Lelaki itu menghempaskan tubuhnya keatas kasur kesayangannya. Ternyata rapat tadi cukup menguras tenaga dan waktu, apalagi karena dirinya yang kurang fokus dalam memimpin rapat yang membuatnya harus menghentikan rapat sebentar.
Dinyalakannya ponselnya yang sedari tadi belum ia buka. Seperti biasa, ratusan pesan mulai memenuhi notifikasinya, entah itu dari grup BEM ataupun dari teman-temannya.
Namun Akala tak menghiraukan itu, karena tujuannya membuka ponsel yaitu hanya untuk menghubungi gadisnya, Alesya.
Rasa bersalah semakin menguasai dirinya apalagi setelah melihat tak ada satupun chat dari Alesya, padahal biasanya gadis itu selalu menanyakan kabarnya setiap hari walaupun jarang Akala balas.
Akala memang jahat.
Laki-laki itu memencet tombol berbentuk telefon setelah membuka kontak Alesya.
Namun tak seperti biasa, di layar ponselnya kini hanya tertulis memanggil yang artinya gadis itu tak menyalakan data internetnya.
"Kok memanggil doang sih, padahal kan di rumahnya ada wifi. Tumben banget," ucap Akala bermonolog.
"Apa gue samperin aja ya kerumahnya? Ah, tapi udah malem banget ini ga enak juga sama orangtuanya," tanya Akala kepada dirinya sendiri.
"Yaudah tungguin nanti aja deh," putus lelaki itu seraya bermonolog dan kemudian membuka laptopnya untuk melihat lpj yang dikirimkan sekretaris kegiatan tadi.
***
Sementara Alesya, gadis itu merajuk kaget saat baru saja membuka matanya dan ternyata sekarang sudah jam setengah 11 malam.
Ya, setelah makan malam tadi gadis itu malah ketiduran karena kelelahan.
"Ih bego banget malah ketiduran, kan gue mau nelfon Akala," ucapnya seraya menepuk jidat dan kemudian mengambil ponselnya yang terletak diatas nakas.
Alesya berdecak sebal ternyata ponselnya sekarang sudah mati dan lupa ia charge.
Setelah mencharge ponselnya, Alesya langsung membuka whatsapp nya yang ternyata sudah ada tiga panggilan tak terjawab dari Akala.
Alesya tak tau sekarang ia harus senang atau harus marah.
Ia senang, karena akhirnya Akala menghubunginya.
Namun ia juga marah kenapa Akala baru menghubunginya sekarang. Ia tau bahwa mungkin saja Akala merasa bersalah atas ucapannya tadi di kampus.
Mungkin kalau tidak begitu Akala tidak akan menghubunginya.
Karena mungkin Alesya nomor sekian untuk Akala.
Bukan prioritas.
Alesya menyadari itu, namun ia tetap memakluminya karena kekasihnya itu luar biasa sibuk.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Alesya memutuskan untuk menelfon kembali Akala. Ia singkirkan sejenak ego dan rasa gengsinya karena ia harus memberitahu alasan mengapa perempuan bernama Salsa itu berusaha mendekati Akala.
Tanpa menunggu waktu lama lagi, telefon Alesya langsung diangkat oleh Akala.
"Halo Sya, akhirnya kamu telefon juga. Aku kira nomorku di block," ucap Akala di seberang sana.
Namun Alesya hanya menjawabnya dengan deheman pelan. Jujur ia masih kecewa dengan laki-laki itu.
"Emm Kal, ada yang mau aku omongin sama kamu," ucap Alesya pelan.
"Kenapa? Kamu mau putusin aku? Plis Sya, aku minta maaf sama ucapan aku tadi pagi ke kamu, aku kebawa emosi sampe ucapin kata-kata itu karena jujur aku cemburu kamu berduaan sama Daniel. Maafin aku yaa, maaf yaa sayang, aku mohon jangan tinggalin aku," ucap laki-laki di seberang sana dengan menggebu-gebu.
Namun Alesya hanya terkekeh pelan. Jujur ia senang karena ternyata Akala cemburu kepadanya dan itu tandanya Akala masih mencintainya. Bahkan laki-laki itu pun memohon agar Alesya tak memutuskan hubungan mereka.
