webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
114 Chs

Chapter 100

Kaito

Teriakan pagi tadi sungguh membuat ku terkejut. Aku tak sangka Hanabi akan berteriak sekeras itu saat melihat ku tidur di samping nya. Sejak saat itu aku tak bicara pada Hanabi.

Aku melanjutkan pagi hari seperti biasa. Berhubung ini adalah hari sabtu dan sekolah ku libur. Aku tak memakai seragam setelah mandi. Aku memakai kaos biasa dan celana pendek warnah hitam ku.

Aku kembali turun dari kamar ku yang ada di lantai dua dan menuju ke ruang makan.

"Hari ini gak ada sarapan kak ...", ucap Hanabi dengan sedikit rona merah yang memancar di pipi nya.

"Oh ... hmm ... kamu gak berangkat sekolah?", tanya ku karena melihat nya hanya mengenakan kaos rumah dan rok pendek nya.

"Kakak kan sakit", lagi lagi Hanabi membuat alasan agar tak berangkat ke sekolah.

"Oi oi ... kakak sehat ... pokoknya nanti sore kamu harus berangkat ya? ... kakak dateng loh ...", ucap ku seraya melangkah ke pintu depan rumah.

"Mau kemana?", tanya Hanabi lalu duduk di kursi yang ada di depan meja makan.

"Mau beli makan ... kamu jangan ikut entar alesan ...",ucap ku dengan nada datar.

Aku pun kembali menutup pintu rumah dan melangkah ke rumah Naya yang berada tepat di seberang rumah ku.

Tok tok tok~

"Sumimasen ... Naya-san?",(permisi ... Naya) ucap ku sembari mengetuk pintu depan rumah Naya.

Glek ...

Pintu rumah Naya pun terbuka dari dalam.

Aku tak terlalu terkejut ternyata Ai yang membukakan pintu.

"Ano ... Ai ... aku cuma ... mau bilang terima kasih buat tadi malem", ucap ku dengan sedikit gugup.

"Ne Ai-chan ... siapa ... oh Kaito-san ternyata", ucap Naya yang muncul dari belakang Ai.

"Kaito ... apa kamu mau sarapan bareng?", Naya menawari ku untuk sarapan bersama.

Walau aku sedikit merasa canggung, tapi mau bagaimana lagi. Kasihan Hanabi jika harus menunggu lebih lama.

"Boleh ... aku ajak adik ku sekalian ya?", ujar ku dengan sedikit senyum.

"Waah ... bagus bagus ... kan Ai-chan?", ujar Naya menepuk pundak Ai.

Akhirnya pagi ini kami berempat sarapan bersama di rumah Naya. Lagi lagi keberadaan Hanabi membuat pagi kami terasa ceria. Canda tawa selalu mengiringi kami. Tak salah adik ku bernama Hanabi yang artinya kembang api.

Dimana pun dia berada dia selalu membuat kehebohan dan membuat orang disekitar nya tertawa. Setelah semua piring kami kosong kami istirahat sejenak.

"Eh ... kak Naya sama kak Ai bakal pergi liat pentas ku kah?", tanya Hanabi.

"Mochiron desu! ...",(tentu saja!) jawab Naya dengan senyum nya.

Tanpa mereka sadari aku sedikit melirik ke lengan kiri Ai. Tak ada bekas luka memar atau lecet.

Apa aku benar benar ...

"Uhuk ...", aku kembali batuk dan dada ku terasa sakit lagi.

"Kak?! ... kakak masih batuk ... mending sore ini kakak gak perlu dateng deh", ucap Hanabi dengan wajah sedih nya.

"He?! emang Kaito kenapa?", tanya Naya.

"Tadi malem kakak batuk sampe keluar darah nya", Hanabi pun menceritakan kejadian tadi malam.

"Apa kau mau aku antar ke dokter?", suara dari ponsel Ai.

"Gak perlu ... aku cuma butuh istirahat ...", aku pun berdiri dengan lemas.

"Ai ... tolong anter Kaito deh ... takut nya dia kenapa napa", kata Naya yang juga berdiri karena melihat ku yang hampir jatuh ini.

Ai hanya mengangguk dan menggandeng ku berjalan kembali menuju rumah ku. Sial, kaki ku semakin terasa berat seiring aku melangkah. Beberapa kali aku hampir terjatuh, tapi untung nya Ai membantu ku agar aku bisa sampai ke kamar Hanabi.

Aku rasa aku tak sanggup lagi naik ke kamar ku. Tubuh ku semakin lemas saja. Dadaku sedikit sakit dan batuk sering kali muncul. Ai pun membantu ku untuk berbaring di kasur Hanabi.

"Ai ... makasih ...", ucap ku lemas.

Ai menyelimuti ku dengan selimut milik Hanabi agar aku tak kedinginan. Wajah cantik nya itu, aku bersyukur bisa melihat nya lagi pagi ini. Saat Ai membalik badan nya dan hendak melangkah pergi, aku menahan tangan nya.

"Ai ... aku mau tanya satu hal", aku menahan mata ku yang semakin berat ini.

"Apa itu?", jawaban yang keluar dari speaker ponsel nya.

"Gimana kalo aku mati?", aku benar benar merasa nyawaku hendak melayang pagi ini.

Ai pun mengetik di ponsel nya.

"Gak akan ... kamu jangan ngomong gitu", tulisan nya yang dibacakan oleh aplikasi ponsel nya.

"Bener juga ... sekali lagi makasih ... jangan lupa bangunin aku siang nanti", aku mulai tak bisa menahan mata ku yang mulai tertutup ini.