webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
114 Chs

Chapter 96

Kaito

Entah apa yang terjadi. Aku kedatangan tamu yang tak di undang, tapi aku sangat menunggu nya. Akhir nya kami bertiga makan malam bersama di kamar Hanabi.

Canda tawa memenuhi kamar Hanabi malam ini. Aku bisa melihat meja belajar Hanabi yang penuh dengan buku buku pelajaran yang terbuka. Aku yakin setiap malam dia menghabiskan waktu nya untuk belajar.

Tak heran bila Hanabi kesepian selama ini. Dia sampai kabur dari rumah ibu dan tinggal bersama ku. Bahkan ibu sama sekali tak menjenguk Hanabi setelah itu. Keluarga ku memang hampir hancur sejak dulu.

Ya, tapi aku senang bisa merasakan makan malam yang penuh kebahagian malam ini. Saat makan malam selesai Hanabi kembali berbaring di ranjang.

"Kak Ai ... kapan kapan ke sini lagi ya?", kata Hanabi dengan mata nya yang hampir terpejam itu.

"Sudah sudah ... Hanabi ... tidur dulu ... besok kamu kan mau jadi kucing", ujar ku sedikit mengejek nya.

"Kakak tolol ... tapi ... aku iri pacar kakak lebih cantik dari aku", ucap nya perlahan dengan mata yang sudah terpejam.

Wajah Ai pun memerah karena kata kata Hanabi. Aku pun tak bisa membantah Hanabi yang sudah tertidur itu.

Dasar curang ...

"Ai ... aku yang cuci semua nya", ucap ku sembari membereskan alat makan kami tadi.

"Aku juga ikut", suara dari speaker ponsel nya.

Kami berdua pun menuju ke wastafel yang juga berada di dapur. Rasanya aneh, aku sedikit gugup karena hanya berdua dengan nya di dapur.

Ai pun mencuci alat makan nya di wastafel dan aku yang mengeringkan nya dengan lap. Rumah ku yang biasa nya gelap dan sunyi. Hari ini berubah menjadi terang dan penuh dengan kebahagian.

"Ai ... makasih ...", ucap ku tetap fokus mengelap alat makan yang masih basah.

Dia hanya mengangguk dengan rona merah di pipi nya. Dan di saat itu lah aku kembali mengingat mimpi ku tadi pagi. Aku berharap itu hanya lah mimpi biasa. Tapi bila itu memang benar, aku pasti akan berusaha menyelamatkan Ai.

"Ai ... aku bakal anter kamu pulang", kata ku setelah menyelesaikan tugas ku.

Ai menggelengkan kepala nya dan menunjuk ke arah depan rumah.

"He? ada apa?", tanya ku bingung.

Ai memperagakan gerakan tidur seperti sedang bermain menebak gerakan tanpa suara, dan melanjutkan nya dengan menunjuk ke arah depan rumah.

Tidur? ... depan rumah?

"Oh ... apa kamu tidur di rumah Naya?", akhir nya aku mengerti maksud nya.

Ternyata benar, Ai mengangguk dengan senyum nya itu lagi. Aku pun sedikit tertawa karena gerakan imut nya barusan.

"Hahaha ... kamu itu lucu ... kalo gak megang ponsel kamu kaya lagi main tebak tebakan kalo mau ngomong",

"Ya udah ... aku tetep anter kamu ke depan rumah Naya", lanjut ku.

Ai hanya mengangguk dan membereskan kotak makanan nya dan memasukan nya kembali kedalam kantong plastik. Di saat itulah aku menyadari ada luka lecet dan lebam di lengan kiri Ai.

Apa jangan jangan dia di bully lagi?

"Ai ... tangan kiri mu? kenapa?", tanya ku.

Setelah mendengar perkataan ku Ai hanya terdiam dan menggelengkan kepala nya. Jika ia tak mau memberitahukan nya padaku berarti memang benar, lagi lagi kakak kelas membully nya tanpa alasan yang jelas.

"Ai coba liat ke sini", aku memegang ke dua pipi nya dengan tangan ku dan memaksa nya untuk menatap mata ku.

Dan di saat itu juga aku melihat luka yang sama ada di dahi nya yang tadi tertutup poni rambut nya.

Gawat!!

Aku melepaskan ke dua tangan ku dari pipi nya karena wajah Ai memerah karena ku. Aku pun merasa bersalah karena aku seperti orang mesum yang asal menyentuh gadis seenak nya.

"Maaf ...", kami berdua saling memalingkan wajah dengan perasaan kami yang campur aduk.

Tunggu! ... apa ini saat yang tepat?

"Ai ... aku mau ngomong penting sama kamu ...", aku berencana untuk membicarakan mimpi ku pada nya.

Ai langsung mengambil ponsel nya yang ada di samping wastafel dan menggunakan aplikasi voice assist nya. Setidak nya aku tak perlu lagi membaca tulisan nya.

"Soal adik mu ... nama nya Ame kan?", tanya ku memastikan kebenaran mimpi ku.

"Iya", jawab Ai.

"Dia yang membuat mu bertemu dengan ku kan?", lanjut ku bertanya.

"Iya", suara dari ponsel yang sama dari jawaban pertama nya.

"Aku punya salam dari nya", kata kata ku yang mengejutkan Ai.

Mata nya yang memandang layar ponsel itu langsung terbelalak dan memandang ke arah ku.