"Aku ga akan putusin kamu. Kamu asal nebak aja sih. Lagian aku udah gapapa kok, cuma ya agak kecewa aja sama ucapan kamu tadi hehe siapa sih cewek yang ga sakit hati dikatain cewe murahan apalagi sama pacarnya sendiri," jawab Alesya santai.
"Maaf yaa sayang, aku kebawa emosi banget tadi. Kamu boleh kok maki-maki aku atau kamu mau ngatain aku balik juga gapapa asal jangan tinggalin aku," ucap Akala diseberang sana dengan suara yang melemah.
"Iya sayang udah aku maafin. Bucin banget sih kamu," ucap Alesya seraya terkekeh mendengar Akala yang memohon-mohon seperti itu.
"Biarin, lagian cuma bucin sama kamu ini."
"Beneran cuma sama aku nih? Terus cewek yang pulang sama kamu gimana tuh?" tanya Alesya dengan nada menyindir.
"Cewek? cewe yang mana?" tanya Akala balik.
"Cewek yang waktu itu pulang bareng kamu itu tuh yang pake mobil merah."
"Oh Salsa maksud kamu? Dia kan sekretaris BEM sayang, makanya kita sering partneran."
"Harus ya pulang bareng?"
"Waktu itu kan mobil aku mogok, jadi ya terpaksa pulang bareng dia."
"Loh kok ga sama kak Galih atau kak Darel?" tanya Alesya mendesak.
"Mereka udah pulang duluan. Oh iya kamu mau ngomong apa? Tadi kan katanya nau ngomong sesuatu sama aku?"
Akala berusaha mengalihkan pembicaraan.
Alesya hanya bisa tersenyum getir, ternyata Akala menghindari pembahasan tentang cewek bernama Salsa itu.
Moodnya hancur seketika. Namun mau bagaimanapun ia harus memberitahu tentang tujuan perempuan bernama Salsa itu yang akan mendekati Akala.
Atau mungkin sudah mendekati Akala.
"Ah iya, aku mau bilang sama kamu, kamu harus hati-hati aja sama Salsa. Karena dia ada niatan lain buat deketin kamu."
Di seberang sana Akala mengerutkan dahinya bingung. Ada apa dengan niatan Salsa?
"Niatan apa sih? Aku tau banget Salsa itu orang baik. Dia ga mungkin lakuin hal-hal buruk apalagi niat deketin aku. Itu ga mungkin Sya, karena kita partner organisasi dan aku udah tau banget Salsa orangnya baik."
Ya, ternyata tak sesuai ekspektasi Alesya.
Ternyata Akala malah membela medusa itu dan tak mempercayainya.
"Yaudah terserah kamu aja mau percaya sama aku apa ngga."
"Lagian kamu tau darimana deh Sya, soal Salsa? Kamu kan ga kenal dia dan aku yang lebih lama kenal dia."
Lagi-lagi Akala tak mempercayai ucapan Alesya.
"Iya kamu yang lebih kenal sama dia aku tau. Aku cuma mau ngomong itu aja sih. Yaudah tutup aja telefonnya ya aku ngantuk mau tidur."
"I-iya udah deh, good night sayang."
"Iya, night."
Alesya hanya menjawab ucapan Akala dengan singkat sebelum mengakhiri panggilannya.
Alesya langsung merebahkan tubuhnya seraya menatap langit-langit kamarnya.
Ia tak menyangka ternyata Akala lebih membela medusa itu dan memilih tak mempercayainya.
"Yaudah cepat atau lambat mungkin gue harus mundur dari Akala," ucap Alesya kepada dirinya sendiri dengan nada lemah.
Alesya merasa sekarang dirinya sudah tidak penting lagi bagi Akala.
Diusapnya air mata yang tak sengaja mengalir dipipinya. Mengapa ia sangat lemah jika tentang Akala?
"Ga, gue gaboleh lemah. Lo harus kuat Sya. Lo harus buktiin bahwa omongan lo itu benar. Lo harus buktiin bahwa medusa itu beneran punya niat jahat sama Akala," ucap gadis itu bermonolog seraya mengusap air matanya yang terus mengalir dipipinya.