webnovel

Aimer| 06

Instagram: Yezta Aurora

Facebook: Yezta Aurora

Twitter: Yezta Aurora

--

Kedatangan Nicolette menemui Jose tak lain dan tak bukan hanya karena ingin tahu siapa nama orang yang telah lancang mendaftarkannya pada situs tersebut. Akan tetapi yang diterimanya justru hinaan dari lelaki asing yang baru ditemuinya semalam.

"Selidiki tentang Ms. Nicolette dan berikan laporannya padaku secepatnya." Perintah Jose pada Zoe. Dan tak butuh waktu lama untuk mengorek keterangan tentang Nicolette. Mata Jose terbelalak ketika mendapati kenyataan bahwa Nicolette pernah menempuh pendidikan hukum di salah satu Universitas kenamaan di Jerman, akan tetapi hanya sampai pada semester 2 saja.

"Aku perlu informasi lengkapnya Zoe. Cari tahu tentang keluarga, teman, sahabat, atau siapa saja yang dekat dengannya dan juga tempat tinggalnya ketika masih menetap di Jerman."

Mungkinkah dia misterius girl yang ku cari selama ini? Batin Jose.

Sama halnya dengan Jose yang sedang dilanda kebingungan, begitu juga dengan Nicolette. Teka – teki akan pelaku yang sudah lancang mendaftarkannya pada situs online tersebut belum terpecahkan.

Sepanjang perjalanan pulang menuju apartement nya, ia mengumpat kesal atas hinaan yang baru saja diterimanya.

Dasar orang kaya tak punya hati, selalu mengukur segala sesuatu dengan materi.

Wajahnya bersungut-sungut karena menahan emosi memuncak. Ingin rasanya memukul dan juga mencakar – cakar wajah tampan bermulut sambal tersebut. Belum juga reda emosi yang siap meledak, makin dibuat emosi dengan keberadaan Cerelhia di lobby apartement nya.

"Apa yang kau lakukan disini Cerel?" Tatapannya penuh selidik.

"Tentu saja menemuimu bodoh." Maki Cerelhia.

"Sudah satu jam lebih aku menunggumu disini sampai kakiku ini kesemutan dan ngomong - ngomong kau baru pulang dari kencan semalam?" Lanjut Cerelhia. Tak ingin yang lain mendengar segera menghujani Cerelhia dengan tatapan tajam penuh peringatan sambil menyeret saudara sepupunya tersebut memasuki lift.

Setelah pintu lift tertutup, segera menghempas kasar cekalan pada pergelangan tangan. Untung saja hanya ada mereka berdua didalam lift. Kalau sampai ada orang lain sudah pasti Nicolette dibuat malu setengah mati.

Melemparkan tatapan tajam sebelum memulai kalimat. "Kau sengaja mempermalukanku, hah!" Bentak Nicolette sementara Cerelhia hanya menyipitkan matanya.

"Semua orang yang ada di lobby tadi menatapku aneh, apalagi saat kau menyebut kencan online Cerel." Penuh penekanan pada setiap kata.

Tanpa menimpali perkataan Nicolette, Cerelhia tampak mengambil nafas berat dengan bibir mengerucut. Benar-benar aneh, pikir Cerelhia sebelum memutar tubuh Nicolette menghadap cermin.

"Lihat penampilanmu! Mata mana yang tak aneh melihatmu berpenampilan seperti ini di siang bolong Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson." Seketika wajah Nicolette merona karena malu akan tetapi dia tetap menyalahkan Cerelhia.

"Kalau saja kau tidak berbicara lantang pasti orang - orang di lobby tadi tidak akan ada yang melihat ke arahku kan? Dasar mulut ember."

"TERSERAH! Yang jelas semua ini karena salahmu sendiri Letta!" ucap Cerelhia sebelum berjalan lebih dulu meninggalkan Nicolette dibelakangnya.

Percuma saja berdebat dengan si tukang ratu debat. Salah benar maunya, benar. Dasar egois! Maunya menang sendiri! Seandainya saja boleh memilih maka aku tak akan pernah memilih Letta jadi saudara ku!

"Cepat buka pintunya Letta! Jalanmu lelet sekali, aku mau istirahat." Bentak Cerelhia yang langsung dihadiahi tatapan sengit.

"Ini apartement ku Cerel dan kau punya apartement sendiri kan? Jadi kalau mau istirahat, pulang saja ke apartement mu!" Nada suara Nicolette terdengar melengking menyapu pendengaran Cerelhia membuatnya harus menutup telinga.

"Ish pelankan suaramu. Apa kau tak sadar juga Letta kalau suara cempreng mu ini hampir saja memecah gendang telingaku. Berapa kali harus ku peringatkan jangan lagi berteriak didekat ku!"

"Hm cepat katakan apa tujuanmu datang ke apartement ku? Jika tujuanmu datang kemari untuk meminjam uang, aku tidak punya. Jadi sebaiknya kau pulang saja Cerel."

