan suamimu teman baik sudah lama bahkan rahasia masing-masing telah kami ketahui dan saling menjaga tentunya." Alice yang tadinya sempat terlihat marah seketika membisu tidak menyalahkan Rama bila menceritakannya pada Reza. Asal Reza tak membocorkan pada orang lain.

"Ya. Ini tentu sulit untuk kita lalui terlebih ada masa lalu diantara kami yang belum selesai." Alice menunduk murung mengakuinya.

"Aku tahu itu. Tapi perlu kamu tahu, Rama sangat mencintaimu. Kamu adalah cinta pertamanya disaat kalian masih sama-sama kecil belum tahu apa itu yang namanya cinta. Dia tidak menyangka bisa memperistri cinta pertamanya sekaligus wanita yang bisa menjatuhkan hatinya sedalam-dalamnya. Bahkan disaat dia terpuruk dan hancur karena penkhianatan mantan kekasihnya, Intan hanya kehadiranmu saja yang bisa membuatnya kembali bangkit. Segitu cintanya dia padamu dan tidak mau kehilanganmu hingga memutuskan untuk menikahimu."

Alice terdiam sembari mendengarkan setiap untaian kata yang keluar dari mulut Reza. Dia berusaha mencari rayuan atau semacam kebohongan dari Reza bila saja laki-laki itu ingin membela Rama namun sayangnya tidak ia temukan.

"Dia itu laki-laki baik dan penyayang ya walau wajahnya dan sikapnya sangat dingin dan datar. Tapi sebenarnya dia itu baik."

Seperti biasa Alice menunggu kepulangan Rama yang larut malam. Dirinya mondar mandir di ruang tamu seorang diri sesekali menatap jam dinding yang terus merangkak naik.

"Sudah jam 8 malam, tapi Mas Rama belum pulang juga." Alice menggigit ujung kukunya karena cemas.

Ceklek

Alice terkejut sembari menolehkan kepala pada pintu rumah yang terbuka. Antara kaget, lega dan gugub berkuasa memenuhi hatinya akhirnya yang ditunggunya sedari tadi pulang juga. Dia reflek bangun guna menyambut kepulangan Rama. Ia sudah bulat untuk meminta maaf dahulu malam ini.

Dengan penampilan kacau dan letih Rama tersentak kaget mendapati Alice berdiri di ruang tamu seorang diri. Rindu? Jangan tanyakan lagi akan perasaan itu bahkan dalam dirinya berniat ingin memeluk Alice erat melampiaskan rasa rindu yang dipendamnya beberapa hari ini. Namun itu harus ia pendam karena egonya masih bercokol di benaknya.

"Aroma apa ini?" Alice mencium bau alkohol menguar dari tubuh Rama.

"Apa yang dilakukannya sendiri disitu? Menungguku?"

Tidak ada yang memulai pembicaraan membuat Rama berlalu menuju kamar. "Mas aku sudah siapkan makan malamnya. Aku panaskan dulu ya?" Tanya Alice menghentikan Rama.

Rama menghentikan langkahnya kemudian mengangguk selepasnya kembali berjalan lagi. Menurutnya sudah cukup dia bersikap cuek pada Alice beberapa hari kemarin hingga tak menghargai usaha Alice telah memasak untuknya namun tak ia makan.

"Hmmm." Rama mengangguk sambil berlalu ke kamar untuk membersihkan diri terlebih dahulu mengingat akan perbuatannya tadi yang telah menghabiskan waktu dengan bersenang-senang sesaat guna mengusir beban masalahnya.

Alice tersenyum dengan perasaan berdenyut, perasaan lega dan senang jelas. Akhirnya Rama mau makan juga.

Makan malam terisi hanya suara dentingan sendok mengenai piring. Baik Rama dan Alice makan dalam diam dengan sibuk perasaan masing-masing dan canggung. Namun begitu Alice tidak mengabaikan tugasnya mengambilkan makan suaminya yang tentunya disambut baik Rama.

"Habis makan malam, aku harus minta maaf. Kalau Mas Rama tidak meminta maaf tak apa, aku sadar aku salah."

Rama memakan dengan lahap masakan Alice walau perutnya tidak terlalu lapar. Dia tidak mau membuat Alice kecewa sudah dimasakkan tapi dimakan sedikit. Kebetulan dia tadi sudah makan di restaurant sebelum tiba di rumah. Sudah cukup sedari kemarin dirinya menghindari masakan Alice yang memang ia akui enak itu.

Setelah piringnya tandas, Rama buru-buru bangkit dari kursi hendak kembali ke kamar. Tidak sedikitpun dia menoleh ke arah Alice.

"Mas …," Bibir Alice mengatup kembali melihat Rama sudah berlalu jauh, cepat meninggalkannya seorang diri. Alice hanya bisa menghela nafas pasrah.

Alice buru-buru menyelesaikan makannya kemudian membersihkan peralatan makan mereka. Dia tidak mau menunda-nunda waktu untuk meminta maaf pada Rama.

Ceklek

Alice hendak masuk ke dalam kamar namun ternyata berpas-pasan dengan Rama yang baru keluar. Alice mendapatkan tatapan dingin seketika membuat nyalinya menciut,sungguh Rama bila dalam mode marah membuatnya takut sendiri.

Rama mengulurkan tangannya yang memegang ponsel Alice sedang berbunyi nyaring Alice mengambilnya. Dilihatnya sang ibu meneleponnya. Baru merasa bahagia mendadak cemberut kala mendapati Rama berlalu meninggalkannya begitu saja.

Alice menghela nafas sejenak sebelum menerima panggilan itu.

"Halo, Assalamualaikum Mah?"

"Waalaikumsalam, Alice. Ibu senang akhirnya bisa dengar suaramu lagi nak. Gimana kabarnya disana?"

"Aku baik mah. Mamah disana gimana kabarnya, Alice rindu sekali sama mamah?" Mendengar suara mamahnya seketika membuat kedua mata Alice berkaca-kaca karena mendadak dilanda rindu.

"Mamah dan ayah baik-baik saja disini. Suamimu?"

Deg

Alice tersentak kaget menoleh kearah Rama yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil memainkan ponsel. Perasaannya kacau, takut jelas. Hubungan rumah tangganya dengan Rama yang sedang tidak baik akan diketahui mamahnya. Rama sampai sekarang saja belum mengajaknya berbicara, sudah pasti tidak akan mau mengangkat telepon sang mamah. Atau bahkan kalaupun mau, pasti Rama akan mengadukan masalah mereka.

"Alice? Kamu masih disana nak?"

Alice gelagapan,"Eh I … iya mah. Gimana mah?"

"Kabar suami kamu gimana ?"

"Ba … baik mah." Alice terbata-bata menjawabnya.

"Syukurlah, kalau begitu mamah mau bicara sama menantu mamah dong."

Deg

Detak jantung Alice mulai tak bisa dikondisikan, bagaimana ini Rama saja dalam mode diam, apalagi mau diajak mamahnya berbicara apakah mau, pikiran Alice berkecamuk dipenuhi tanda tanya.

"I … iya bentar mah."

Alice berjalan menghampiri Rama yang masih sibuk bermain ponsel. Entah itu urusan bisnis atau dengan teman, Alice mau tidak mau menyelanya sebetar. Ini mamahnya butuh Rama.

"Mas, mamah mau bicara." Dengan perasaan takut dan gugub memberanikan diri berbicara dan menghadap Rama.

Rama mendongak menatap Alice dingin kemudian tanpa bicara langsung merebut alih ponsel dari tangan Alice.

"Halo mah. Ini Rama. Bagaimana kabar mamah?"

"Kabar baik nak. Gimana kabar kamu? Kamu disana baik-baik aja kan? Alice merawat kamu dengan baik? Apa Alice nakal disana?" Rama sengaja meloudspeaker suara teleponnya sehingga Alice bisa mendengar percakapan mamahnya dari seberang sana.

Alice gugub, menggigit bibir bawahnya sendiri. Rama melirik dari ekor mata akan ketakutan Alice.

"Rama baik mah. Disini kami BAIK-BAIK SAJA. Tidak perlu khawatir. Alice juga baik disini merawat Rama dengan sepenuh hati."

Alice tersindir, yah walau perasaannya sedikit lega setidaknya Rama tidak membuat ibunya khawatir. Dia salut sama Rama bisa menjaga suasana. Hingga obrolan selesai meninggalkan keheningan menghampiri mereka.

"Mas aku minta maaf atas kejadian malam itu …"

"Sebaiknya meminta maaf jangan karena terpaksa. Introspeksi dan perbaiki dulu apa yang salah, baru meminta maaf. Supaya masalah yang terjadi tidak terulang kembali. Kita saling introspeksi apa yang salah walau aku sadar tidak ada yang salah dariku karena aku halal melakukan apapun padamu karena kau istriku." Rama menatap penuh keseriusan dalam setiap untaian kata yang keluar dari mulutnya berharap Alice paham.

Deg

Alice mematung di tempat merasa tersentuh akan ucapan Rama.