"Aku datang kesini bukan untuk meminjam uang mu."

"Terus?" Sambil menyipitkan matanya.

Menatap Nicolette dengan tatapan memelas. "Ijinkan aku tinggal bersamamu beberapa hari saja disini? Yah, yah, yah, boleh yah." Rajuk Cerelhia.

"Apa maksud mu?" Kembali menyipitkan mata sampai kening berkerut. Tanpa menunggu lama Cerelhia langsung menjelaskan semuanya sebelum Nicolette memulai kalimat.

"Aku belum membayar sewa apartement." Tersenyum nyengir.

Nicolette mengambil nafas berat dengan membuang muka. "Dasar!" Ucap Nicolette lirih sehingga Cerelhia tak dapat mendengarnya dengan jelas.

"Masuk!" Ketika pintu apartement terbuka.

"Kau boleh tinggal disini semau mu tapi awas kalau kau sampai merusak barang-barangku!"

"Siap Ms. Letta." Lalu memeluk tubuh Nicolette dengan sayang. Yang dipeluk segera melepaskan diri sembari melemparkan tatapan sinis. Refleks hal tersebut memaksa Cerelhia mengerucutkan bibirnya sembari memaki saudara sekaligus sahabatnya tersebut. Meski tak disambut dengan baik, Cerelhia tetap merasa sangat beruntung karena diijinkan untuk tinggal sementara waktu.

"Gimana kabar bibir Jane dan bagaimana acara kemarin?" Tanya Nicolette yang kembali ke ruang tamu dengan membawa dua gelas green tea latte.

Cerelhia menatapnya malas sambil mengangkat kedua bahunya. "Begitulah."

"Oh ya kenapa kau tidak tinggal saja dengan ibu mu untuk sementara waktu, aku yakin si tua bangka Martin pasti mengijinkanmu tinggal disana, dia terlihat menyukaimu tuh."

Cerelhia langsung menghujani Nicolette dengan tatapan tajam. "Jadi kau mengusirku?" Nada suara Cerelhia terdengar sinis menyapu pendengaran.

"Jangan salah paham, aku kan hanya bertanya. Sewot amat."

"Pertanyaan bodoh, udah tau jarak mansion Martin dengan tempat kerja ku terpaut sangat jauh bisa - bisanya kau menyuruhku tinggal disana." Cerelhia terlihat sangat kesal akan tetapi Nicolette seolah tak menggubrisnya.

"Oh iya kakaknya Axell cewek opo cowok dan apa dia setampan-" Kalimatnya menggantung karena Cerelhia lebih dulu menghardiknya dengan kalimat sarkastik.

"Bilang saja kalau kau merindukan si cupu Axell. Iya kan? Ingat Letta, kita ini beda kasta dengan mereka jadi buang mimpimu itu jauh-jauh. Jangankan menjadi bagian dari keluarga Martin, baru berangan – angan saja Martin akan melemparmu kembali ke club malam. Jadi, jangan menantang maut mu sendiri!"

"Ish aku kan cuma bertanya Cerel!"

Sebelum tubuhnya menghilang dibalik pintu kamar sengaja menghujani Nicolette dengan tatapan penuh peringatan.

Cerelhia benar, harusnya aku sadar diri tapi kenapa rasa ini tidak mau pergi, kenapa? Kenapa? Nicolette membatin sambil memukul – mukul dadanya sendiri.

Tak lagi tertarik dengan acara televisi segera melenggang menuju kamar menyusul Cerelhia akan tetapi betapa terkejutnya melihat kelakuan saudara sepupunya ini. Sambil mengumpat kesal langsung menarik paksa sebelah tangan Cerelhia sehingga sang pemilik langsung terjaga.

"Kau ini apa-apaan sih Letta?" Bentaknya sebelum memulai lagi kalimat sarkastik dengan melemparkan tatapan membunuh.

"Tidak bisa apa kau ini bersikap sedikit lebih lembut. Ingat kau ini wanita Letta, dasar menyebalkan!"

"Kau bilang apa? Aku menyebalkan?" Sambil mengangkat dagunya acuh lalu menggeser tubuh Cerelhia.

"Ini kamarku! Minggir!" Setelah itu memposisikan disebelah Cerelhia dengan memunggungi saudara sepupunya tersebut.

"Awas saja kalau kau sampai membangunkanku lagi!" Ancam Cerelhia. Nicolette pura - pura tak mendengar, dia tetap pada posisinya semula.

Cepat sekali dia tidur, batin Cerelhia.

Sebenarnya Nicolette hanya pura-pura tidur karena tidak ingin Cerelhia mengetahui kesedihannya. Pikirannya masih nyalang pada kejadian beberapa tahun silam. Kejadian dimasa - masa kelam yang telah memenjarakan hatinya. Menyeretnya ke dalam kehampaan berkepanjangan. Mengunci hati diantara duri pesakitan hingga ia sendiri pun merasa kesulitan untuk melepaskan diri.

Bayang - bayang Axell Martin masih saja mengisi ingatannya disetiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan hingga tahun. Tidak mudah bagi Nicolette melupakan kenangan yang sudah terbina selama 5 tahun.

Sementara ditempat lain, Jose terlihat memasuki ruang kerjanya dengan langkah terburu-buru sambil membawa dokumen yang baru saja diterimanya. Dokumen tersebut berisi informasi mengenai Nicolette Phoulensy Hamberson.

Mata Jose membelalak mendapati kenyataan bahwa misterius girl yang dicarinya selama bertahun-tahun lamanya, ternyata dia adalah wanita yang dikencaninya semalam lewat dating online. Pantas saja ada desiran aneh saat kulit bersentuhan dengan kulit. Bukan lagi gairah yang harus dipuaskan akan tetapi lebih ke rasa ingin selalu melindungi.

"Jadi dia satu Universitas denganku, bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana aku sampai bisa tak mengenalinya?" Ucap Jose entah pada siapa karena nyatanya ia sedang sendirian didalam ruang kerjanya.

Sejenak Jose tampak berfikir dan coba mengingat kembali kejadian itu. Pesta bertopeng, tiba-tiba pikirannya berpusat ke sana.

"Berarti Nicolette teman Lea." Lalu meraih ponselnya dan hendak menghubungi Lea akan tetapi niat tersebut segera diurungkan. Terlebih tidak ingin lagi berhubungan dengan wanita tersebut, setelah Lea diketahui selingkuh, Jose langsung meninggalkannya tanpa ada penjelasan.

Sejenak mengambil kesimpulan bahwa tanpa menjelaskan apapun Lea pasti sudah tahu apa alasan dibalik kepergiannya. Lagi pula Lea hanya lah salah satu koleksinya saja. Jadi wajar saja kalau Jose meninggalkan Lea tanpa ada rasa sesal sedikit pun. Akan tetapi egonya terluka karena julukan lady killer yang melekat dalam diri hancur akibat ulah Lea. Tak ingin larut dengan pikiran sendiri segera meminta Zoe ke ruangannya.

"Ke ruangan ku sekarang!" Perintahnya pada Zoe melalui sambungan telepon dan semenit kemudian yang dipanggil sudah berdiri dihadapannya.

"Informasi ini belum lengkap, aku mau kau cari tahu semua tentang Ms. Nicolette. Dengan siapa saja dia berteman?" Sambil membanting dokumen ke depan Zoe.

"Dan satu lagi, selidiki tempat kerja dan juga tempat tinggalnya sekarang. Aku tak mau informasi sekecil apapun tentangnya sampai terlewat. Apa kau mengerti?" Menatap tajam Zoe.

Yang diperintah langsung mengangguk sembari menghembus nafas berat, pasalnya Zoe sudah tahu semua informasi lengkap tentang Nicolette, hanya saja ia sengaja tidak menuliskan secara terperinci. Bukan tanpa alasan Zoe melakukan semua itu, satu hal yang sangat dikhawatirkan apabila Jose mengetahui kenyataan sebenarnya, pasti perselisihan dikeluarga Martin akan semakin meruncing dan keselamatan Nicolette pun dipertaruhkan.

Menelisik wajah Zoe yang sepertinya sedang berfikir. "Ku tunggu sampai besok, sekarang kau boleh pergi."

Dada Zoe semakin bergemuruh, haruskah berkata jujur atau sebaliknya memutar balikkan fakta. Akan tetapi mengingat peringai Jose disaat marah membuat bulu romanya seketika meremang. Sebagai orang kepercayaan tidak seharusnya ia berhianat kan?

Mengusap kasar wajahnya sembari berjalan meninggalkan ruang kerja Jose. Ditengah perjalanan sorot matanya menangkap sosok pria tua yang masih terlihat gagah dengan rahang tegas dan juga sorot mata tajam memasuki mansion dengan langkah mantap.

"Selamat datang Mr. Martin." Ucap Zoe sambil membungkukkan badan.

"Jose ada diruangannya?" Martin bertanya dengan angkuh. Nada suaranya terdengar arogan, pantas saja kalau Jose tak pernah menyukai ayahnya. Peringainya berbanding terbalik dengannya.

Meskipun dikenal tak sekejam ayahnya akan tetapi Jose adalah gambaran pria tegas dengan wajah tampan, meneduhkan hati siapa pun yang melihatnya. Dia memang terkenal murah senyum, ramah ke siapa saja akan tetapi jangan coba-coba memancing emosinya karena dia bisa berubah jadi singa kelaparan.

"Zoe!" Bentak Martin.

"Mr. Jose ada diruangannya, Tuan." Nada suaranya terputus - putus, Zoe tidak berani menatap mata Martin yang berubah nyalang.

--

Thanks

Yezta Aurora

HAPPY READING!!

Hugs and kisses for my beloved readers!

Yezta_Auroracreators' thoughts